Season 2 - Prolog

3K 298 21
                                    

Dalam sunyi terdengar suara.

Memanggilnya dengan nama asing.

Begitu sendu penuh merindu.

Namun tanpa daya, dia hanya bisa menunggu.

Destiny Season II - The Birth of Love

PROLOG

------

Riana menyunggingkan senyum seraya tangannya menyentuh cangkir yang menghangat diterpa suhu kopi yang baru saja diantarkan oleh pelayan beberapa saat yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Riana menyunggingkan senyum seraya tangannya menyentuh cangkir yang menghangat diterpa suhu kopi yang baru saja diantarkan oleh pelayan beberapa saat yang lalu. Tatapannya mengarah ke jendela yang menampilkan pemandangan hujan yang membasahi jalanan ibukota lalu kembali dia termenung ketika merasakan sensasi nyaman yang tiba-tiba saja menelusup.

"Chef, restoran akan buka lima belas menit lagi."

Seorang wanita tinggi semampai mengintruksikannya untuk segera menyudahi istirahat siang. Hal ini sontak saja membuat Riana terkejut karena lamunannya pecah secara tiba-tiba.

"Aku akan ke dapur ketika pintu masuk terbuka," ucap Riana yang langsung diangguki oleh wanita yang menegurnya barusan.

Wanita itu tampak tidak terlalu menekan Riana untuk langsung ke dapur. Bahkan dia memilih untuk kembali ke pekerjaannya daripada berurusan lebih jauh dengan Riana.

Tentunya semua pekerja yang bekerja di sini mengetahui jika Riana tidak suka dibantah. Jadi daripada mengambil resiko surat pengunduran diri tertata manis di kotak surat rumah, lebih baik mereka berprilaku seperti biasa.

Kembali pada Riana, salah satu chef terkenal di Indonesia yang berita bangunnya dari koma langsung menggegerkan masyarakat luas.

Gadis itu tanpa baru saja menghabiskan kopi hitamnya. Tanpa diduga Riana memilih keluar dari restoran, menuju ke arah tepi jalan yang tengah dihujani oleh tetesan air dari langit.

Bibirnya kembali menyunggingkan senyum ketika tubuhnya mulai basah. Rasa dingin yang menusuk kulit dia biarkan tanpa risih sama sekali.

Sejak kecil dia memang menyukai hujan, tetapi karena larangan dari orang tuanya dia tidak bisa bebas untuk menikmati rahmat Tuhan yang jatuh dari atas.

Hingga saat dia beranjak dewasa, tidak ada lagi yang dapat mengontrolnya.

Kini, di tiap waktu lenggang ketika hujan datang dia sering menikmatinya--- seperti sekarang.

"Kak, aku takut..."

"Jangan tinggalkan aku sendiri lagi."

"Kakak dimana?"

Di sela dia tengah menikmati hujan, suara asing seorang gadis kecil memenuhi otaknya. Sontak saja akibatnya, keseimbangan tubuh Riana limbung hingga dia berakhir tersungkur di atas tanah.

Suara itu datang lagi, batinnya.

Sejak bangun dari komanya dia sering kali dihampiri suara asing dari seorang gadis kecil dengan kalimat dan emosi yang bermacam-macam. Kadang senang, sedih ataupun kini yang lebih parah menangis.

Suara tangisan gadis kecil yang terus saja bersuara yang diiringi dengan tangisan pilu di dalam pikirannya bahkan membuatnya kini ingin berteriak.

Dalam keadaan seperti ini, mengapa suara sialan dari gadis itu muncul memenuhi pikiran Riana. Padahal Riana sedang menikmati waktu yang paling dia tunggu selama sebulan ini--- mengingat ibukota cukup jarang diterpa hujan.

Di tengah rasa kalutnya petir tiba-tiba saja terdengar.

Riana melebarkan kedua matanya diiringi dengan rasa ketakutan yang amat parah. Bahkan dia sendiri sudah tidak mempedulikan bahwa dirinya tengah menarik perhatian banyak orang.

"Alena gak mau sendiri."

"Alena gak mau sendiri," bisik Riana yang tanpa sadar mengikuti suara dari gadis kecil yang ada dalam pikirannya. Dia menunduk dalam saat tersadar dengan apa yang baru saja dia katakan.

Alena...

Nama gadis kecil yang ada dalam pikirannya bernama Alena.

Riana kemudian memutuskan memejamkan kedua matanya. Lebih fokus pada pikirannya yang dipenuhi dengan suara isak tangis gadis bernama Alena ini.

"Please, kalau lo arwah yang gak tenang. Gue mohon jangan masuk dalam pikiran gue, kalau bisa tolong balik ke dunia lo yang sebenarnya dan jangan ganggu kehidupan gue," mohon Riana dalam hati.

Namun beberapa kali Riana meminta, suara isak tangis itu tidak kunjung reda, malah semakin kencang.

"Kakak janji gak ninggalin Alena sendiri, tetapi kenapa kakak ingkar janji?"

Riana tersentak.

Kini suara yang dia dengar berubah menjadi suara dirinya sendiri dengan nada pilu yang sangat menyayat hati.

"Alena?"

Suara asing kembali terdengar di telinganya. Bukan dari pikirannya melainkan berasal dari seorang pria yang tengah memayungi tubuhnya yang basah kuyup.

Riana menegakkan wajahnya hingga dia dengan sempurna melihat tampang pria yang tengah melindunginya dari hujan.

Pria itu tampak terkejut melihat wajahnya hingga kemudian setelah beberapa detik terlewati, tanpa Riana duga payung yang dibawa pria itu jatuh di sisinya diikuti dengan sebuah pelukan hangat pada tubuhnya.

Saat itu pula Riana merasa bahwa jarum jam berhenti berdetak, waktu berhenti berjalan. Bahkan orang-orang yang berada di dekat mereka menghilang secara tiba-tiba.

Kini hanya ada dirinya dan pria asing yang tengah memeluknya sembari terus memanggil satu nama berulang kali.

Alena...

COMING SOON

COMING SOON

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang