Pagi telah menyambut Weldyon dari tidurnya. Senyumnya masih mengembang di bibir merahnya. Membuat semua wanita yang melihatnya ingin segera melumatnya.
Weldyon pergi menuju ruang makan. Terlihat Safir sudah melahap makanan yang ada di meja makan. Tak mau kehabisan, Weldyon segera menyantap sarapannya.
"Wel..." safir menggumam. Weldyon tak menggubrisnya. Karna ia benci seseorang mengganggu makannya sekalipun itu Safir, sahabatnya.
"Aku tau kau tak suka diganggu saat makan. Tapi ini sangat penting." Weldyon menghentikan makannya. Dia melihat Safir serius.
"Apa?" Masih dengan tatapan dinginnya.
"Cathriona, putri dari ratu viona dan raja william sudah sampai disini." Weldyon masih menatapa Safir. Menunggu kata-kata Safir selesai.
"Tubuhnya lemah. Mungkin dia lelah setelah berjam-jam berenang."
"Dimana dia?"
"Di kamarnya."
Weldyon tidak melanjutkan sarapannya. Ia bergegas pergi meninggalkan Safir yang sedang tersenyum.
Tak lama, Weldyon telah sampai di kamar Cath. Memang kamar itu dibuat khusus untuk Cath semenjak ada ramalan bahwa Cath akan menyelamatkan bangsa Atlantis.
Weldyon membuka pintunya dengan pelan-pelan. Terlihat seorang wanita sedang tidur di ranjang dengan rambut coklatnya yang terurai. Wajahnya tak terlihat karena ia membelakangi Weldyon.
Weldyon terus mendekati Cath hingga terlihatlah wajah yang cantik, putih, mulus tak ada satupun luka diwajahnya. Matanya menutup dan itu membuat Cath sangat cantik. Persis seperti ibunya. Batin Weldyon. Dan entah mengapa tangannya sudah mengelus rambut coklatnya. Namun tiba-tiba Cath terbangun. Lalu "aaaaaaaaa!!!!" Cath menjerit. Weldyon yang kaget reflek memeluk Cath. Tapi Cath malah makin menjerit.
Lalu Safir datang. Dia kaget melihat Weldyon yang sedang memeluk Cath dan Cath yang masih berteriak.
"Wel...." weldyon kaget dan langsung melepaskan pelukannya. Cath terlihat ketakutan. Napasnya memburu.
"Maaf. Aku kira kau ketakutan." Weldyon malu namun tetap menampilkan wajah yang dingin.
"Ya! Aku ketakutan! Aku takut melihat kau tiba-tiba disini!" Cath sedikit berteriak.
"Sudahlah. Keluar Wel!" Perintah Safir. Sebenarnya Weldyon kesal karna Safir mengusirnya. Namun ada benarnya, iya harus pergi meninggalkan Cath.
*****
Cath pergi ke taman bunga setelah makan. Dia perlu hiburan. Namun keadaan Safir cukup menghiburnya. Safir berumur sekitar 23 tahun. Itu berarti beda 6 tahun dengannya. Membuat nyaman. Namun hanya sebatas sahabat.
Saat Cath sedang menikmati keindahan bunga, tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. Saat ia menoleh, terlihatlah seorang lelaki yang ya tampan sih, namun ia tidak suka dengan lelaki ini.
"Ada keperluan apa lelaki mesum sepertimu menemuiku?" Kata Cath sinis. Terlihat lelaki itu membelalakan matanya.
"Apa katamu? Mesum?" Jawab lelaki itu tak kalah sinis.
"Iya mesum!" Cath menatap mata lelaki itu. Oh god! Matanya biru. Membuat hatinya berdesir.
"Aku hanya mau membantumu." Raut muka pria itu sudah normal kembali. Dingin.
"Baru mengenalku kau sudah berani memelukku?"
"Aku hanya mau menenangkanmu." Pria itu tersenyum. Wow! Senyumnya melelehkan Cath.
"Yasudahlah terserah." Cath meneruskan kegiatan menyiram bunganya. Kalau terus-terusan menatap matanya, bisa-bisa membuat ia gila.
"Aku mau minta maaf. Mungkin tindakanku salah."
"Memang salah!"
"Yasudah maafkan aku." Cath menatap matanya. Melihat sorot matanya. Oh god! Itu membuatnya tenang.
"Tak semudah itu." Pria itu mengernyit. "Kau harus mengajakku jalan-jalan. Dan menjelaskanku tentang semua yang ada di Atlantis."
Pria itu tersenyum. "Baiklah."
"Eh tapi siapa namamu? Aku kan belum tahu." Cath mengernyitkan dahinya. Ya, memang. Dia belum tahu siapa nama pria ini.
"Aku Weldyon Reisvian. Panggil saja Wel." Lagi lagi pria itu tersenyum. Ternyata dia Weldyon. Dan tepat sekali. Cath akan dilatihnya untuk melawan para penyihir itu.
"Ok, Wel dan namaku...."
"Cathriona Ewlyra James." Pria itu tersenyum lalu menarik tangan Cath.
*****
Jangan lupa vote&comment ya!
Salam sayang, Novi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atlantis
FantasyAku baru tahu jika orang tuaku yang hidup bersamaku selama 17 tahun ini bukan orang tua kandungku. Mereka menemukanku di pantai dengan secarik kertas putih. Dan saat kebenaran terkuak, aku bukan berasal dari Indonesia. Tapi aku berasal dari.... Atla...