Chapter 3 || Rendra si "Soleh"

9 3 1
                                    


Pukul 9 pagi, setelah acara pekerjaan rumah selesai, Lia putuskan untuk menyiram bunga bunga ibunya yang terletak di samping warung. Kakak iparnya tak kunjung pulang entah kemana, mungkin mencari suami baru pikir Lia. Selang panjang ditariknya dari keran samping pintu teras sampai ke samping warung, mulai menyiram aneka macam bunga yang ditanami ibunya. Ibunya memang suka sekali dengan bunga sementara ayahnya suka dengan ayam, mereka saling mencintai. Tapi jangan sampai salah satu ayam memakan bunga milik ibu lia, maka perang dunia ke-3 akan terjadi, padahal ayam tak bisa diatur dan bunga tak bisa lari.

Di pertengahan acara siram menyiram, lewatlah pemuda yang 4 tahun lebih tua dari Lia, anak teman ayahnya Bahar pemilik pabrik gula tempat kak Surya bekerja. Ia bukan bosnya sebenarnya, tapi ayahnya dengan bangga memamerkan bahwa saat anaknya sudah memiliki istri ia akan langsung menyerahkan kepemilikan pabrik gula beserta kekayaannya kepada Rendra, anaknya itu. Lia tak suka akan kelakuan Rendra yang hobi menggoda anak gadis di tiap perjalanannya ke pabrik, ia sengaja menggunakan motor mahalnya itu dan berjalan perlahan lahan di jalan raya desa. Entah sebenarnya dia mau pamer atau agar mudah menggoda gadis desa, hanya dirinyalah yang tau.

"Ey Lia, cantik sekali dikau seperti bunga yang kau siram itu" Rendra sengaja memberhentikan motornya didepan halaman rumah Lia, sekedar untuk menggoda gadis 23 tahun itu.

"maukah kau biarkan aku menjadi airmu agar aku dapat menjaga kesegaran dirimu setiap hari?" Lia merasa jijik mendengar rayuan buaya bermotor itu, sangat besar keinginannya untuk menyemprotkan air dari selang ke pemuda itu agar cepat pergi dari halaman rumahnya. Terlebih pakaiannya yang rajin menggunakan peci dan bersarung, orang bilang ia tampak tampan dan soleh sementara di mata lia ia terlihat seperti pak Haji tua yang rajin memberi ceramah.

Lia tak menjawab godaan pria itu sedikitpun, berharap ibunya cepat keluar dan kembali berjaga di toko itu agar buaya bermotor ini berhenti menganggunya. Dan sepertinya Yang Maha Kuasa juga muak melihat kelakuan makhluk sok soleh itu, jadi dibisikanNya pada ibu Lia agar segera kembali ke warung. Pencitraannya kambuh saat melihat ibu Lia keluar dari pintu rumah, segera ia menyapa dengan nada manis dan sopan santun seperti "Assalamualaikum, calon ibu mertua, apa baik kabar ibu hari ini? Ibu tampak berseri sekali."

Lia memutar bola matanya, bergegas mematikan keran dan masuk ke dalam rumah. Ia benar benar malas tiap pemuda itu singgah di depan rumahnya sengaja untuk menggodanya yang sedang menyapu halaman atau menjemur pakaian. Entah bagaimana teman ayahnya yang benar benar baik itu bisa memproduksi anak yang etikanya pantas disebut produk gagal.

Ayah rendra sudah bersahabat dengan Ayah lia sejak masih SMP, mereka bersahabat baik dalam suka maupun duka, tidak pernah bertengkar dalam hal apapun meski nasib memisahkan keberuntungan mereka di bidang ekonomi.

Sebenarnya ekonomi ayah Lia tidak terlalu buruk, rumah mereka sederhana dan nyaman, ada 3 kamar tidur dan 1 kamar mandi, satu dapur dan satu ruang tamu merangkap ruang keluarga lengkap dengan kursi bambu dan rotan serta meja bambunya. Mereka juga punya televisi tabung yang cukup untuk ayah Lia menonton berita setiap malam, tetapi untuk media komunikasi seperti telepon genggam, agaknya keluarga itu belum berencana memiliki satu meski kak Surya sudah memilikinya demi pekerjaan.

Sedangkan ayah rendra adalah pemilik pabrik gula pasir yang sukses, ayah Lia memutuskan untuk mempekerjakan anaknya kepada ayah Rendra agar anaknya tak lagi kelabakan mencari tempat bekerja. Yang ayah lia tau tentang anaknya ayah rendra adalah Rendra itu anak yang soleh, rajin solat 5 waktu dan tak pernah bolos jumatan sedari dulu, selalu berlaku sopan pada orang tua dan tak pernah menjadi berandal di sekolah, lulus dengan predikat cumlaude dari universitas negeri ternama di palembang. Rendra tidak bekerja karena penghasilan ayahnya lebih dari cukup untuknya berfoya-foya, maka ia hanya bersantai dan seringkali berjalan-jalan keliling desa dengan motornya menggunakan 'seragam soleh'nya itu.

Di kamarnya, Lia bersiap untuk mandi, tubuh dan pikirannya panas melihat kelakuan lelaki 'alim' stengah gila itu. Ia melirik ke arah jam kecil di kamarnya, pukul setengah 10, ia benar benar tidak sabar menunggu Taufan pulang dari pasar untuk membawakan surat balasan Bahar. Surat yang tiap minggu selalu sampai lewat jendela itu selalu berbau anyir dan sedikit basah, mungkin karena cara pembawaan taufan yang dikepit di antara ketiaknya yang basah dan bau ikan itulah penyebabnya. Tapi setidaknya Lia berterimakasih karena Taufan mau membantu acara surat menyurat itu, toh sekalian kan pikirnya, ketimbang harus lewat kantor pos yang jauh dari rumah Lia, juga harus membayar biaya lagi. Dan tak lucu kalau tukang pos itu datang saat ayah Lia sedang di rumah, bisa diamuk habis habisan bahkan mungkin di coret dari kartu keluarga kalau ayahnya tau ia bersurat suratan dengan Bahar.

Tapi, dipertengahan bulan november itu, sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak pada Lia. Taufan datang sedikit lebih cepat dari biasanya, ikannya laku keras rupanya. Ia datang ke rumah Lia dan memanggil manggil di jendela sebelah kanan rumah itu. Mendengar suara deburan air di kamar mandi, Taufan yang peka berasumsi Lia sedang mandi, maka ia menunggu disamping jendela itu tanpa sadar kepulangan ayah Lia yang memarkirkan angkotnya di sebelah kiri rumah. Tidak beruntungnya, beliau tidak mendapatkan pelanggan sedikitpun pagi ini, maka beliau putuskan untuk pulang makan dan mandi terlebih dulu. Baru saja beliau melangkahkan kakinya ke dalam pintu rumah, ban sepeda dan keranjang ikan Taufan tanpa sengaja terlirik olehnya.

Tentu penasaran Ayah Lia melihat adanya sepeda dengan keranjang bekas ikan yang tidak pernah ada dirumahnya itu, terlebih sebelah sana adalah letak semua jendela kamar. Ayah Lia berjalan perlahan menuju sisi kanan rumah, dan memergoki Taufan sedang terduduk sambil memegang sebuah surat dibawah jendela kamar anak gadisnya, sontak ia menangkap anak muda yang seumuran dengan anak gadisnya itu dan dibawanya masuk ke dalam rumah dengan marah marah.

"Apa yang kau lakukan dibawah jendela kamar anak gadisku?! Apa kau mengintip dia atau kau berencana mencuri dirumah orang yang sudah miskin ini?!" ayah Lia berteriak menimbulkan kegemparan bagi penghuni rumah itu, ibu Lia yang sedang berjaga warung tergopoh gopoh berlari ke dalam rumah. Lia yang baru saja selesai mandipun keluar dari kamarnya.

Melihat sahabatnya dicengkram erat oleh ayahnya dengan sepucuk surat di tangan kirinya, paniklah ia dan memanggil nama sahabatnya itu

"Taufan? Apa yang kau lakukan disini?"
























Hayolo Taufan :)

1001 Coretan [4/?] Beomgyu X OC ft. Tomorrow X TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang