Mobil yang dikendarai oleh Felix meninggalkan perkotaan, menyusuri jalanan pedesaan yang diapit oleh lahan pertanian. Setelah perjalanan panjang, keduanya kini singgah di Distrik 9. Pandangan Jason mengarah ke luar, berpikir ke mana lagi mereka akan melarikan diri setelah ini. Dan setelah terdiam cukup lama, Jason menginginkan kata-kata untuk menghibur hatinya.
"Lahan pertanian dan peternakan, kenapa aku berpikir bahwa kau akan mengasingkan aku ke tempat yang kumuh sekarang?"
Tak ada jawaban, Felix tetap mengemudi dengan tenang meski garis wajahnya tak menunjukkan bahwa dia adalah orang yang tengah bersantai. Tak mendapatkan jawaban, Jason lantas memandang sang lawan bicara.
"Hey, Bung. Aku sedang berbicara denganmu, kau berpikir aku sedang berbicara dengan angin?"
Felix kemudian menyahut dengan acuh seperti biasa. "Kau baru saja memakan roti terakhir yang kita beli, jika kau lapar maka tidurlah."
Sempat tertegun, seulas senyum tak percaya lantas terlihat di wajah Jason. "Kau pikir aku bayi yang akan merengek ketika sedang kelaparan?"
"Pikirkan sesuka hatimu."
Sudut bibir Jason tersungging. Memalingkan wajahnya, Jason tertawa ringan dengan suara yang sangat pelan.
Pria bermata sipit itu bergumam, "kau semakin menyebalkan dari hari ke hari. Akan lebih baik jika aku bisa mengutukmu menjadi batu." Jason kemudian berucap dengan lantang, "kau mendengarnya, Tuan Alexander Lim?"
Jason tersentak ketika Felix tiba-tiba menghentikan mobil. Dia berpikir bahwa Felix marah karena ucapannya.
"Ada apa? Kenapa berhenti tiba-tiba?"
"Itu nama ayahku." Felix memandang Jason.
Dahi Jason mengernyit. "Lalu kenapa? Dia memberikan namanya untuk nama belakangmu."
"Sembunyikan wajahmu." Felix segera meraih topi miliknya dan memakainya.
Hal itu membuat pandangan Jason mengarah ke depan dan menemukan fakta bahwa Felix menghentikan mobil bukan karena marah terhadap candaannya. Melainkan karena terdapat segerombol domba yang tengah menyeberang jalan. Dan di belakang gerombolan domba itu terdapat sang gembala.
Jason segera berpaling. Berpura-pura menggaruk keningnya guna menutupi wajahnya agar si pria gembala tak mengenali wajahnya.
Sang gembala meminta maaf menggunakan isyarat dan dibalas anggukan oleh Felix. Beruntung pria paruh baya itu tak mengenali keduanya.
Jason mencuri pandang. Mulutnya bergumam, "Bapa surgawi, bimbinglah domba-dombamu yang malang ini ke singgasanamu yang agung. Sucikan lah jiwa yang kotor ini dan tunjukkanlah pada kami, tanah surgawi yang Engkau huni."
Felix sekilas memandang. Jason mengatakan hal barusan bukan karena dia orang yang religius. Jason kerap melakukannya untuk menyindir Felix yang rutin datang ke Gereja di tempat persembunyian mereka sebelumnya.
"Tuhan terlalu sibuk untuk memperhatikan pendosa sepertimu," gumam Felix yang kemudian melajukan kembali mobilnya setelah tak ada lagi domba yang menghalangi jalan mereka.
Jason menatap sinis, menegakkan tubuhnya dan lantas mencibir. "Lihatlah siapa yang berbicara. Sesama pendosa, harusnya kita saling membagi dosa dengan sama rata. Tidak ada yang lebih baik di antara kita, ingat itu baik-baik."
Felix kembali mengabaikan Jason dan mengemudi dengan tenang ke tempat tujuan mereka saat ini. Namun bukan Jason Wilborgh jika ia bisa tenang dalam waktu yang lama. Merasa bosan, Jason kemudian menyenandungkan sebuah lagu dengan suara yang menyerupai suara lebah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BATTLE OF HEALER : CHAPTER II [JACK THE RIPPER]
Mystery / ThrillerEmpat tahun berlalu sejak wabah di Distrik 13 berakhir. Semua orang kembali hidup dengan normal tanpa ada lagi kekhawatiran ketika pergi ke luar rumah. Menghabiskan waktu luang untuk berkumpul bersama keluarga, begitupun dengan pemerintahan yang ber...