6. Dari Detak Perasaan

2 0 0
                                    

Sebab manusia sulit sekali berkata bahwa iya memiliki rasa dan lebih nyaman menyimpan ketimbang mengungkapkan-- barang kali sudah namun kerap sekali terabaikan sebab-sebab banyak hal --Rev

**

Dulu aku yang kerap sekali bungkan tak menyangkah bahwa sesuatu yang di simpan di dada terlalu lama dapat menjadikannya sesak berkepanjangan, namun saat ingin mengungkapkan jangan berfikir untuk menerima bahwa iya juga harus memiliki perasaan yang sama dan harus sama membalas rasamu. Sungguh itu pemikiran yang tidak boleh ada dikepala apalagi mempengaruhi isi hati

Jika ingin kau ungkapkan ya ungkap saja, jika jawabannya tak sesuai inginmu maka jangan mencoba mencari-cari alasan agar dia mau menerimamu.

"Perasaan manusia mana bisa diatur oleh manusia itu sendiri atau manusia lain." Tegas Silvia kepada Deren yang sedari dulu iya mengetahui bahwa sosok laki-laki ini memiliki perasaan terhadapnya.

"Jadi tak ada kesempatan buatku, atau suatu saat nanti jika kau putus dengannya?"

"Aku tak tau bagaimana perasaanku kepadanya akan bertambah atau malah berkurang atau bisa jadi bertahan hingga nanti. Dan aku juga tak tau bisa jadi beberapa tahun lagi aku bisa mencintaimu."

"Kau tak bisa berikan aku jawaban yang pasti?"

"Tidak bisa, ini soal perasaan dan orang yang sudah lama bersamaku. Setiap detak yang bergetar di hati tak bisa kita atur sesuai ingin kita."

"Baiklah aku mengerti, tapi jika suatu hari nanti kau membutuhkan aku. Maka datanglah kepadaku."

"Tidak! Aku tak ingin menjanjikan sesuatu atau di janjikan seperti inginmu. Aku tak ingin suatu kebohongan membuat kau tenang, dan membuatku gelisah."

"Aku hanya ingin melakukan yang terbaik untukmu, untuk aku. Itu saja! Ya sudah mari makan, ku kira ini akan menjadi makan malam romantis kita haha. Ternyata aku yang terlalu berharap."

"Maaf, sungguh. Aku tak tau ini akan mengacaukanmu."

"Tak apa. Tapi kau sudah menolak menejer perusahaanmu. Hahaha." Sambil tertawa lepas.

"Kamu bisa aja, inikan lagi diluar. Kalau diluar kau itu sahabatku."

"Sahabat. Hmmm. Benar sekali kita bersahabat sudah amat lama. Baiklah."

"Ayo habiskan."

"Kau si banyak sekali memesan makanan."

"Hahaha. Kau taukan aku ingin berlama-lama bercengkrama santai denganmu."

"Haha. Benar juga ya, kalau tidak seperti ini kita tidak bisa berbicara dengan nyaman."

"Sayangnya soal perasaan, kita tak sama." Sambil tertawa kecil.

"Hahaha, kau bisa saja. Tapi mengapa kau tak mencoba menjalin hubungan dengan Jessy? Dia kan sudah lama menyukaimu."

"Apakah aku harus mencoba dengannya?"

"Dari dulu dia tulus mencintaimu, bertahun-tahun kebelakang coba kau pikir. Jessy selalu mengikutimu kemanapun kau pergi dan dia bisa menyamai kualitas setiap perusahaan yang kau masuki dan berada di urutan yang bagus, seperti saat ini menjadi sekertaris Direktur."

"Aku tak pernah memperhatikannya. Memang dia cantik si."

"Ayolah, coba saja. Barangkali kalian cocok dalam hal ini."

"Nanti saya pikirkan dulu. Untuk jatuh cinta kembali itu tak muda, memiliki detak rasabdari perasaan tersebut terkadang tak bisa dibuat-buat."

"Baiklah. Dalam hal ini kita sama. Haha." Keduanya tertawa lepas.

***

Aku sering berfikir tentang takdir yang mengapa mempertemukan orang-orang seperti Deren yang menjadi sahabat masa kecilku dan Arka menjadi kekasihku saat ini. Serta banyak orang yang aku cintai, banyak hal yang ingin aku ceritakan kepada Arka tapi sepertinya dia sedang sibuk dengan tugas-tugasnya dan pastinya susah signal.

Aku memandangi telefon genggamku dan mengurungkan niat untuk menelfonnya dan meninggalkan pesan, "Gimana kabarnya beberapa hari ini, sehat bukan? Lancarkah? Atau ada masalah? Beberapa waktu lalu kamu pernah berkata tentang sahabat kecilku itu. Iya kamu benar dia mengungkapkannya, aku turut senang banyak yang menyayangiku. Jadi kapan pulang? Aku merindukanmu, sungguh!"

Silvia bergegas tidur dan meletakkan telfon genggamnya di sudut meja, dan sudah tak mendengar dering dari nomor telfon tak dikenal menelfonya sebanyak 3x.

Suara itu sudah tak terdengar lagi, Silvia yang sudah tertidur lelap dengan lampu tidur dan musik penghantar tidurnya.

**

Yang (tak) Pernah TersampaikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang