Belanda (II)

868 53 13
                                    

Safir POV

Aku dan seluruh pengisi di benteng Romendam sudah menempati istana lagi. Sihir yang melindungi keadaan di benteng Romendam semakin hari semakin melemah. Maka dari itu ku putuskan untuk pindah kembali ke istana.

Sudah 4 hari Wel dan Cath meninggalkan Atlantis. Namun belum ada tanda-tanda mereka akan kembali. Sebenarnya aku khawatir. Kekuatan Elliot akan semakin kuat ketika di darat. Apalagi aku tak bisa memantau mereka di daratan. Globenia tidak berfungsi.

Semakin hari Atlantis semakin memburuk. Banyak pemberontakan yang terjadi. Rakyat atlantis meminta pertanggung jawaban dari pemerintah. Mereka meminta kami untuk membalas perbuatan penyihir-penyihir tidak bertanggung jawab. Namun tanpa Cath dan Wel aku yakin tak bisa menang. Bukannya optimis, namun kekuatan mereka benar-benar dibutuhkan disini.

***

Cath POV

Aku terbangun di taman yang sangat luas. Bunga-bunga dengan indahnya bermekaran. Udaranyapun sangat sejuk. Burung-burung menari kesana kemari.

Saat aku sedang menghirup bunga melati, tiba-tiba ada yang menepuk pundakku. Aku menoleh ke arah yang menepuk pundakku itu. Ternyata ibuku.

"Ibu!" Lalu kamipun berpelukan. "Ibu kemana saja? Kenapa akhir-akhir ini ibu tidak pernah datang ke mimpiku?"

"Maaf sayang, kondisi ayah semakin memburuk. Kau harus cepat kembali ke atlantis. Cepat bawa bunga tulip itu." Ibu diam sejenak. "Atlantis sedang terancam bahaya saat ini."

"Benarkah?"

"Ya. Ketika kau terbangun, kau harus kembali ke Belanda."

"Tapi bagaimana tiket pesawatnya bu?"

"Pakailah kekuatan teleportasimu."

"Aku tidak bisa bu."

"Pegang kalungmu dan katakan tujuanmu."

Tiba-tiba ibu menghilang. Bunga-bunga menjadi layu. Burung-burung berjatuhan, mati. Aku menjerit, menangis.

Seorang nenek berambut panjang menghampiriku. "Siapa kau?!"

"Kau akan segera mati cath! Hahahahaha" dan gelap.

***

Wel POV

Sudah 5 jam tapi Cath belum bangun juga. Aku semakin khawatir. Sebenarnya aku takut. Bagaimana jika Cath marah padaku?

Disebelahku-Mama Vero,papa Finnegan, dan Aline- sama khawatirnya denganku. Apalagi melihat kondisi Cath yang buruk. Mukanya pucat. Keringat membanjiri badan Cath.

"Cath, bangunlah. Maafkan aku." Aku membelai rambut Cath, mengusap pipi Cath, lalu mencium keningnya singkat.

"Sudahlah, kita biarkan Cath istirahat dulu. Kita juga perlu istirahat." Usul Finnegan. Vero dan Aline mengangguk. Ya, sepertinya memang begitu. Mereka perlu istirahat.

"Baiklah. Kalian istirahat saja. Biar aku yang menjaga Cath disini."

"Tidak Wel. Kau juga perlu istirahat." Vero memegang pundakku.

"Tidak Ma, aku harus menemani Cath."

"Yasudah, terserah kau saja."

Saat mereka hendak keluar, tiba-tiba Cath terbangun. Reflek mereka mendekat kembali.

"Cath sayang, akhirnya kau bangun." Vero memeluk Cath. Tubuh Cath sudah basah dibanjiri keringat.

Cath menatap ke keseliling kamar. Menatap kami satu persatu. Papa, mama, Aline, lalu aku. Aku langsun memeluknya. Begitupun Aline.

AtlantisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang