Aturan Kekaisaran Phoenix [1]

168

Surga? (1)

...

"Sungguh merepotkan! Kembali dan terima hukumanmu."

Di Lingtian menatapnya dengan tidak senang.

"Iya."

Zi Zi tidak berdaya. Tuannya tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk mengkritiknya.

Melihat Jun Mohuang yang tidak sadarkan diri, dia juga tahu bahwa dia telah gagal. Dia menundukkan kepalanya saat dia berlutut.

"Bawa keduanya kembali juga."

Di Lingtian melirik Feng Yunqi dan Jun Jianlin, yang pingsan di speedboat.

Ketika dia mengaktifkan Soul-Devouring Blood Moon, dia langsung menjatuhkan mereka dan menutupi mereka dengan penghalang agar tidak mempengaruhi mereka.

Setelah memberikan instruksinya, Di Lingtian menggendong Jun Mohuang dan menginjak punggung burung layang-layang. Segera, mereka menghilang.

. . .

Jun Mohuang linglung. Dia merasa bahwa seseorang telah menyelamatkannya pada saat yang genting dan memeluknya erat-erat.

Pelukan ini hangat dan akrab.

Biasanya, dengan indranya yang tajam, dia pasti akan segera tahu siapa orang ini.

Namun, dia telah kehabisan kekuatan mentalnya dan terluka parah. Dia sangat terkuras dan seluruh tubuhnya sakit saat dia menggerakkan kepalanya sedikit.

Jun Mohuang berjuang untuk membuka matanya dan mendapatkan kembali fokusnya. Dia ingin tahu siapa sebenarnya yang telah menyelamatkannya.

Namun, tidak peduli seberapa keras dia berusaha, matanya tidak bisa fokus dan dia tidak bisa melihat siapa pun dengan jelas.

Anggota tubuhnya terasa seolah-olah dipenuhi timah dan dia bahkan tidak bisa menggerakkan jari-jarinya.

Dia mendengar seseorang berbicara di telinganya, tapi dia tidak tahu apa itu.

Angin bertiup melewati telinganya saat dia terbang, tapi tidak ada angin yang bertiup di wajahnya.

Adegan di depannya berkedip dan Jun Mohuang merasakan penglihatannya kabur saat titik cahaya terus melayang.

Segala sesuatu di dunia ini sangat halus, kecuali pelukannya.

"Pergi tidur. Semuanya baik-baik saja sekarang."

Sebuah tangan besar menyentuh dahinya dan suara lembut terdengar.

Jun Mohuang merasa nyaman dan mengusap wajahnya sebelum tertidur.

Di Lingtian menatap Jun Mohuang yang patuh dalam pelukannya. Hatinya melembut dan dia tersenyum tak berdaya.

Dia terluka parah dan kekuatan mentalnya habis, jadi dia sama sekali tidak waspada terhadapnya.

Ketika dia bangun, gadis ini mungkin akan menjadi landak lagi.

Dia akan bangun di tengah jalan dan lukanya akan lebih baik, tetapi kekuatan mentalnya masih kurang.

Rasionalitasnya memudar dan dia tidak akan mewaspadai dia. Semua yang dia lakukan adalah naluriah.

Di Lingtian tersenyum saat dia tiba-tiba merasakan antisipasi yang kuat.

. . .

Dia tidur lama sebelum bangun lagi. Jun Mohuang merasa jauh lebih santai, tetapi dia masih linglung.

Membuka matanya, wajah tampan memasuki pandangannya.

Mata merah itu dipenuhi dengan kelembutan yang tak terbatas.

Jun Mohuang menatapnya dengan tatapan kosong. Mengapa Di Lingtian ada di sini? Apakah dia berhalusinasi karena dia sudah mati?

Melihat sekeliling, dia melihat aula yang terbuat dari marmer putih. Semua furnitur dan ornamen di aula itu dalam corak dan variasi putih. Ini tidak ada di mana pun yang dia tahu.

Mereka bilang warna surga itu putih.

Oh tidak, sepertinya dia benar-benar mati. Ilusinya adalah bahwa seseorang telah menyelamatkannya.

Namun, tangannya berlumuran darah. Bagaimana dia bisa masuk surga?

Surga pasti mengasihani dia karena mati muda, jadi mereka ingin dia mengalami surga sebelum pergi ke neraka.

Mereka bahkan memberinya pria tampan sebagai hadiah.

"Di Lingtian."

Jun Mohuang mengangkat tangan dengan susah payah dan menyentuh sisi wajahnya.

Itu hangat dan lembut. Rasanya sangat enak untuk disentuh. Itu seperti orang sungguhan.