"Kalau jalan liat - liat dong!" ucap seorang gadis berambut pirang padaku.
"M-Maaf, Kak. Aku ngga sengaja," jawabku lirih. Siku untuk menahan tubuhku terlihat mengeluarkan beberapa tetes darah. Ya, ini bukan apa - apa bagiku.
"Maaf, maaf! Enak banget bilang gitu. Liat, nih! Rokku kotor!" tangkas gadis tadi.
"Iya, Kak. Maaf." jawabku lagi.
"Udah, sana! Kali ini aku maafin. Awas kalau nanti kamu nyenggol aku lagi!"
Gadis itu pergi melanjutkan perjalanannya. Entah dia akan kemana, aku pun tak memperdulikannya.
-------------------============------------------
"Baru juga disenggol segitu, udah lebay. Dasar manusia sampah" gumamku dalam hati.
Seperti drama bukan? Kejadian itu memang aku sengaja. Bukan karena apa - apa. Tentu saja aku kesal pada dirinya. Lihatlah cara dia berjalan. Lihatlah cara dia melambaikan tangannya pada setiap orang. Lihatlah cara dia tersenyum. Memikirkannya saja sudah membuatku ingin muntah.
Aku akan sedikit memperkenalkan gadis tadi. Bisa disebut dia primadona di sekolahan ini. Hmmmm... Mungkin tidak akan lama baginya.
"Hahahaha...." Aku tertawa dalam hati.
Dia Angelina, gadis keturunan Inggris - Indonesia membuatnya sangat mencolok. Bagaimana tidak? Dengan kulit putihnya, rambut pirang, serta kaki jenjang bebaur dengan orang - orang berkulit sawo matang dan bertubuh pendek.
Kuakui dia memang cantik. Rambutnya tergerai sampai punggung dan selalu memakai bandana merah hati. Aromanya semerbak, seakan-akan dia memakai parfum satu botol penuh saat berangkat.
"Huek" Isi perutku hampir keluar. Semenjijikkan itu dia di dalam pandanganku. Aku tak henti-hentinya menahan mual. Mungkin lebih baik aku berhenti menceritakan dia agar kalian juga tidak merasa jijik padanya.
Daripada mengurusinya yang membuatku semakin kesal, lebih baik aku kembali ke dalam kelas. Mungkin saja kekesalanku akan berkurang.
-------------------============------------------
"Heh, aneh! Kenapa kau tertawa cekikikan di dalam kelas? Dasar gila!" kata itu keluar dari mulut busuk orang yang ada di ruangan ini.
"Diam kau bajingan!" jawabku karena sudah sangat kesal.
"Apa kau bilang!? Dasar orang gila!" teriaknya sambil melayangkan tangannya ke arah pipiku.
Plakkk...
Tangan itu mendarat tepat di pipi kananku. Aku tak kuasa lagi menaha semua ini. Setelah semua rundungan yang aku terima selama tiga tahun, aku harus melawan.
"Aaaaaa...!!! Apa yang kau lakukan!"
Dia histeris. Setalah itu hanya erangan kesakitan yang keluar dari mulutnya. Tangannya mulai menutupi lubang yang ada di perutnya. Dengan wajah pucat pasi, dia berusaha berjalan ke luar kelas.
Seisi kelas hening. Mata mereka terus menatap ke arahku. Aku tidak menyukai hal itu. Memangnya apa yang ku perbuat? Tidak salah bukan? Aku hanya membalas apa yang dia lakukan.
"Apa yang kalian lihat?" ucapku sembari mengarahkan pisau yang berlumuran cairan merah kepada mereka.
Seisi kelas menjadi tidak karuan. Mereka menjerit histeris, berusaha menyelamatkan dirinya masing-masing. Senang rasanya melihat situasi seperti ini. Inilah yang aku ingin lihat dari dulu.
"Mungkin cukup untuk hari ini. Aku lelah."
Pisau yang ternoda itu ku bersihkan menggunakan kemeja putih yang melekat pada tubuhku. Ya, aku tidak begitu peduli sebenarnya dengan semua ini. Bagiku, apa yang kulakukan ini semata-mata hanya membalaskan apa yang seharusnya mereka terima.