~ SELAMAT MEMBACA ~
"Tuhan tidak pernah memberi luka kecuali dia juga memberi obatnya."
~•••~
Jio terus menatap Jane yang saat ini sedang bermain ayunan di bukit tak jauh dari rumahnya. Sebelum pulang Jane memang ingin menenangkan dirinya dulu.
"Lo mendingan pulang aja, udah sore," kata Jane tanpa menatap ke arah cowok itu.
Jio menghela napasnya. "Gue udah bilang berapa kali sih? Gue nggak bakal pulang sebelum lo juga pulang."
"Bentar lagi gue juga pulang kok," kata Jane sambil mengayunkan ayunannya.
"Ya udah, gue juga nanti aja," balas Jio.
Jio melakukan itu karena dia khawatir pada Jane. Dia menyaksikan semua kejadian tadi dan dengan susah payah dia beruhasa untuk tidak menghampiri gadis itu.
Walau Jio bisa menangkap garis besar dari permasalahan yang Jane hadapi, tapi tetap saja Jio masih penasaran bagaimana bisa kedua orang tua Jane meninggalkannya.
Apalagi Jio juga dibuat terkejut dengan fakta yang dia dapat hari ini. Dia yakin Jane tidak tahu dan dia juga tidak berniat untuk memberitahunya saat ini.
"Bisa lo dorong ayunannya?" tanya Jane.
Jio mengusap tengkuknya lalu berjalan ke belakang Jane untuk mendorong ayunan itu. Jane hanya diam sambil menikmati dorongan ayunan dari Jio dan tiupan angin sore yang memainkan rambutnya.
"Jio," panggil Jane.
"Apa?"
"Lo bisa kan pura-pura nggak liat kejadian tadi?"
Jio tidak langsung menjawab, bagaimana mungkin dia pura-pura tidak melihatnya? Padahal dia menyaksikan semua itu, bahkan Jio tidak bisa melupakan Jane yang menangis dalam pelukannya.
"Lo bisa kan lupain kejadian tadi?" tanya Jane lagi. Suaranya begitu lemah dan tidak ceria seperti biasanya.
"Oke, gue bakal lupain kejadian tadi," dusta Jio.
Dia tidak mungkin melupakan kejadian itu. Tidak setelah dia tahu fakta baru yang dia dapat. Jio bahkan bertekad untuk mencari apa yang sebenarnya terjadi pada Jane.
"Makasih," kata Jane sambil tersenyum yang dipaksakan. "Lebih kenceng lagi dong. Masa cowok nggak ada tenaganya," sambung Jane saat Jio terlalu pelan mengayunkan ayunannya.
"Baik tuan putri," bisik Jio tepat di telinga Jane.
Jio mendorong ayunannya lebih kencang lagi sesuai keinginan tuan putrinya. Jane kini tertawa karena dia seakan terbang saat ayunan itu melambung tinggi. Jio menambah kecepatannya lagi dan tawa Jane semakin jelas terdengar.
Jio hanya terkekeh geli saat mendengar tawa Jane. Dan entah kenapa ada rasa hangat dalam hati Jio saat berhasil membuat Jane yang tadi menangis kini bisa tertawa lagi.
Saat ayunan sudah berhenti Jane lantas menyuruh Jio untuk duduk bersamanya. Kebetulan ayunan itu cukup untuk dinaiki dua orang. Jio pun segera duduk di samping Jane.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN ZERO [END]
Ficção AdolescenteGadis bodoh, tidak punya bakat, sering mendapat julukan ratu nol, itulah JANE ALIZHA ZAHIRA. Kata orang dia adalah manusia paling tidak berguna di Adsyar High School. Jane tidak menyangkal hal itu, dia justru menyetujuinya. Bagi Jane hidupnya adalah...