Priority

349 101 24
                                    

Keenan mengusak rambutnya beberapa kali membuat si tampan berkacamata akhirnya menguatkan niat untuk menanyakan mengapa rekan kerjanya itu tiba-tiba menjadi gusar. Keenan yang Edwin ingat adalah lelaki paling tenang.

"Ken, mau nyebat bentar?" tawar Edward.

"Kayaknya aku memang butuh rokok." Keenan mengikuti Edwin ke rooftop untuk sekedar merokok.

"Something happen waktu kamu ketemu cewek incaran kamu itu?" tanya Edwin sambil menyodorkan rokok pada Keenan dan membantu lelaki itu menyalakan rokoknya.

"Iya." Keenan membuat cincin-cincin asap di udara sambil mengingat Lara kemarin.

"Kemarin kami ke nikahan mantannya. She looks fine nggak kelihatan sakit ataupun mau ngerebut penganten laki-lakinya." Edwin masih diam, jika Keenan bercerita seperti itu bukankah artinya tak ada masalah antara keduanya?

"Semua kelihatan baik-baik saja. Aku sama dia jalan habis nganterin mama sama adiknya pulang. Tapi, ternyata itu awalnya." Keenan berhenti sejenak untuk sekedar menghisap tembakau.

"Dia minta maaf sama aku dan bilang hubungan kayak gini nggak seharusnya dilanjut."

"Kenapa?" Edwin sedikit penasaran.

"Ya kamu tau sendiri gimana aku sama dia mulai hubungan ini. Dia bilang itu nggak adil buat aku yang terpaksa pacaran sama dia." Keenan tertawa miris kemudian kembali mencemari udara dengan cincin-cincin asap.

"Terus kamu mau ikutin dia?" Keenan menggeleng.

"Aku bilang aku nggak masalah. Dan bujuk dia buat nyoba hubungan ini. Aku serius. Dan akhirnya dia mau." Jika hasilnya seperti itu bukan berarti tak ada masalah antara keduanya?

"Lalu, masalahnya di mana?"

"Aku nanya lelaki yang seperti apa yang dia suka. Kamu tau kan win, aku harus fit ke kriteria dia buat bisa sampai ke hatinya." Edwin sudah mengendus permasalahan di sini.

"Ada kriteria yang nggak bisa kamu lakuin?" tanya Edwin dan Keenan mengangguk membenarkan.

"Seaneh apa kriterianya?" tanya Edwin. Ia tahu bahwa Keenan adalah jenis manusia yang bekerja keras dan dia jenis manusia ambisius yang melakukan segalanya demi tujuannya.

"Nggak aneh. Tapi, dia bilang dia nggak suka sama cowok yang lebih muda dari dia. And i am five fucking years younger than her." Edwin bisa melihat sinar kekecewaan di wajah Keenan. Ia tahu itu adalah sesuatu yang tak bisa diubah oleh Keenan. Lelaki itu memang lebih muda dari Lara.

"Terus?"

"I lied to her. Dan itu juga berarti aku nggak sesuai sama kriteria dia yang lain. I am so fucking mess up. I love her, aku nggak mau bohong sama dia. Tapi, aku takut dia pergi."

Edwin menghela napas, ia tak memiliki kata-kata mutiara yang bisa ia berikan kepada Keenan. Ia tak bisa menenangkan karena ia juga tak tahu bagaimana Lara.

"Kamu nggak bisa bohong sama dia selamanya."

"I know. Sekali dia tahu aku bohong dia bakal benci sama aku dan bakal susah bikin dia suka sama aku. Apa lagi ada Sagar."

"Siapa Sagar?" tanya Edwin.

"Her BFF."

"Yang sering kita lihat di kafe?" Keenan mengangguk.

"Dia nggak kelihatan suka sama Lara." Keenan menggeleng.

"Dia suka sama Lara. Aku beruntung dia pengecut dan aku harap dia bakal terus jadi pengecut."

White LotusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang