Chapter 5 || Tragedi Surat Tanpa Restu (2)

15 2 1
                                    

Sebenarnya, di dunia ini kita tak dapat mempercayai siapapun, meski pada teman yang kau anggap dekat sedikitpun. Hal ini menjadi pelajaran yang baik bagi Bahar, baru 2 bulan pangkatnya dinaikkan menjadi Letnan Satu, sekarang pangkatnya harus diturunkan secara paksa karena tingkah tidak etisnya sebagai seorang perwira. Baru 2 bulan ia membanggakan badge biru dengan 2 garis kuning di bahunya itu, sekarang ia terpaksa harus merombak ulang seragamnya dan mengganti badge itu menjadi versi lama yakni Letnan Dua. Pupus sudah harapan pamer pangkat yang berencana dilakukannya akhir bulan nanti, padahal ia sudah mengurus surat cuti. Hanya karena acara bucin membucin sampai berani melawan peraturan komunikasi.

Sekarang ia terduduk menghadap perwira tinggi dengan pangkat Laksamana, bersama dengan sahabatnya, Husein yang selama ini terlibat dalam acara surat menyurat illegal. Tetapi anehnya, Husein ini tidak di permasalahkan, seakan permasalahan utamanya yang memang iya, berasal dari Bahar seorang. Di depannya adalah sebuah buku agenda jilid ketiga yang selama ini ia gunakan untuk mengabadikan surat surat Lia.

Sama seperti Lia hari itu, ia juga dioceh habis habisan oleh perwira tinggi itu. Ia hanya bisa tertunduk, tak berani ia angkat kepalanya sedikitpun karena suara laksamana itu begitu menggelegar. Ia sangat yakin bentakan itu akan sampai pada telinga rekan rekannya di luar, terlebih pada si pelapor.

Orang yang melaporkan kegiatan surat menyurat itu adalah rekan sekamar Bahar, ia tidur tepat di atas Bahar sehingga seringkali Bahar tidak sadar bahwa kegiatannya selama ini diawasi. Setiap minggu, ia tau Bahar akan menulis dan mengirim surat pada dini hari dan menerima surat pada tengah malam dengan cara mengendap endap keluar kamar lewat dari jam yang ditentukan. Entah ada masalah apa ia dengan Bahar sampai sebegitu tidak sukanya pada Bahar. Ia sendiri yang melaporkan itu langsung pada Laksamana menerima kenaikan pangkat instan. Pangkatnya kini mayor dengan sebuah kuncup bunga kuning tertempel bangga di bahunya, juga langsung ditugaskan untuk menjaga perbatasan lautan.

Bahar itu lelaki yang sabar, ia sadar bahwa ini memang kesalahannya sendiri dan tak sedikitpun merasa marah pada si pelapor. Tetapi sabar ada batasnya, ia tak menyangka selain penurunan pangkat, agenda kesayangannya yang baru terisi setengah itu dirobek robek didepan banyak perwira ditengah tengah lapangan. Disamping acara sobek menyobek itu tersedia sebuah tong besar dengan api yang berkobar di dalamnya. Di tengah lapangan itu ia seperti dipermalukan, ia harus berdiri menyaksikan surat dari kekasihnya disobek sobek sampai kepingan terkecil, buku itu hancur total dan tak berbentuk. Ia masih diam, berdiri menahan sedih dan marah yang terkumpul di hatinya, sampai buku itu dilepaskan ke dalam tong dengan kobaran api di tengah tengah lapangan itu. Ia melupakan segala rasa malu, ia berteriak menyaksikan surat surat manis itu ditelan kobaran api dan siap menjadi debu. Acara itu ditutup dengan pesan singkat dari laksamana mereka

"Jangan pernah melanggar peraturan, anak muda."

Kemudian barisan dibubarkan dan di siang hari yang terik itu Bahar masih tersisa ditengah lapangan, ia bersimpuh melihat buku itu menjadi abu. Setengah jam lamanya ia menyaksikan buku itu terbakar di dalam tong api itu, tepat ketika apinya habis, ia memutuskan untuk kembali ke asrama. Ia membolos waktu makan siang, ia tak lapar, karena surat surat yang menjadi penyemangatnya selama di pangkalan utama telah habis terlalap api.

Tangisnya pecah tepat ketika ia sampai ke dalam kamar asramanya, Bahar akhirnya menangis. Perwira itu menumpahkan segalanya sambil terduduk di tempat tidurnya, ia benar benar menangis. Begitu berharga buku itu bagi Bahar, bukan karena suratnya tetapi karena tulisan tangan dan kalimat manis yang lia tulis disana adalah penyemangat hari harinya. Kalimat yang diucapkan perwira tinggi saat berada di kantornya itu masih terngiang jelas di kepala Bahar,

"Kalau kau memang cinta padanya, menikahlah! Jangan menjadi laki-laki pengecut yang hanya berani melawan peraturan!"

Andai perwira itu tau, sudah 3 tahun dan 5 kali percobaan lamaran dilakukan Bahar namun tak ada satupun yang direstui oleh ayah Lia. Bermacam-macam alasannya mulai dari gaji, waktu, fisik bahkan umur. Padahal Bahar hanya beda 1 tahun dengan lia, untuk gaji ia mendapatkan gaji pokok yang cukup untuk makan, tempat tinggal nanti disediakan khusus untuk perwira yang sudah menikah, dan fisik? Entah seberapa tinggi selera ayah Lia, Bahar yang tinggi, maskulin dan tampan itupun tak cukup baik baginya. Padahal anak gadisnya hanya tergila-gila pada Bahar seorang, dasar bapak-bapak.

Tapi tenang saja, akhir bulan ini akan jadi percobaan yang ke-6. Kalau ini gagal maka Bahar akan menyalahkan perwira bodoh itu yang menurunkan pangkatnya. Surat cuti sudah terlanjur diurus dan sudah distempel, sayang kalau tidak digunakan meski sekedar bertemu sang kekasih 3 hari saja.

***

Setelah menangis selama 10 menit, ia memutuskan untuk keluar menemui Husein sahabatnya itu. Ia ingin tahu keadaan Husein, Husein ikut terlibat karena dirinya dan ia merasa seharusnya ia meminta maaf pada Husein. Dimulai dengan mencuci wajahnya sendiri kemudian melihat pantulan tubuhnya yang terbalut seragam biru itu beserta badge biru dengan dua strip kuning itu sebelum akan diserahkan pada tukang jahit khusus yang mengurus unsur kepangkatan pada seragam. Kemudian ia membuka pintu dan berlari secepat mungkin ke daerah gerbang belakang, tetapi Husein tidak ada disana. Kemudian ia akhirnya memutuskan untuk pergi menuju kafetaria, barang kali sobatnya itu sedang makan siang, sayangnya ia tak menemukan eksistensi pemuda itu disana, yang ia dapatkan adalah olokan dari para seniornya karena acara renungan tengah lapangan yang ia lakukan tadi.

"Maaf, apa kalian melihat Husein?" ia memberanikan diri bertanya pada seluruh kafeteria itu. Salah seorang dari mereka menjawab

"Yang disidang di ruangan laksamana bersama denganmu itu? Kulihat ia kembali dipanggil ke sana, ada baiknya kau susul dia, barang kali itu pertemuan terakhir kalian." Seorang pemuda berpangkat lebih tinggi dari Bahar berkata sambil sedikit terkekeh, perasaannya tidak enak, apa maksudnya pertemuan terakhir? Akan diapakan Huseinnya? Bergegas ia berlari menyusuri lorong itu sampai ia sampai ke belakang jendela ruang perwira tinggi, mana berani ia menguping dari depan, maka ia memutuskan untuk menguping lewat belakang. Tapi apa yang didengarnya sungguh mengejutkan hatinya.

"Untuk itu, sesuai dengan keputusan jendral, anda akan dipindah tugaskan ke bagian patroli. Anda tidak perlu berjaga gerbang lagi, terimakasih atas kerjasamanya, saya harap jabatan ini dapat membantu anda lebih kompeten dalam bertugas."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

1001 Coretan [4/?] Beomgyu X OC ft. Tomorrow X TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang