Page 4.

470 42 7
                                    





🍒



"aku gak mau tau, saat sarapan nanti kamu harus ada"





Grep!!

Kalimat biasa, namun menyiratkan ancaman bagi Jihan. Sebab Elang memang tak pernah main-main dengan ucapannya. Nafasnya terdengar pelan. Gadis itu terlihat betul-betul frustasi.

Dahinya menyentuh cermin. Memang tidak ada pilihan untuknya. Tangannya menggenggam erat.

Kesal? Tentunya.

Seperkian menit, gadis itu keluar dari kamarnya. Mengarah ke ruang makan dengan langkah gontai. Enggan bergabung dengan keluarganya.

"Lang, ini momy udah buatin sup jamur kesukaanmu loh. Masih panas ayo di makan"

"Duh, momy gimana sih.. anaknya bukan cuma bang Elang doang loh. Masih ada aku sama bang Brian"

Protes Zian karena iri.

"Hus... Momy kan setiap hari ketemu kamu. Sedangkan Abang kamu ini baru pulang dari Inggris. Harus sepesial dong suguhannya"

Tanggap Erin.

"Halah, apaan sih. Aku kan juga gak tiap hari ketemu momy kalo lagi dinas"

Balasnya lagi kemudian.

"Udah ah, kok malah debat gitu di meja makan. Zian.. nih kamu makan sandwich punya oma aja yah"

Sahut Andara menengahi.

"Nggak ah"

"Loh, kenapa? Ini kan buatan momy kamu juga"

"Gak spesial"

"Hah??!"

Mendengar sebuah percakapan mereka, tanpa sadar Jihan mengulas senyum. Seakan dia ingin lupa saja apa yang telah terjadi antara dirinya dengan kakak keduanya. Langkahnya terus maju hingga hampir mendekati ruang makan.

"Mom, Jihan masih di kamarnya?"

Ah!

Tapi dalam sekejap terhenti karena suara Elang yang menanyakan keberadaannya.

Tidak!

Tumitnya mundur kembali. Tubuhnya memutar arah, kali ini ia mengurungkan niatnya untuk sarapan bersama. Dia justru berniat ingin pergi dari sana.

"Jihan!"

Dan niat itu gagal oleh suara sang momy. Gadis itu menoleh, tak lupa dengan senyum manis yang selalu menghiasi wajahnya ketika bertemu Erin.

"Momy?"

"Mau ke mana nak? Kok buru-buru sekali, gak sarapan dulu sayang?"

Erin berjalan mendekati anak gadisnya.

Eh...

Terlihat gugup, Jihan hanya bisa menautkan kedua jemarinya. Hal tersebut membuat Erin mengernyit.

"Jee?"

Menelisik, wanita itu menyentuh dagu puterinya.

"Kamu kok kelihatan gugup? Kenapa nak?"

Ujarnya pelan.

"Ah.. itu ..."

Mata Jihan melirik, meski mereka yang ada di meja makan telah fokus padanya. Tapi Jihan lebih ngeri lagi dengan tatapan intens dari sang kakak keduanya, Elang. Lirikannya segera beralih. Perasaannya kian gugup.

Posessive BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang