1.Dika dan undangan
Ketika hati dan pikiran bertolak belakang
Setiap orang pernah berkata belajarlah dari kesalahan, ada juga yang berkata adakalanya kita menoleh ke belakang untuk memperbaiki masa depan. Dan dari semua itu, kutekadkan dari hati yang paling dalam untuk menyudahi masa lalu dengan menutup hati. Kata orang jangan jadikan seseorang untuk melupakan kenangan. Yahh, memang benar sih. Ketika kita menggunakan orang baru untuk melupakan kenangan, itu salah besar. Bagaimana bisa, kita lemparin masalah ke orang lain.
Oke skip dulu, kejadian ini berlangsung 9 bulan yang lalu. Lama kan? Memang lama bener. Dikampus ataupun tongkrongan, sudah biasa aku dipanggil Rana si gagal move on. 9 bulan yang lalu, Kak Dika memutus hubungan denganku. Bahkan, Kak Dika juga memutus semua hubungan di sosial media. Pada awalnya aku biasa aja, namun semakin bertambahnya hari, setiap langkah kemana pun aku pergi, bayangan Kak Dika selalu muncul di pikiranku. Bagaimana tidak? Dua setengah tahun pacaran bukanlah hal yang cepat. Memang, dari jaman aku SMA, Kak Dika memberikan pengalaman baru dan dampak postif kepadaku. Mulai dari mencintai alam dan mencintai diri sendiri. Astagah, alay kan?memang alay.
Hidup dengan badan gemuk,pipi cubby selalu mebuat diri iri dengan yang lain. Tiap malam bullying dari penggemar Kak Dika di sosial media selalu menghantuiku. Mulai dari kata,
"Dika pinter banget pasangannya oon banget"
"ya tuhan apakah Dika punya dosa besar dengan adanya Rana"
"please lo rubah body lo"
"yaampun Dik, dikampus masih banyak cewek cakep"
Tiap bangun pagi untuk pergi sekolah rasanya malas. Ujung-ujungnya disekolah di bully lagi, terus Kak Dika datang buat jemput aku dan nge-yakinin aku, bahwa aku cantik. Eh sekarang diputusin. Dari pengalaman aku belajar bahwa sebelum mencintai orang lain, cintai diri sendiri. Okey nggak?
Semakin bertambahnya hari aku semakin kurus, mungkin evek putus dari Kak Dika. Its okay lah jika putus dari Kak Dika membuatku terjauh dari lemak-lemak. Bisa cari buaya lah, lagian aku punya wajah gak jelek banget lah. Astaghfirullah, skip lah ya.
"woe, jadinya lo pesen apa?" teriakan seseorang membuat buyar lamunanku. Dia Shella Martha Anuarga, temanku dari kecil.
"ish lo buyarin lamunan gue, Shella" ucapku sebal.
Sementara Shella tak mendengarkan dan melanjutkan pergi untuk memesan makananku. Mungkin di samain kali pesanan ku. Tak lama, Shella datang dan menarik kursi di depanku.
"lo," tunjuk jari telunjuknya didepanku. "pesenannya gue samain" lanjutnya datar dan duduk di depanku. Kulihat Shella mulai merogoh tas slempang yang tergeletak di meja, dilanjut dengan membuka ponsel softcase abu-abu. Sekitar 10 menitan lah, dia meneriaki namaku dengan lantang "NA"
"astaghfirullah mulut dajjal, lo bisa gak sih, suara di kecilin dikit" ucapku bersamaan dengan pesananku yang datang. Lalu aku menoleh ke pengunjung kave yang lain dan berkata, "maapin teman saya yah pak, bu, mas, mbak" sementara itu pengunjung lain tersenyum, lalu melanjutkan kegiatannya.
"na serius, Kak Dika 3 hari lagi nikah"
"yaudah lah lo datengin" segera ku santap pesananku demi menutupi rasa kalutku.
Sementara Shella menatapku melotot, lalu berkata "NA, kok lo gak heboh sih?" ucapnya kesal.
"yah ngapain to heboh, tandanya dia bukan jodohnya Rana, Shella" perkataan dan hatiku bertolak belakang, yang sebenarnya terjadi saat ini adalah "astagah kak, lo bener-bener. Jangan buat gue jadi pelakor"
"yaudah deh, dihabisin Na. Hari ini gratis buat ganjal hati lo yang lagi dengki sama mantan" cibirnya lalu mengunyah camilan yang dipesan.
Shella sering mentraktirku makanan, membelikan baju, bahkan Bunda Mella -ibu dari Shella-, sering mengirim beberapa lauk-pauk ke rumah. Hal ini membuat diri ini sungkan.
"jujur deh na, gue ngelihat ada raut sedih di muka lo yang jelek" Shella berkata setelah menghentikan aktivitasnya.
Aku menghela nafas berat "kalau lo tanya gue sedih, jelas gue sedih. But this is just the past She, sekalipun gue gagalin tuh acara, tetep aja gue hanya masa lalu Kak Dika. Toh dia udah cinta"
Ku lihat Shella mengetikkan sesuatu di ponselnya. "serius na, ini omongan lo gue catet. Bener-bener dah hari ini otak lo encer"
"dasar lo, udah ah lanjut makan"
Tepat pukul 10 malam aku sampai di rumah di sambut oleh Kak Reyhan yang sedang bersandar didepan pintu dengan sapu lantai ditangannya.
"Renjana. Jam berapa sekarang?" ucap Kak Reyhan dengan menunjuk jam tangan yang kukenakan dengan sapu ditangannya.
Aku menghela napas kembali, "jam 10 Kak, tadi itu nongkrong sama teman kampus ngomongin tugas. Terus di calling sama Shella, dia baru aja pulang dari makasar"
"oh okelah silahkan masuk, udah kakak masakin" mendengar ucapan Kak Reyhan, seketika mataku berbinar.
"Alhamdulillah ya allah, nih perut walaupun makan tetep laper" aku menyelonong masuk menuju dapur.
Kulihat didapur ada beberapa masakan, ada sayur kangkung, ikan goreng, ayam geprek. Astaghfirullah kalau gini, bisa-bisa besok harus ekstra olahraga biar nggak gemuk lagi.
"udah Na, jangan dilihatin. Buruan dimakan, gak usah takut gemuk" ucap Kak Reyhan, lalu duduk disampingku. "nggak usah khawatir nggak ada jodoh, toh kalau ada yang cinta sama kamu pasti cintanya nggak pandang fisik dong. Mungkin? Hehe" Ucap Kak Rey di akhiri kekehan.
"kakak ngomongin apasih, tauk ah Rana makan" aku segera menyantap makanan yang dimasak kakakku. Kak Rey memang jago masalah dapur sejak 10 tahun hidup di pesantren. Memang kakakku lulusan pesantren dan dia memutuskan berhenti mondok sekitar satu tahun yang lalu setelah mendengar kabar buruk, bahwa kedua orangtuaku dinyatakan meninggal di tempat saat kecelakaan mobil sewaktu megunjungi pesantren Kak Rey. Hal ini, membuat Kak Rey merasa bersalah. Padahal memang ini garis hidup yang ditakdirkan tuhan. Berarti tuhan lebih sayang sama ayah dan ibu. Saat ini Kak Rey bekerja sebagai guru agama di salah satu SMA terdekat dengan rumahku. Ditambah, Kak Reyhan juga harus mengurus perusahaan yang dikelolah ayah.
"habis makan, sikat gigi terus tidur. Kakak mau keluar dulu ada beberapa hal penting yang harus kakak omongin sama teman kakak. Nggak lama kok, kamu berani kan sendiri dirumah?" tutur nya panjang kali lebar. Memang Kak Reyhan sangat sayang padaku, Kak Reyhan menjadi peran ayah dan ibu dalam hidupku. Jika kalian bertanya mengapa kami tidak hidup dengan sepupu kami? memang kami tidak mau, toh jika bisa urus masalah sendiri ngapain gantungin orang lain. Itu pesan ibu padaku dan kakak sewaktu kita bertengkar dulu.
"Rana tuh udah besar. Sana pergi, Rana mau lanjut makan" ucapku kembali, lalu menyantap makananku kembali.
"assalamualaikum Rana" ucap kak Reyhan sambil berjalan keluar dengan sarung hitam dan sedikit motif batik coklat, ditambah kaos hitam tanpa kerah dan hoodie coklat yang menggantung dilengannya.
"waalaikumsalam"
Kak Reyhan selalu memperhatikanku, bahkan dari kuku yang udah panjang. Bahkan tanggal aku datang bulan pun Kak Reyhan tau. Dari kecil aku memang hidup serba mandiri. Untuk mendapatkan sesuatu yang aku inginkan, aku harus membuat satu kebaikan. Ibu memang the best lah.
Setelah makan aku segera mencuci tanganku dan menuju kamarku. Namun saat hendak membuka pintu kamar, gedoran keras yang ku duga dari pintu depan mengagetkanku. Bulu kudukku merinding, namun ceklekk..
Yoyoyo apa yang terjadi sama Rana nih. Maaf ini cerita pertama, so kalau ada typo atau cerita yang terlalu monoton, kalian keluarin unek-unek di hati kalian okayyyy.
Jangan lupa vote and commant.
Support Rana&Karsa
KAMU SEDANG MEMBACA
Rana dan Karsa
Teen FictionLangit dan Bumi, dua alam yang jauh.Tak mungkin tergapai, seperti kamu dan aku. Terpisah oleh alam dan kenangan.