cemburu

293 41 13
                                    

[ use source sans pro with the smallest font ]

[ use source sans pro with the smallest font ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

/1/

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

/1/

kencana di daerah istimewa memecah
koklea. untuk kesekian kalinya nona
menghela. warta dari badan pengurus
cuaca benar adanya. namun nona tak
percaya. ekanya termenung di sisi wisma.
menunggu hujan mereda sedu sedannya.
tanah jogja merona gembira dicumbu
sang tirta. hanya nona yang bermuka cua.
sepercik rerintik mengingatkan akan tuan.
tiga puluh satu hari tanpa si pemilik perasaan.
cukup untuk nona merasakan kesepian.

/2/
"tck, keras kepala!"

ke mana perginya tirta yang
membasuh sepatu baru nona.

aku menengadah. menatap sepasang
obsidian yang tampak penuh amarah.
kelopak nona                mengedip indah.

"kenapa? rindu sama saya?"

ada pemuda bersama payung putihnya.

ku pukul dadanya yang sama
merekahnya dengan    aroma
petrikor. aku mencoba merajuk
kendati jemariku   merematnya
erat agar tak pergi lagi.

"kupikir kau sudah tak berselera
lagi untuk bertemu."

"kau tak semembosankan itu kok."

senyum maklumnya kubalas sinis.

"kalau ada yang memberi informasi itu
dengarkan, berita sudah bilang akan ada
hujan berkepanjangan kenapa masih
enggan membawa payung. siapa sih yang
mau kamu percaya, huh?"

"diriku."

pemuda itu tiba-tiba mengacak-acak
surai nona gemas.    "sudah kuduga."

bahkan sepanjang jalan hanya suaranya
yang mendominasi kepala. semesta,
nona tak mampu menahan senyumnya.
ketika anila menerpa wajahnya, rasanya
berat hati membiarkan mereka menyentuh
taruna cuma-cuma.

/3/
"urusan di luar kota sudah rampung?"
"sudah, hanya butuh sepekan."
"lalu kau ke mana selama tiga pekan?"
"ke rumah bibi, ia mengenalkanku
dengan seorang perempuan."
"cantik?"
"cantik sekali. aku harus berusaha
keras untuk tidak tergoda."
"cantikan mana?"
"secara logika, dia."

telingaku mengeras panas.
perutku             terasa mulas.
mendadak aku menjadi malas.

"hei, hujannya semakin deras
jangan menjauh."

nona melepas jemari taruna
yang mengapit pergelangannya.

"kenapa dilepas?"

aku mendengus jengah. jisung
malah semakin bertingkah.    ia
merengkuh bahu nona tak terbantah.
meskipun menggeliat geram,
aku memilih tetap bungkam.

“kenapa sih?”

"ya tuhan, aku ini  sedang
cemburu tidak peka sekali!"

tungkainya                     behenti. 
aku menoleh,              hati-hati.
birainya membentuk pelangi.
sangat lebar, hingga aku takut pipinya akan robek.

“tidak salah aku menolaknya.”

katanya dengan senyum  gila.
seolah                dimabuk harsa.

ia kembali menuntunku menuju
jalan  pulang   dengan     tergesa.

“ayo cepat pulang! aku tidak
sabar       untuk memelukmu.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
filantropi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang