- Firasat dan prediksi bukankah keduanya hampir mirip? Terkadang kedua kosa kata itu terasa rancu antara logika dan perasaan. Bisakah keduanya dilebur menjadi satu?-
Kantor wakil direktur Zero Organization
09.15 A.M
Kim Jisoo berdiam diri sejak sepuluh menit yang lalu, semenjak kalimat tentang kematian keluar begitu saja dari mulut Kim Taekhwan. Badan Jisoo seolah menegang di sofa empuk di ruangan ini.
Percaya atau tidak Kim Taekhwan bukan tanpa alasan bisa mendirikan organisasi ini hampir dua puluh tahun. Prediksinya jarang meleset. Bahkan semuanya terselip diantara kata 'hati-hati perasaanku tidak enak untuk misi kali ini'. Yang bahkan dianggap angin lalu.Kim Jisoo masih membatu hampir satu menit lamanya, entah apa yang dipikirkannya. Membuat kecakapannya tentang sebuah reaksi reflek selama pelatihan ataupun tugas lapangan mendadak menjadi diragukan. Kata-kata Kim Taekwan beberapa menit yang lalu berputar - putar di kepalanya, bahkan jauh lebih sulit dari menghadapi berbagai hasil interogasi singkat dengan para buruannya.
"Adikku Kim Seokjin, nama yang sama seperti yang tertulis di notes kecilmu."
"Iya agen Kim yang luar biasa tampan, kuno, seksi, dan menggairahkan adalah adik kandungku. Jadi, bagaimana keputusanmu nona Kim?".
"Kau tidak takut mati kan? Atau kau sudah tahu jika kau tidak akan keluar hidup-hidup dari misi ini?"
Kim Taekhwan memandang penuh harap dan juga keprihatinan pada sosok perempuan yang kini sudah beranjak menjadi wanita tangguh, berbeda sekali dari tiga belas tahun yang lalu.
Dua belas tahun usia Kim Jisoo saat pertama kali ia bertemu dengan gadis itu, ia ingat dengan jelas bagaimana gadis remaja itu sampai di vila keluarganya. Semua terekam dengan baik di CCTV di depan pintu vilanya.
Gadis itu datang tepat tengah malam jauh dari kata baik-baik saja dibalik punggung Kim Seokjin. Adiknya saat itu memang berencana menyusul keluarganya bersama kakak perempuannya sepulang dari bandara mengantar kedua orang tuanya.
CCTV merekam dengan jelas bagaimana kecemasan terpancar dari kedua mata adiknya. Darah yang menutupi hampir sebagian wajah Seokjin tidak mampu menutupi gurat kesedihannya.
Bahkan dirinya ingat benar bagaimana teriakkan adiknya serta umpatan yang dilayangkan kepadanya. Sedikit menyesal dia datang terlambat.
Flashback tiga belas tahun lalu.
"Hyung!!!"
"Hyung!!"
"YAK!! KIM TAEKHWAN!! Buka pintunya bangsat!!".
Seokjin saat itu hanya bisa berteriak panik, di sini adalah villa yang memang sangat privasi bahkan keluarganya menolak adanya pelayan ataupun penjaga. Ini memang diperuntukkan untuk keluarganya saat liburan musim panas. Ada dua vila di daerah puncak. Tapi jaraknya hampir tiga puluh menit dengan mobil. Kakaknya awalnya ingin membeli Villa di seberang sana. Tapi sayang, kalah cepat.
"Hei..buka matamu!! Kau harus tetap hidup!! Yakk!! Aish sial!!" Seokjin terlihat menghubungi Taekhwan berkali-kali lewat ponselnya namun nihil serta sesekali menjaga kondisi gadis muda itu agar tetap sadar.
Beberapa kali Seokjin menengok antara ingin beranjak meninggalkan tempat itu, ia sudah memastikan jika orang-orang aneh itu tidak membuntutinya. Seokjin ingin membiarkan gadis yang hampir tertutup warna merah pekat di sekujur tubuhnya sendirian. Ia yakin jika Villa ini aman. Lagipula pasti Kakak iparnya setelah ini datang, mengingat dia berkirim pesan satu jam yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
You will be mine!
FanfictionPernah mendengar bahwa pertemuan seremeh apa pun mampu merubah orang lain? Keduanya sama-sama cerdas, tangguh, elit dan tentunya rupawan. Di saat kau dibanggakan karena mampu menyelesaikan misi dengan sempurna maka dia juga. Di saat kau sanggup mene...