chapter 1 : Penjemputan

222 2 0
                                    

Sudah berapa lama hari berlalu? Aku tidak ingat, nanti saat pulang akan kutanyakan pada yang lain. Itu kalau berhasil pulang dengan selamat sih.

Terus berjalan melewati padang pasir yang rasanya seperti melelehkan kaki, aku akhirnya menemukan gua yang merupakan titik aman pada perjalanan ini.

Seharusnya aku akan menemukan hutan setelah melewati lorong gua ini.

Pikirku, dengan sedikit perasaan senang karena akhirnya akan bisa beristirahat. Meskipun agak tercampur dengan perasaan aneh dari  menyusuri gua yang cukup lembab dan menerima udara yang sangat berlawanan dari ekosistem sebelumnya.

Sekitar 5 atau10 menit berlalu, aku berhasil keluar dari gua, sinar surya kembali kujumpai.

Aku mengeluh beberapa saat, hanya sekedar untuk mengelurkan rasa frustasi sambil mengelap keringat yang masih menetes dengan bajuku. akupun berpikir untuk memotong rambutku, karena aku pikir itu adalah hal yang bagus untuk mengatasi keringat yang ada. Dan aku sungguh tidak tahan lagi dengan yang namanya matahari.

Kusenderkan tas bawaanku di batuan terdekat, tangan kananku bersiap menggenggam pisau yang kuambil  dari dalam tas, tangan kiriku menggenggam rambutku ke samping. Aku pikir akan semudah memotong bahan makanan, ternyata memotong rambut dengan pisau memakan cukup tenaga. Leherku pegal. Potongan rambutku berhamburan diatas tanah. Kotor. Aku sangat capek.

atau mungkin karena kecapean, atau karena rambutku yang tebal sehingga membuat memotong suatu hal yang mudah terasa susah? Entahlah aku tidak tahu lagi

“haaah...”

Helaan napas kuhembuskan sembari mencari posisi duduk yang nyaman. Untung hutan  diluar gua ini pohonnya subur, jadi serasa menghirup oksigen tersegar didunia.
Kuikat rambutku yang sudah menjadi sangat pendek, sisa keringat yang ada mengalir dari pelipisku. Matahari memang tidak terasa sepanas sebelumnya, namun diriku masih merasa seperti manusia panggang. Jika dipikirlagi, sisa potongan rambutku sangat mencolok diatas tanah. Kira kira apakah dia akan memperhatikan hal itu di perjalanan pulang?

Kruu-k

Rasa lapar datang di waktu yang acak. Aku merogoh tasku, mengeluarkan kotak makanan berwarna hijau tua. Baru saja satu detik sebelum apel merah mencapai mulutku, Perasaanku memburuk. Ternyata apel yang hampir saja kugigit sudah membusuk di satu sisi. Sangat menjijikan. Merasa tidak peduli lagi, kulempar semua isi kotak makan yang ada termasuk apel yang ditanganku, sembarangan. Terpaksa aku harus mencari makanan dari hutan. Sungguh buang buang waktu.

Memaksakan kaki yang sakit untuk berjalan adalah hal konyol, namun perutku sekarang adalah rajanya. Lagipula dari awal melakukan tugas ini sendirian juga hal yang konyol semuanya jadi terdengar menyebalkan sekarang. Ah kenapa aku menyetujui untuk ikut tugas ini sih.

Menyusuri hutan, Aku melihat beberapa hewan liar, namun kuputuskan untuk bertahan hanya dengan buah buahan yang bisa dimakan, Meskipun yang kutemukan hanya beri berian. Karena kupikir akan merepotkan untuk menyiapkan api dan segala hal.

Setelah mendapatkan apa yang dibutuhkan, aku kembali mencari tempat nyaman untuk diduduki. Kuraih buku yang merupakan sebuah peta dari dalam tas. Pikiranku fokus pada rute selanjutnya di peta. “Hutan aubrey” jadi itu nama tempat ini. Jariku bergeser keatas menunjuk tujuan akhir perjalanan ini yaitu “kekosongan”. Dalam peta ini, terdapat beberapa daerah  yang ter arsir hitam itulah kekosongan. Lebih tepatnya tujuanku adalah menuju daerah lereng pegunungan ”quadra”. Tapi daerah itu memang sudah termasuk kedalam kekosongan. Ketidak beruntungan yang menyebalkan bukan.

Sembari mencomoti beri merah yang kudapat, aku memikirkan langkah selanjutnya untuk diambil.

Sekarang bagaimana? Aku sih ingin mencapai paling tidak batas daerah bersih dan daerah kekosongan untuk melihat keadaan sekitar. Kemudian untuk mencapai tempat itu... paling tidak sekitar setengah jam. Mungkin lebih. Dan kakiku capek. Tapi bukankah istirahat disana lebih efektif?

.
.
.
.

Tanggunglah. Cuma setengah jam. Pasti bisa. Lagipula aku tidak pernah pingsan kecapean atau apapun dalam seumur hidup. Dan aku sudah muak dengan semua ini, aku ingin segera Menjemput nya dan pulang.

Aku bersiap, merapihkan semua barang dan memastikan arah tujuan. Kemudian baru saja dua langkah kuambil pandangan ku tiba tiba bergoyang.

Yup aku pusing terkonfirmasi.

Kepalaku mulai terasa agak berat, Aku sedikit merintih kesakitan sambil memegang kepala juga berdiri diam, berusaha untuk menyeimbangkan pandanganku. Lalu..

Tes

Sesuatu terjatuh. Itu suara cairan yang terjatuh. Aku melihat kebawah untuk melihat apa yang sebenarnya terjatuh, hanya untuk menemukan corak merah diatas tanah. Cairan merah yang sama kembali menetes menambah corak merah itu membesar. Akhirnya aku sadar apa yang terjadi

Ah aku mimisan.

Itu lah kata kata terakhir dalam pikiranku sebelum sepenuhnya kehilangan kesadaran.
-------------------------------------------------------
Drap drap drap!

Langkah kaki larian ini berisik

“ini perjanjian. Jangan meninggalkan siapapun dibelakang dan kita akan selalu bersama”

Suara laki laki yang dari kecil sering kudengar

“baik”

Semuanya serentak, tapi suarakulah yang paling kecil dan akhir

Drap drap drap!

Langkah kaki larian ini sungguh berisik

Lariii!!!!”

“indra di belakang! Tunggu jangan cepat cepat!”

“JANGAN LIHAT KEBELAKANG!!!”

“ha-“

Ah, mengerikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The 8th DocumentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang