Title : Triangle
Author : coffeelover98
Status : Part 2-4
Pairing : Shinichi K. x Shiho M.
Admin : Sherry
-------------------------------
Shiho menarik ujung dasi dan mengaturnya supaya lebih rapi."Aku benci memakai dasi, Miyano."
Shiho tersenyum kecil.
"Ini hari pentingmu, toh kau cuma memakainya seharian saja, Kudo-kun."
"Aku ingin hari ini cepat selesai."
"Oh, jadi pengantin baru bisa langsung berbulan madu?"
Godaan Shiho selalu berhasil membuat pipi Shinichi memerah. Walau dia sudah jarang merasakan panasnya pipi ketika bersama Ran, tapi entah kenapa—gadis di depannya ini selalu berhasil membuat hatinya berdebar dengan kata-katanya yang penuh sarkas.
"Kau akan tetap disini bukan?" tanya Shinichi. Sedikit cemas.
"Aku akan bersama Hakase dan yang lainnya di depan." Alunan suara Shiho berhasil menenangkan debaran jantung Shinichi. Dia tak yakin, penyebabnya karena tegang atau gadis ini.
"Thanks, Miyano."
"Wah, aku baru teringat kalau kau masih berhutang padaku tas Fusae limited edition yang terbaru."
Shinichi menatapnya sebal.
"Sekarang bukan saat yang tepat, Miyano."
Shiho tertawa kecil dan tatapan mereka bertemu kembali. Jemari Shinichi menangkap tangan Shiho yang masih berada di dadanya.
"Kau tau… Miyano…," gumamnya tanpa sadar.
"Hm.. Apa?" Hanya itu yang diucapkan Shiho.
Suara teriakan anak kecil memecah kesunyian, mereka seperti tersentak dari mimpi sesaat. Pegangan tangan mereka terlepas.
Shinichi masih menatapnya lalu,"Dimana kalung yang kuberikan padamu? Kau tak memakainya?"
"Aku menjualnya."
"HEH?"
"Bercanda. Aku—"
Suara pintu terbuka, Heiji Hattori masuk ke dalam ruangan dengan cengiran khasnya.
"Yo, Kudo. Mereka sudah menunggu."
Shinichi mengangguk lalu menoleh menatap Shiho lagi, tersenyum sedikit dan dia pergi meninggalkan ruangan mengikuti Heiji.
Shiho yang berdiri, mematung, matanya tak terbaca ekspresinya. Tangannya terangkat atas sedikit, merasakan dinginnya bandul mutiara menyentuh kulitnya di balik vintage dress-nya yang berleher tinggi.
Ini adalah pertemuan mereka terakhir sebelum keesokan harinya Shiho berangkat ke New York memenuhi ajakan Shuichi Akai untuk bergabung ke FBI.
.
.
To love is to destruct
.
.
(sejak awal hanya mereka bertiga)
(seperti segitiga sama sisi yang selalu abadi)
(karena selalu akan ada orang ketiga di hubungan mereka)
"Dua kasus dalam sehari tak membuatmu lelah, Kudo-kun?"
Shinichi nyengir, kemudian meneguk sakenya dengan sekali gerakan.
"Badanku mungkin lelah, tapi pikiranku masih jernih. Sejernih pikiran detektif dalam memecahkan kasus pertamanya di Sign of Four."
"Sherlock Holmes?"
"Tepat."
"Detektif sekaliber Holmes aja butuh kokain supaya pikirannya tetap fokus."
"Ha-ha. Tapi aku tak perlu kokain."
"Benar, karena kau bukan Holmes."
"Aku ingin menjadi Holmes."
"Menarik. Jadi siapa Watson-mu?"
"Tidak tau. Bagaimana kalau kau saja?"
Shiho terdiam.
"Jadi Ran-san adalah Irene Adler-mu?" tanyanya kemudian.
"Salah. Irene Adler menikah dengan orang lain, sedangkan Ran tidak bukan?" tanya Shinichi.
"Oh."
"Kau lah yang pantas menjadi Irene Adler-nya Holmes." Desis Shinichi pelan. Hampir tak tertangkap di telinga Shiho yang peka.
Benar, karena aku akan segera menikah dengan orang lain. Bukan dengan Holmes.
Shiho meneguk sakenya. Terasa panas di kerongkongannya.
"Bagaimana hubunganmu dengan Akai?" tanya Shinichi tiba-tiba.
"Sejauh ini cuma aku yang diizinkannya mengatur rumahnya."
"Sudah sejauh itukah? Kalian tinggal bersama?" Shiho tak yakin apa dia merasakan tajamnya suara Shinichi atau sake mulai mengacaukan panca inderanya.
"Tidak." Cuma itu jawaban Shiho.
Shinichi tak mendesaknya, dia malah mengisi sakenya lagi dan menghabiskannya dengan dua tegukan.
"Kau akan mabuk nantinya."
Sekarang Shinichi malah menegak sakenya langsung dari botol.
"Berhenti, Kudo. Kau sudah minum banyak hari ini." Shiho mencoba merampas botol sake dari tangan pria itu tapi dia menepisnya dengan kasar. Shiho berhenti. Dibiarkan pria itu minum sake hingga berbotol-botol di depannya.
Shiho merengut kesal, dia tak mungkin membiarkan Shinichi yang setengah mabuk ini tertidur di depannya. Di tengah restoran kecil. Dia kemudian mencari-cari handphone mungilnya di tas kecilnya dan diputarnya telepon rumah Kudo. Tidak ada yang mengangkat.
Dimana Ran-san saat ini? Handphonenya juga tak aktif.
Akhirnya Shiho menelepon Hakase yang berjanji akan segera datang dalam setengah jam.
Ditatapnya Shinichi yang mendengkur pelan dengan nyaman di hapadannya.
"Kau tidak memakai cincin pernikahanmu, Kudo?" tanya Shiho kaget ketika menyadari polosnya jemari pria itu.
Shinichi tak bereaksi. Dengkurannya semakin tajam.
Shiho menghabiskan setengah jam terakhir mengamati cahaya lampu samar dari balik jendela restoran. Wajahnya cemas dan seperti hendak menegaskan sesuatu dengan enggan.
Pikirannya berhenti ketika dia menyadari kalau Shinichi mengumamkan sesuatu di sela-sela tidurnya.
Sesuatu seperti namanya.
.
.
To love is to suffer
Bersambung...