HAPPY READING•••
Gadis berseragam putih abu-abu yang melekat pada tubuhnya itu menduduki halte guna menunggu angkutan bus di tengah gelapnya awan siang ini.
Satu minggu sudah berlalu ia jalani di Jakarta. Keadaan mulai membaik sejak ia pindah. Dan ia harap akan selalu begitu.
Hembusan angin yang berderu kencang dapat mengangkut sampah-sampah plastik di jalanan hingga berterbangan mengikuti arus angin.
Dengan dihimbaui kerisauan Gadis bername tag Elvaretta Chamberlin itu menatap cemas sekitar. Hampir setengah jam ia menunggu taksi di sana, namun tak ada satupun yang lewat. Jika saja ponselnya tidak lowbet mungkin ia sudah memesan ojol tanpa menunggu hal yang tidak pasti seperti saat ini.
Awan gelap sudah menyelimuti panasnya matahari siang, suara petir juga sudah berbunyi beberapa kali hingga dapat di pastikan hujan sebentar lagi turun. Mungkin itu yang membuat jalanan sepi.
Dirasa benar-benar tidak ada harapan lagi gadis berambut gerai itu, dengan berat hati memutuskan untuk berdiri dan berjalan meninggalkan halte.
"Mending-mending ada temen, kalo jalan sendiri gini kan ngeri." gumannya berdegik ngeri menatap jalanan sekitar yang begitu sepi.
Jika saja sepupu perempuan Elva tidak meninggalkannya pulang bersama sang pacar, mungkin Elva tidak akan bernasib seperti ini.
Baru beberapa menit berjalan dengan tiba-tiba dan tanpa aba-aba air hujan yang begitu deras menguyur sebagian ibu kota. Perpaduan antara air hujan yang membasahi aspal menimbulkan suara white noise yang begitu jelas di telinga Elva.
Tidak peduli dengan badannya yang sudah basah kuyup gadis berparas cantik itu tetap melanjutkan langkahnya tanpa banyak berkeluh. Sejak awal ia memang sudah menduga hal ini akan terjadi.
Dengan tangan kanan yang menutupi wajah, ia berjalan santai seolah tak terjadi apa-apa. Ia tak perlu khawatir akan bukunya yang basah sebab tas biru muda miliknya sudah anti air.
Sorot lampu mobil dari belakang menyinari tubuh mungilnya sehingga ia dapat melihat bayangannya sendiri di aspal. Elva sudah tidak mempedulikan itu walaupun itu taksi. Toh, percuma juga Elva sudah terlanjur basah kuyup.
Perasaan Elva berubah menjadi was-was kala menyadari mobil bermerk Hardtop FJ40 itu berhenti di samping kanan tubuhnya.
Elva yang sudah sadar mobil tersebut bukan taksi, segera mempercepat langkah. Di beberapa film yang pernah ia tonton kebanyakan mobil tersebut digunakan oleh para penculik atau orang-orang jahat.
Dan benar saja. Dengan gerakan cepat seorang laki-laki bertubuh besar keluar dari mobil tersebut, membekap dan membopong Elva masuk kedalam mobil. Kejadian itu secepat angin. Meninggalakan kepanikan berkepanjangan bagi Elva yang tidak pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya.
Entah apa yang terjadi setelahnya, sampai pada akhirnya gadis berdasi abu-abu itu menerjapkan mata beberapa kali setelah kesadarannya mulai kembali. Kini ia dikejutkan dengan kaki dan tangannya yang diikat disebuah kursi dengan erat, seolah tidak ada celah untuk membuat tali tersebut lepas.
Mata beningnya menelisik kesetiap sudut ruangan yang sedang ia tempati. Lantai keramik yang dipenuhi jejak kaki, sudut-sudut tembok yang sudah disarangi laba-laba, dan beberapa meja kursi disekitar yang sudah berdebu. Tempat ini terasa begitu asing bagi diri Elva.
"Gue pikir udah mati ternyata masih bangun juga." ucap seorang lelaki seumuran Elva dengan kedua tangan yang dimasukan kedalam saku celana.
Elva menatap tak asing cowok itu. Sepertinya ia pernah melihat cowok ini di SMA Laksana, ia yakin itu. Setelah menyadari hal tersebut Elva kembali menatap cowok itu berani. "Apa yang lo mau?" tanya Elva tanpa basa-basi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELVARETTA
Teen FictionElvaretta Chamberlin gadis dengan segala latar belakang yang berantakan hingga menyebabkan dirinya memiliki banyak perubahan. Begitu banyak alasan yang membuatnya menjadi murid baru di SMA Laksana. Niat berpindah sekolah untuk mencari ketenangan ma...