Dua

2 0 1
                                    


Raihan. Rambutnya tersisir rapi. Tangannya menggemgam tanganku. Aku sedikit terkejut dengan perlakuannya. Mengapa dia menolongku? Mengapa tiba-tiba ada yang peduli denganku? Mungkinkah ini balasan dari Tuhan setelah kesabaranku benar-benar diuji? Semoga saja. Semoga.

"Loh, kok kamu diem aja?" ucapnya.

Mendengar suaranya yang lembut semakin membuat perasaanku tak karuan. Mungkin saja wajahku sudah semerah buah tomat saat ini. Aku tak menghiraukannya.

"Eh, iya. Ma-makasih udah nolongin." jawabku. Tak dapat dipungkiri, baru kali ini ada yang menolongku, apalagi orang ini tak ku kenal sama sekali.

"Kamu Amel, kan? Kelasku disebelah kelasmu. Boleh aku anterin?" tawarnya. Entah dia kerasukan apa.

"Ehm, engga apa-apa. Gausah nganterin aku, aku bisa jalan,kok" tolakku.

Mungkin ini yang terbaik dilakukan, walau hatiku sedikit menolak perbuatanku. Tapi otskku berfikir, mungkin akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan jika dia mengantarkanku sampai ke depan kelas.

"Gapapa, udah. Sini aku anterin." Dia tetap bersikeras mengantarkanku hingga ke depan kelas.

Aku memperhatikan orang-orang disekitarku saat aku melewati mereka. Tatap mereka heran dan sedikit wajah marah terlihat. Aku lebih khawatir lagi dengan reaksi teman-temnan sekelasku. Mungkin saja mereka mengenal pria yang bersamaku ini. Ah, bodohnya aku. Orang setampan ini memang mungkin sudah dikenal oleh orang satu sekolahan.

"Udah di sini aja, ini udah depan pintyu kelas" ucapku padanya. Tapi tak ada tanda dia membiarkanku melangkah sendiri.

"Aku anterin sampe tempat duduk kamu. Aku maksa loh" jawabnya. Aku terkejut. Mengapa dia sampai seramah ini padaku? Aku tidak serta-merta menerima seluruh perlakuannya. Mungkin saja dia memiliki niatan tersembunyi kepadaku. Mungkin saja bukan?

Teman sekelasku sedikit gaduh setelah melihatku digandeng menuju tempat dudukku. "Kok dia mau ya? Apa ga tau kalau si Amel itu udah gila" ucap seseorang yang agak jauh dari tempat aku duduk saat ini. Walau terdengar lirih, tapi aku masih mendengarnya. Setelah aku duduk, pria itu segera berpamitan denganku.

"Nah, kamu udah di kelas. Aku ke kelasku dulu ya." ucapnya dengan tersenyum yang sangat hangat. Dia pun keluar kelasku dan menuju ke kelasnya.

Tak ada yang menghapiriku hingga saat ini, mungkin mereka masih takut jika aku melakukan hal yang sama pada mereka lagi seperti beberapa bulan kemarin. Ya, ku dengan orang yang aku tusuk peruitrnya pindah sekolah sejak saat itu. Pihak sekolah pun menutup kejadian itu karena tidak ingin berurusan dengan polisi. 


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

It's MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang