Page 1.

525 42 7
                                    





✨✨



Duduk, diam, melamun. Yang saat ini Jihan lakukan. Setelah mendengar kabar dari sang ibu. Besok kakak keduanya akan kembali ke Indonesia setelah empat tahun menyelesaikan pendidikannya di New charlton,Greenwich/Inggris.kini reaksinya tak menentu. Gelisah? Ya tentu saja.

Bagaimana tidak? Sementara dia harus berhadapan lagi dengan lelaki yang seharusnya dia hindari. Walau lelaki itu merupakan kakak kandungnya. Tapi ketahuilah.. dia lelaki yang berbahaya bagi Jihan.

"Kenapa dia harus pulang sih?!"

Gerutu Jihan sambil mengacak rambutnya frustasi.

Alat lukis yang tadinya ia pegang, kini berpindah tempat di atas lantai. Jihan tak bisa membayangkan bagaimana kehidupan selanjutnya jika ia bertemu dengan lelaki itu nantinya.

Di rumah Jihan memiliki tiga orang Kaka. Semua laki-laki, dan hanya dirinyalah yang perempuan paling bungsu. Maka dari itu, tak jarang Jihan mendapatkan kasih sayang lebih dari kedua orang tuanya. Apalagi Omanya.

Brian Alexcia Valendro, Elang Arthadinata Valendro, dan terakhir Zian Ardhana Valendro. Ketiganya sangat dekat dengan Jihan. Namun kedekatan salah satu di antara mereka, membuat Jihan merasa tidak nyaman dan ingin melepaskan diri darinya.

"Jee.. hujannya udah redah, balik yuk!"

Seru Renatha, yang merupakan sahabat dari Jihan.

Gadis itu menepuk bahunya, sehingga Jihan mendongak.

"Ayok pulang, mo nginep lo di sini?"

Ulang Renatha. Di balas hanya tatapan kosong oleh Jihan.

"Kalian masih di sini?"

Rhandy, anak dari fakultas management yang masih termasuk sahabat Jihan juga ikut serta di sebelah gadis itu.

Asal tau saja, Rhandy itu bucin banget sama Jihan. Apapun yang Jihan minta akan dia beri, kapan pun Jihan butuh dia akan segera meluncur.

Makanya saat jam kuliah sudah berakhir, dia segera menuju ke ruangan Jihan dengan cepat. Yaahhh... Walau sudah keburu di selang Renatha duluan sih.

"Kalian pulang duluan aja deh, aku masih ingin di sini"

Lah?

Sontak, kedua orang tersebut mengerutkan dahi aneh. Lalu saling bertukar pandang.

Tidak seperti biasanya Jihan bicara begitu. Tambah lagi raut wajahnya yang murung.

Ada apa?

"Yakin, kita balik duluan?"

Tanya Renatha.

Jihan segera mengangguk. Sambil meraih alat lukisnya kembali. Berpura-pura ingin melanjutkan apa yang dia buat sejak awal.

"Jee... Di luar udah gak ada orang loh, masa kita mo ninggalin kamu sendirian di sini?"

Timpal Rhandy khawatir.

Namun tak ada respon sama sekali. Seolah Jihan tuli, ia terus menggerakan kuas di atas permukaan papan triplexnya.

"Bentar lagi udah mo Maghrib jee..."

Sambung Renatha.

Dan masih posisi yang sama, Jihan tetap tidak merespon apapun.

"Ya udah, aku di sini aja nemenin kamu yah?"

Ujar Rhandy yang langsung di soroti tatapan tajam dari Jihan. Nyali Rhandy menciut. Lelaki itu beringsut mundur.

"Aku bilang pulang, ya pulang!"

Bentak Jihan dengan tegas.


🔹🔹


Sementara di kediaman keluarga Valendro. Mereka tengah berkumpul di ruang makan. Hanya dentingan sendok yang saling beradu dengan piring, sampai waktunya mereka selesai makan malam.

Trak!

"Jee, apa momy sudah kasih tau ke kamu? Besok kak Elang pulang"

Herdian beralih pada puterinya setelah meneguk minumannya.

Kemudian Jihan mendongak. Membalas tatapan sang ayah.

"Ya, momy sudah bilang tadi siang"

Jawab Jihan ringan agar tak menimbulkan rasa curiga. Kerena dirinya lagi-lagi gelisah saat nama itu di sebut.

"Kalau gak ada jam kuliah, besok wajib ikut jemput dia di bandara ya?"

Apa?!

Jihan tergelak kaget.

"Harus juga dad?"

"Yap! Karena Elang yang minta seluruh keluarganya harus menyambut kedatangannya"

Erin tersenyum mendengar penuturan dari sang suami.

"Hahh... Dari dulu Elang gak pernah berubah yah, selalu minta di jemput kalau dari mana saja"

"Tentu, karena dia anak kesayangan momy"

"Ziaann..."

Mulut Zian segera mengatup ketika Erin menegurnya. Sementara Brian dan Omanya masih belum bergeming, tengah menyimak pembicaraan mereka.

Lain pula dengan Jihan yang masih di selimuti perasaan gelisah. Tiba-tiba ponselnya bergetar dalam saku. Ia segera meraihnya. Kemudian menatap layar ponsel tersebut.

Kedua alisnya menyatu saat membaca isi pesan. Hanya sekilas, Jika tidak berada di tengah-tengah keluarganya mungkin Jihan sudah membanting benda mahal itu.

Belum juga bertemu, hidupnya seperti terkekang kembali.


"Besok aku pulang, siapin diri kamu"




To be continue...

Posessive BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang