𝐘𝐎𝐎𝐍𝐌𝐈𝐍 𝐅𝐀𝐍𝐅𝐈𝐂𝐓𝐈𝐎𝐍
"Aku kehilanganmu, bahkan saat kau ada disini. Kau tidaklah nyata ..."
Terlalu banyak kenangan yang mereka ciptakan, disetiap menit dan detiknya. Pahit manis mereka lalui bersama, hingga kesalahan yang tak terdug...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
• • •
Yoongi terengah-engah, dan menjatuhkan dirinya ke sisi ranjang. Disulutnya kembali sebatang rokok dengan korek api yang selalu berada didalam saku celana miliknya. Pakaian berceceran dilantai, seorang wanita dengan penuh luka cambuk juga terlihat merapatkan tubuhnya dengan mata sayu kedalam pelukan Yoongi.
Bau yang benar-benar menusuk hidung, menyeruak didalam ruangan. Berasal dari sisa cairan kental putih yang mengotori spray kasur tempatnya berbaring.
"Tuan, bagaimana jika kita melakukannya sekali lagi?"
"Kau membuatku benar-benar gila,"
Yoongi hanya diam. Mendengus kala tangan wanita tersebut kembali menyentuh dengan sensual area selatan miliknya. Ia membuang putung rokok yang tersisa sebagian, ke sembarang arah.
Ditindihnya kembali, dan membisikkan sesuatu tepat ditelinganya. "Stay in your line, whore ..."
Yoongi kembali bangkit dan memakai seluruh pakainya. Meninggalkan wanita tersebut dengan muka memerah padam hingga ke telinga. Ia membuka pintu ruangan remang tersebut, dan menuju salah satu meja bar yang telah ramai oleh para jalang yang minim pakaian.
"Menyingkir." ucapnya penuh penekanan, dan mendorong seorang diantara wanita tersebut tanpa memberikan ekspresi sekalipun.
"Hyung, sudah puas bermain?"
"Tidak. dia bukan pemain yang hebat." Diteguknya satu gelas vodka diatas meja.
"Wow, tapi dia adalah sebuah rekomendasi pemilik bar, ternyata dia bukan seleramu ya?"
"Hm, Terlalu membosankan."
Rekannya hanya mengangguk. Ia berdiri dari duduknya dan sedikit merapikan setelan jas yang ia pakai. Meninggalkan selembar uang tip disana, dan melangkahkan kakinya keluar. Disusul oleh Yoongi.
Seorang pria, membungkuk sopan pada mereka berdua. Tak berani barang menatap matanya, siluetnya terlalu menuntut dan gelap. Membukakan pintu mobil perlahan, secara hormat, dan menutupnya kala mereka berdua telah memposisikan dirinya senyaman mungkin.
"Markas."
Singkat dan jelas. Sang pengemudi pun mengerti apa yang dimaksud oleh tuannya, dan mulai menancapkan gas mobil menuju sebuah jalan setapak yang hanya cukup dilalui satu kendaraan dalam sekali melintas. Terletak di penghujung kota yang tentunya belum pernah terjamah oleh siapapun. Cahaya rembulan dan lampu mobil, hanyalah satu-satunya penerangan diantara hutan belantara ini.
Terlihat sebuah bangunan menjulang dengan ketiga lantainya yang berhiaskan marmer hitam, sangat menyesakkan dan mengintimidasi siapapun yang berada didalam sana.