(masih sambungan bab 1)

38 5 3
                                    

Esoknya, Megan menarik koper ke ruang makan. Seluruh mata memandangnya. Tak ada Tedd di sana. Ia tak pernah bertemu lagi dengan pria itu sejak membanting gelas di ruangan ini dan ia tak mau peduli. Megan menarik kursi, mengelus rambut Lucy di sampingnya.

“Kemarin aku menemui Dokter Rick.” Megan memandang mereka satu per satu, hanya Gunter dan Jhon yang sedang menatapnya antusias. Martha dan Grace seperti serius menikmati roti bakar mereka, tetapi Megan yakin telinga keduanya tegak dipasang. Lucy sibuk menjilati selai strawberry di rotinya.

“Kami membahas tes DNA. Grace benar, tes DNA bisa dilakukan pada kehamilan usia dua belas minggu, tapi prosedurnya invasif. Pengambilan sample darah janin berisiko terjadinya keguguran. Tentu saja aku tak ingin menanggung risiko tersebut, jadi aku memutuskan menunggu bayiku lahir. Lagi pula, prosedur ini boleh dilakukan untuk alasan screening curiga adanya kelainan, bukan untuk mengecek hal-hal seperti ini—mengecek siapa ayah biologisnya.” Suara Megan tercekat. Ia berusaha menahan matanya tak berembun saat mengucapkan tiga kata terakhir. “Karena itu, aku ingin menenangkan diri dahulu. Ingin menciptakan suasana tenang, sedangkan sekamar bersama suami yang tak mengakui bayinya, sungguh membuatku ingin mengiris nadi sendiri.”

“Kau tidak akan kembali ke rumahmu, kan?” tanya Gunter cemas.

Megan tersenyum menggeleng. “Aku tidak ingin mati di tangan Papi jika aku kembali. Aku telah membayar sewa untuk satu kamar apartemen mungil, masih area jantung Ibu Kota.”

“Aku harus menelepon Tedd ….”

“Tidak.” Megan cepat memegang tangan putih Gunter. “Kumohon, Pa, biarkan aku menenangkan diri.”

“Kalau begitu aku akan mengantarmu.”

“Pa ….”

“Ini bukan tawaran, Megan.” Gunter menghabiskan susunya, lalu berdiri. “Kau sarapanlah dahulu. Ibu hamil harus mengonsumsi banyak gizi.”

“Tadi di kamar aku sudah menghabiskan sebungkus roti.” Megan berdiri, mencium Lucy. “Kita tidak akan ketemu selama beberapa hari—mungkin beberapa bulan. Tetaplah menjadi anak menggemaskan, Lucy.”

“Mengapa Tante Megan ingin tinggal di apartemen?” Bocah berambut pirang itu memandangnya.

“Agar dekat dengan pekerjaan. Belakangan ini Tante mudah lelah, jarak dari rumah ke proyek lumayan jauh.” Megan melambai ke Lucy, lalu menyusul Gunter yang sudah berjalan ke garasi. Ia tak peduli tiga pasang mata lainnya tetap membungkam mulut.

Pagi itu udara Oktober sedang kelabu. Langit tampak redup dalam seminggu terakhir, tetapi hujan tak pernah turun sejak September berakhir. Megan pura-pura sibuk memainkan ponsel sepanjang jalan agar Gunter yang mengemudi santai tak melempar pertanyaan.

“Kalau Tedd bertanya tempat tinggalmu yang baru, apa yang harus kukatakan?”

Megan mendesah samar. Ia pikir Gunter akan diam menikmati kemacetan ringan di depan.

“Aku yakin ia tak akan menanyakannya.”

“Seandainya, Megan.”

“Papa tahu jawabannya, kan?”

Terdengar Gunter menarik napas dan membuangnya kasar. “Kalian masih ketemu di proyek?”

Megan menggeleng. “Sejak kejadian di ruang makan itu kami tak pernah ketemu. Dia yang menghindari pertemuan denganku.”

“Kuharap kau tidak berpikir dia sedang mendekati wanita lain.”

“Papa, please … aku sedang tak ingin membahasnya.” Sorot mata Megan memohon saat mata mereka bertemu. Ampuh. Gunter tak bicara lagi hingga mereka tiba di apartemen kelas menengah.

Megan membiarkan Gunter menarik kopernya, sedangkan kakinya menuju meja resepsionis. Setelah menggenggam kunci, ia menyusul Gunter yang sudah sampai di depan pintu lift.  Tak ada siapa pun di dalam lift, tetapi Gunter tetap mengunci mulut membuat Megan diam-diam menarik napas lega. Di lantai sembilan Megan mengajak Gunter keluar. Kamarnya berada di sisi kanan nomor tiga dari pintu lift.
Gunter langsung membuka tirai dan jendela kamar. Gedung-gedung pencakar langit tampak menatap pongah. Sinar sang surya menghangatkan ruangan. Gunter duduk di sofa samping ranjang.

“Kamar ini terlalu murah untuk seorang anak pengacara kondang Ibu Kota.”

Megan tersenyum mendengar ucapan itu. Ia yakin Gunter tidak sedang menyindirnya.

“Aku lebih suka kamar sederhana begini, Pa.”

“Itulah yang membuat Tedd sangat tergila-gila kepadamu, kau begitu sederhana. Oh, sorry ….”

Sorot mata Megan setajam kuku elang sehingga Gunter tak mampu melanjutkan bicaranya. Pria itu berdiri. “Aku akan pulang agar kau beristirahat. Satu hal yang perlu kau tahu, Nak. Tanganku selalu terbuka untuk membantumu, jadi jangan sungkan, ya.”

Megan memeluk Gunter haru. Tangan pria yang rambutnya mulai menipis itu menepuk-nepuk punggung Megan, mengalirkan kekuatan.

“Pakai saja mobilku, Pa,” kata Megan setelah merenggangkan pelukan.

“Lalu, kau akan naik taksi online ke mana-mana? No!” Gunter menggeleng dan berjalan ke pintu. Setelah membuka daun pintu, ia menoleh. “Mungkin kau tak ingin mendengarnya, tapi aku berani bertaruh, Tedd masih tergila-gila kepadamu, Megan. Dia cuma terlalu cemburu kepada Jhon.” Usai berkata begitu, Gunter menuju pintu lift.

“Akan kupesankan taksi online untukmu, Pa,” ujar Megan sebelum Gunter sampai di mulut lorong. Gunter mengangkat jempol tanpa menoleh.

Setelah memesan taksi untuk Gunter, Megan ke balkon kamar dan duduk di kursi malas. Kamar apartemen ini adalah milik temannya, seorang kontraktor senior seperti Gunter sehingga ia bisa memesan barang apa saja yang dibutuhkan selama menghuni di sini. Selain kursi malas, Megan juga memesan sofa khusus untuk menonton televisi jika bosan rebahan di tempat tidur. Selain itu juga ia memesan meja dan kursi untuk kerja. Karena sibuk, Megan tak sempat bertemu dengan temannya. Mereka berkomunikasi melalui Telegram dan panggilan video di WhatsApp. Temannya memberi tahu kunci kamar telah dititipkan di resepsionis.

Megan melirik Gucci, baru pukul 09.00. Sinar matahari masih bagus untuk kesehatan. Ia memejamkan mata menikmati Minggu indahnya. Namun, sial! Ucapan Gunter di pintu tadi tiba-tiba menggema. Otak telah menyalakan alarm, tetapi ia benci dengan hatinya yang justru berdebar hangat.

“… Tedd masih tergila-gila kepadamu, Megan ….”

***

Summer KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang