Preface

935 143 35
                                    

Jika ada yang bertanya apa arti kata brengsek maka Lara akan dengan sangat percaya diri menunjuk teman yang duduk di depannya, Sagar. Lelaki itu jelas bukan hanya sekedar buaya di penangkaran dia lebih dari itu, bahkan Lara yakin jika ada kontes buaya paling hebat maka Sagar akan menjadi pemenangnya. Lihat saja betapa multitasking Sagar ketika membalas dua gadis yang sedang ia coba dekati padahal setahunya Saka mempunyai pacar.

“Lo nggak pernah salah manggil nama gitu, Gar?” tanya Lara membuat Sagar berhenti menunduk.

“Nggak, lo lupa gue punya ingatan photografis?”

“Tuhan pasti nyesel udah ngasih lo ingatan kayak gitu ke manusia brengsek buat lo.” Sagar tertawa mengejek.

“Tuhan nggak punya penyesalan, Ra, semuanya udah Dia kalkulasiin dan mungkin Dia juga tahu gue bakal kayak gini.”

Lara sungguh tak mengerti dengan Sagar, entah lelaki itu tak punya hati atau memang hatinya tak berguna.

“Serah buaya ngomong apa.” Sagar terkekeh pada satu-satunya teman dekatnya itu.

“Ah Terry video call.” Sagar menunjukkan layar ponselnya kepada Lara, meskipun begitu pantang hukumnya bagi Sagar untuk panik apalagi menyuruh Lara pergi agar tak dicurigai oleh salah satu gebetannya, Sagar tak akan melakukan hal itu. Dia adalah buaya profesional.

“Halo,” sapa Sagar dengan senyum paling manis yang selalu sukses membuat Lara ingin muntah.

Halo, kamu lagi di luar?” tanya Terry dan Sagar mengangguk dengan wajah tertuju pada Terry. Begitulah Sagar, jika dia mulai jurus modusnya dia bertingkah seolah dunia ini tertuju pada gebetannya hingga sulit bagi gebetannya untuk tak terbawa perasaan ketika dipandang seperti itu.

“Iya, lagi kafe deket tempat kerja aku  Di sini tiramisunya enak, kapan-kapan kalo kamu sempet coba deh ke sini. Kamu suka tiramisu kan?” Ingatan fotografis Sagar sangat membantu lelaki itu mengingat sedikit detail tentang targetnya.

Iya, ntar pulang dari RS aku ke sana. Kamu sendiri di sana?” tanya Terry dan dengan percaya diri Sagar mengalihkan kameranya menjadi kamera belakang memperlihatkan Lara yang tengah minum lemonade.

Ah sama pacar kamu?” Terry terdengar lesu dan Sagar tertawa kecil merasa menang karena kailnya sudah disambut sang ikan.

“Ra, lo dibilang pacar gue.” Lara tak berkata apa pun, tapi dari mata Lara, Terry bisa menangkap bahaa gadis itu bukan jenis yang menyukai Sagar.

“Dia teman aku dari jaman kuliah.”

Kamu suka sama dia?” tanya Terry lemah, gadis itu tentu sedang gambling dengan pertanyaannya.

“As a friend yes. Tapi, kalo kamu mikir lebih dari itu nggak. Aku suka sama cewek lain.”

Oh ya?” Sagar mengangguk.

“Kami ketemu di depan ATM Mandiri, aku masih inget waktu itu dia pakai seragam perawat ditutup jaket naik motor Scoopy merah, dia juga bawa bungkusan isinya martabak buat mamanya. Terus abis itu ketemu lagi di PIM dia pakai rok pendek dan kaos putih sama sweater ungu. Dia cantik banget.”

Lara tak perlu bertanya siapa yang dideskripsikan oleh Sagar, ia tahu bahwa itu ditujukan untuk Terry. Bahkan Lara bertaruh dalam kurang dari sepuluh menit mereka akan berkencan.

Sekitar lima menit akhirnya Sagar selesai dengan acara telponnya dengan Terry dan kini kembali beralih kepada Lara yang melihatnya dengan jengah.

"Jumlah pacar lo sekarang berapa?" tanya Lara.

"Baru empat tambah satu jadi lima," jawab Sagar yang kemudian mematikan ponselnya dan menaruhnya secara asal di meja.

"Lo kenapa?" tanya Sagar. Lelaki itu sangat paham bahwa ketika Lara mengajaknya bertemu maka ada hal yang ingin diceritakan.

White LotusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang