Jay's Diary (02)

657 37 2
                                    

Aku teringat, tentang hari di mana aku bertemu dengannya untuk pertama kali. Tentang hari di mana angin membawa daun dan bunga yang berguguran, berterbangan mengikuti arusnya. Juga, hari di mana angin membawaku untuk menyapanya yang tengah berdiri seorang diri, menatap ponselnya dengan gusar di depan gedung agensi.








***








"Hai, kok belum pulang? Kan latihannya udah selesai." sapaku ketika aku telah sampai di sisinya.

"Eh, belum kak." sepertinya suaraku yang muncul secara tiba-tiba sedikit membuatnya terkejut.

"Nungguin apa? Udah tengah malem gini."

"Nghh, itu, anu..." dia terlihat tengah menimang jawaban yang tepat untuk pertanyaanku.

"Itu... kayaknya saya mau nginep di practice room aja kak. Hehe." dia menggaruk tengkuknya yang bahkan sepertinya tidak gatal sama sekali.

"Loh? Kenapa? Kalo gitu gue temenin, deh." bagaimana bisa aku membiarkan pemuda kecil ini menginap seorang diri di practice room, basement.

"Eh, gak usah kak. Itu, sebenernya saya mau pulang, tapi kayaknya udah gak ada bus sama kereta, dan lagi, kayaknya uang saya gak cukup buat naik taxi." lirihnya dengan kepalanya yang tertunduk lesu, namun masih dapat kulihat senyum canggungnya.

Kurogoh saku belakang celanaku, dengan tujuan mengambil sebuah benda berbentuk persegi berwarna hitam, lebih tepatnya mengambil beberapa lembar isi di dalam dompet milikku.

"Pake uang gue aja. Gapapa." kusodorkan beberapa lembar uang kepadanya. Sekali lagi, bagaimana bisa aku membiarkan pemuda kecil ini tinggal di sini, di gedung ini, seorang diri.

Pemuda kecil yang bagiku seperti magnet, membuatku terus mencuri pandang padanya sejak awal kehadirannya di practice room pada sore hari itu.

Pemuda kecil dengan lesung manis di pipi kirinya, membuat senyumannya lebih indah dari suasana musim gugur kala itu.

Mata bulan sabitnya yang terbentuk ketika senyumnya merekah, menjadikan hangat suasana yang berangin. Atau mungkin, hanya hatiku saja yang merasakan kehangatannya?








**









"Selamat sore, kak. Perkenalkan, nama saya Yang Jungwon." pemuda kecil itu bernama Yang Jungwon, memperkenalkan dirinya seraya membungkuk di hadapan aku dan teman-teman trainee lain. Tidak lupa dengan senyumnya yang merekah, membuatku ikut mengembangkan senyumku karena keindahannya. Cantik. Manis. Itu kata hatiku.

"Nama saya Jung Baram." itu suara pemuda di sampingnya, yang menurut tebakanku, mungkin saja dia teman pemuda kecil itu.

"Kami berdua trainee baru di sini, mohon bantuannya, kak." pemuda kecil itu kembali membungkukkan badannya di hadapan kami, hal yang sama juga dilakukan teman di sampingnya.

"Salam kenal Jungwon, Baram, semoga betah ya!" ucapan selamat datang dari teman-teman trainee lama mengawali latihan rutin di sore hari itu. Sore hari yang biasanya begitu penat, setelah menghabiskan waktu seharian penuh di ruangan dengan bangku yang berjajar rapi dan buku-buku yang tergeletak manis di atas meja-meja. Sore hari yang biasanya berlalu dengan hal yang begitu-begitu saja.

Kala itu, sore hariku sedikit berbeda, tidak monoton seperti biasanya, penat yang biasanya singgah dalam diriku pun saat itu sama sekali tidak mampir berkunjung.

Aku mulai menggerakkan badanku setelah alunan musik indah menyapa indera pendengaranku. Cermin raksasa khas ruang latihan untuk para dancer yang terpasang di kedua sisi ruangan, membuat pantulan seisi ruangan beserta para trainee terlihat begitu jelas. Termasuk pantulan sosok pemuda kecil yang menarik perhatianku sedari awal kemunculannya, Yang Jungwon.

Nama yang indah, seindah sosoknya yang begitu manis dan bagaikan taman bunga di dalam hatiku. Aku terkekeh geli akan kalimat yang barusan terlintas di pikiranku, hingga tak sadar ternyata dia tengah memperhatikanku yang juga tengah memperhatikannya sedari tadi lewat pantulan cermin. Canggung yang kurasakan. Rautnya menunjukan kebingungan. Mungkin dia bingung, kenapa orang aneh ini terkekeh geli saat memperhatikannya. Kesan pertama yang sangat aneh, bukan?

Kuakhiri kecanggungan ini dengan tersenyum ramah ke arahnya, tentu saja, tetap melalui pantulan cermin di ruangan itu.

Detik demi detik berlalu, tidak terhitung berapa kali banyaknya aku mencuri pandang padanya. Beberapa kali juga, aku kembali ketahuan olehnya karena tengah memperhatikannya, dan pada saat itu juga, dirinya bahkan tersenyum manis dan membungkukan badannya sebagai responnya padaku.

Layaknya magnet, bukan hanya senyum manis dan cerahnya yang mampu menggetarkan rasaku, kerja keras dan kegigihannya juga menarik hatiku untuk terus memperhatikannya. Namun, karena kerja keras dan kegigihannya dalam mempelajari choreo dance yang begitu sulit, dirinya harus berakhir kebingungan berdiri seorang diri di depan gedung agensi kami, gusar memikirkan bagaimana cara dia pulang, sedangkan waktu sudah menunjukkan tengah malam dan uang yang ia bawa bahkan tidak cukup untuknya menggunakan taxi.









*








Kini, pemuda kecil yang sempat kebingungan itu tengah duduk di hadapanku. Pemuda kecil yang dulu sempat memanggilku dengan sebutan 'taxi fee hyung', kini tengah menikmati ramen buatan Kak Heeseung dengan lahapnya. Sesekali melemparkan candaan pada teman-teman lainnya. Iya. Akhirnya, aku dan pemuda kecil bernama Yang Jungwon, debut bersama dalam satu grup. Dan bahkan, kini kami tinggal bersama dalam satu dorm.
















Jay's Note:

Yang Jungwon, terima kasih, telah datang padaku bersama dengan angin yang membawa indah guguran dedaunan dan bunga-bunga kala itu. Terima kasih, telah hadir dalam kehidupanku. Mulai sejak itu, aku pikir, rasa cintaku terhadap musim gugur semakin kian bertambah, karenamu, Yang Jungwon.

—tbc

"Kak Jay!" || JAYWONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang