Keenan tak pernah berbohong kepada Biru ketika dia mengatakan bahwa ia sudah mengenal Lara. Namun, selama setahun itu hanya Keenan yang mengenal Lara, Lara sama sekali tak mengenal Keenan.
Semua itu berawal dari pertemuan singkat mereka di cafe cutie, kala itu Keenan melihat Lara yang duduk sendiri tanpa Sagar ataupun Biru. Gadis itu tak banyak tingkah, hanya minum dan tampak menunggu seseorang datang.
"Berhenti melihatnya." Liam menyuruh Keenan berhenti melihat Lara yang memang sejak awal menjadi fokus Keenan karena kecantikannya.
"Aku hanya mengagumi ciptaan Tuhan."
"Terserah kau saja, tapi lihatlah dia sudah punya kekasih." Liam menunjuk ke arah lelaki yang kini duduk di depan Lara.
"Kita pindah duduk. Aku ingin mendengar mereka." Liam berdecak tak percaya, temannya ini sedikit aneh. Tak biasanya Keenan tertarik pada masalah orang lain, tapi tak urung dia mengikuti Keenan. Sekarang mereka ada pada jarak di mana Keenan bisa mendengar semuanya.
"Udah nunggu lama?"
"Iya, 14 menit." Dari nada bicara yang Lara keluarkan Keenan bisa merasakan kekesalan dalam wajah tenang penuh senyum Lara.
"Maaf." Lara hanya mengesap minumannya, ia seolah tak begitu peduli dengan permintaan maaf dari kekasihnya itu.
"Soal yang kita omongin kemarin. Kamu masih ambil keputusan itu?" Senyum yang Lara berikan tampak begitu menyedihkan bagi Keenan.
"Iya."
"Ra, aku nggak bisa nunggu lama. Nggak ada jaminan kalau Biru selesai kuliah semester ini. Kita udah nunda ini setahunan." Lara mengangguk, memang sulit meminta Gibran terus menunggu.
"Kita udah lama, apa nunggu sebentar lagi kamu nggak bisa?"
"Bukannya aku nggak bisa, tapi kamu tau sendiri keluarga aku gimana." Lara menghela napas, dia tahu bahwa dalam pernikahan selalu ada keluarga yang ikut campur.
"Oke kalau kamu mau nikah ayo. Tapi, kamu jelas tau aku nggak bisa ngasih seratus persen aku buat kamu. Aku anak pertama, ayah aku udah nggak ada, ibu cuma ngandelin pensiunan dan adik aku masih kuliah. Aku satu-satunya yang bisa menyangga hidup mereka." Lara menggigit pipinya agak resah dengan apa yang akan diucapkan oleh Gibran.
"Do you really love me?" Pertanyaan bodoh dari Gibran membuat Lara kalut, bagaimana bisa lelaki itu membicarakan cinta di saat mereka mendiskusikan masa depan.
"I do. I do love you."
"Terus apa masalahnya? Ketika kita menikah itu antara kamu sama aku. Aku lepas keluarga aku buat hidup sama kamu begitupun dengan kamu."
"Kamu nggak paham! Aku anak pertama Gibran! Keluarga aku tanggung jawab aku, cuma karena aku mau nikah aku nggak bisa ninggalin mereka gitu aja. If you love me, you should love my family."
"Aku nggak bilang aku benci sama keluarga kamu. Aku juga bisa biayain keluarga kamu, sekolahin Biru. Cuma kalo kita nikah aku prioritas kamu." Tak ada yang salah dengan ucapan Gibran memang harusnya seperti itu, tapi itu semua terdengar begitu menyinggung Lara.
"Kamu baru aja nginjek harga diri aku."
"Harga diri apa sih Ra?" Gibran frustasi dengan ucapan Lara, gadis itu tak mengerti betapa ia sangat ingin menikahi Lara.
"Kamu pikir masalahnya cuma uang?"
"Apalagi?"
"Kamu!" Gibran benar-benar tak mengerti dengan maksud Lara.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Lotus
RomantikKetika berusia 8 tahun, Lara berharap dia bisa bertemu dengan pangeran yang memboyongnya ke sebuah istana penuh emas dan membangun keluarga kecil yang bahagia. Di usia 18 tahun, Lara mengganti impiannya, ia ingin mempunyai suami yang mencintainya da...