2. Untung atau buntung
Setelah berdiskusi dengan perut, mendengar ketukan pintu di depan membuat hati sangat kalut. Ditambah lagi berita meninggalnya perempuan karena dibunuh tamu malam hari, membuat diri sangat jeri.
Mengambil sapu adalah teman untuk menyambut tamu malam ini. Langkahku tak goyah berjalan guna menghampiri si dalang. Namun sedetik dua detik aku mengintip dari setengah gorden yang terbuka, lelaki tinggi dengan ponsel di telinga kanan membuat hati sedikit lega.
Siapa lagi kalau bukan Liam, tetangga samping rumah sekaligus sahabat dari umur belita. Pintu kubuka dengan kasar. Sapu di tangan kanan rasanya ingin bergerak menyentuh badannya dengan keras.
"bisa chat dulu gak sih?" Bentakku tepat di telinga kirinya. Sementara Liam dengan cepat menurunkan ponsel miliknya.
"Shuttt" Jari telunjuk di depan mulutnya membuatku paham bahwa diam adalah utusan. Kembali lagi Liam mengangkat ponsel yang sempat Liam turunkan.
5 menit berlalu dengan keheningan, sudah dari kecil kata 'menunggu' bukanlah pilihanku. Kembali aku langkahkan kaki menuju dalam, namun terhenti dengan tahanan tangan Liam.
"We, sini bentaran Na" dengan malas aku duduk di kursi kayu depan rumah. Sementara Liam hanya berdiri di depanku dan mengamati wajahku.
"Kalau ada scene buat ketemu teman lama, lo mau?" Tawarnya sambil memberikan kotak hitam dengan tali merah yang menjadikan tampilan sedikit lebih mewah.
Aku hanya menghela nafas lalu berdiri dihadapannya "to the point deh" rajukku kesal.
"Tanggal 4, jam berapa ya? bentar gue lupa" dasar pria tak ada pendirian. Dengan cepat Liam menscroll ponselnya. "Ah ketemu, jam 7 malam" ucapnya lantang.
"Dimana, sama siapa?" Ucapku lalu meraih kotak hitam tersebut.
"Di jalan kendedes, No. 19. Lo tau kan?" Pastinya dengan muka sedikit sedih.
Aku menganggukkan kepala mantap, "ini gang depan rumah nenek bukan sih?" Disini yang aku maksud adalah nenek dari Liam.
"Heem, gue anter deh Na. Takut lo nyasar. Ikhlas lahir batin deh"
"Ada apa sih ini? lo gak ada niatan aneh-aneh kan. Ini kalau bukan suruhan lo gue gak mau? Terus kenapa raut muka lo sedih banget" cercahku kesal.
"Lo harus cantik banget intinya. Lo gak boleh ada jerawat muncul, make up-nya harus bikin pangling"
Aku hanya menyengir "lo tau gue jelek, gimana caranya bisa cantik"
"Lo gak sadar sih, udah intinya itu. Gue balik wassalam"
"Wa'alaikumussalam" kubuka kotak tersebut sambil melangkah kedalam rumah. Pintu telah kukunci kembali.
Sesampai di kamar, aku benar-benar takjub dengan isi kotak tersebut. Gamis peach dengan sedikit pernak-pernik di bagian depan membuat tampilan terlihat mewah. Tak lupa pashmina abu-abu tersaji disampingnya.
"Serius" satu kata mengungkapkan keheranan serta ketakjubanku.
🌼🌼🌼
KAMU SEDANG MEMBACA
Rana dan Karsa
Teen FictionLangit dan Bumi, dua alam yang jauh.Tak mungkin tergapai, seperti kamu dan aku. Terpisah oleh alam dan kenangan.