Empat Puluh Satu

3.5K 598 128
                                    

Surabaya, Stasiun Gubeng, pukul 14.25 WIB

Kereta yang ditumpangi Kylen baru saja berhenti di stasiun terakhir ketika dering teleponnya kembali terdengar, untung kali ini bukan dari pak komandan yang menghendaki laporannya.

"Hallo, Bun?"

"Assallammu'alaikum, Kak."

"Wa'alaikum salam."

"Kakak di mana?"

"Baru sampai Gubeng, kenapa, Bun?"

"Nanti langsung keluar, ya, Kak? Bunda udah nunggu di mobil sama Chaca."

"Loh, Bunda nyusul aku?"

"Ya nyusul kamu, masa nyusul kuntilanak."

"Bentar, ini aku baru turun dari kereta mau ke toilet dulu."

Melangkahkan kaki dengan langkah tegas, Kylen mengikuti jalan ke arah pintu keluar. Satu tangannya membawa dus berisi oleh-oleh serta buah-buahan yang dia petik kemarin. Dia masih mengenakan kaos di balik jaket kulitnya, sementara kemeja dinas Kylen yang telah disetrika rapi oleh Kyra dimasukkan ke dalam tas ransel Eiger-nya. Nanti saja setibanya di Polda dia berganti pakaian.

Sebelum keluar dari di toilet stasiun, Kylen sempat memperhatikan pantulan dirinya di cermin. Mengamati potongan rambut barunya dengan seksama, puas dengan pilihan Kyra.

Ternyata gue ganteng juga, begitu batinnya berkata. Tidak percuma dia menuruti paksaan Kyra untuk mengganti model rambut agar style-nya tidak monoton. Gadis itu meyakinkan Kylen jika reserse itu gak harus berpenampilan urakan, tidak ada salahnya berpenampilan rapi supaya lebih enak dilihat. Dalam hal ini Kylen setuju, apalagi rapi versi Kyra justru membuat Kylen terlihat semakin tampan.

Mengayun langkah ringan, Kylen segera keluar dari stasiun. Setelah beberapa kali menolak tawaran tukang ojek dan bentor, dia akhirnya menemukan mobil Bunda Nia yang diparkir sembarangan, biasalah bundanya itu terkadang suka seenaknya mentang-mentang istri pengacara dan memiliki anak seorang polisi. Lihat saja kelakuan nenek-nenek gaul ini, seperti tidak sadar telah menciptakan kemacetan kecil dibelakangnya. Kylen kemudian mengetuk pelan jendela mobil itu, Bunda Nia langsung menurunkan kaca sambil tersenyum kepada putra keduanya.

"Bunda pindah aja, biar aku yang nyetir." Segera saja Bunda Nia turun dari mobil, Kylen menyerahkan dus berisi oleh-oleh tersebut kepada Bundanya agar bisa di letakkan ke jok belakang. "Cepet, Bun, keburu macet."

Melirik keponakannya sekilas, Kylen mengacak rambut Chaca, gadis cilik itu sedang asik main nine tendo di kursi sebelah. "Om Kylen bellin Chaca kue piral gak?" Tanya Chaca mengalihkan atensinya kepada pamannya.

"Ada itu di dus, nanti kamu buka aja di rumah."

"Kamu udah makan, Kak?" Tanya Bunda Nia setelah duduk di kursi belakang, karena kursi depan sudah di kuasai oleh Chaca.

"Udah, Bun."

"Om Kylen ke Malang kok gak ngajak Chaca, seh?"

"Kamu kan sekolah." Kylen sudah setengah jalan membawa mobil itu meninggalkan area stasiun.

"Kan Chaca bisa izin."

"Keseringan izin juga gak boleh. Kemarin udah izin sakit habis itu izin ke Bali. Izin terus, kapan pinternya kamu?"

"Bilang aja Om Kylen gak mau ngajak Chaca ke Jatim Park."

"Om kemarin gak ke Jatim Park, Cha."

"Iya, tah? Katanya Bunda Uti, Om Kylen maen ke rumah tante Kyra. Itu deket sama Jatim Park seh."

TIC TAC TOETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang