3. Squad

174 17 3
                                    

"Raya, kaos putih Mas ada di mana?" Suara teriakan Mas Jagat sudah tersengar sampai tiga kali.

"Lemari, Mas. Ada di sana semuanya."

"Enggak ada, Raya. Bajunya hilang."

Masa tidak ada? Bukannya kemarin aku baru menggosoknya. Kenapa harus pakai putih lagi? Ini sudah hari ketiga Mas Jagat memakai pakaian yang serba putih. Kesannya seperti tidak punya baju warna lain.

"Sayang, bantu cariin, dong. Sebentar lagi kita mau berangkat, loh."

Aku menghampiri Mas Jagat ke kamar. Saat tiba di depan pintu, kulihat dia sedang berjongkok sambil memegangi kedua pipinya seperti anak kecil yang merajuk. Apa lagi dia hanya berbalut handuk putih dan ada air menetes dari rambutnya.

Astaga, betapa manisnya pemandangan itu, tapi kalau ingat kelakuan Mas Jagat yang super sekali nyebelinnya, sumpah ... tidak ada manis-manisnya.

"Udah ketemu belum?" tanyaku pada Mas Jagat, dia menggeleng. "Kalau belum ketemu kenapa malah jongkok di sana? Bukannya cari sampai ketemu."

Aku meminta Mas Jagat untuk bergeser, dia hanya minggir dua langkah ke kanan lalu memperhatikanku yang sedang mencari baju. Tidak butuh waktu lama kaus karakter Zoro sudah aku temukan.

"Ini apa?" ujarku.

"Kaus," kata Mas Jagat sambil tersenyum. Tangannya mencubit kedua pipiku lalu mengecup kening, "semua beres kalau di tangan istriku."

Gombal!

"Selesai pakai baju, jangan lupa lantainya dipel. Aku habis berbenah rumah,  tenagaku masih belum ngumpul sepenuhnya."

Mas Jagat mengangguk dan memakai kausnya. Aku pergi ke ruang tamu sambil menunggu Mas Jagat selesai berpakaian.

"Ayok, kita sudah terlambat 15 menit. Kasihan temanku pada nungguin."

Kami berdua jalan ke garasi. Aku hendak masuk ke dalam mobil, tapi Mas Jagat malah menarik lenganku dan menuju ke arah motor.

Aku memperhatikannya dengan tatapan butuh penjelasan. Di luar mendung, masa kita pergi naik motor, yang benar saja.

"Biar romantis, Sayang. Kalau pakai mobil, kamu engga bakalan mau meluk aku. Tapi kalau di motor, kamu pasti meluk aku."

"Modus banget sih jadi suami!" keluhku.

Kuraih helm yang diberikan Mas Jagat dengan kasar. Dia hanya menyunggingkan senyum sambil mengulurkan tangan agar aku mau berpegangan saat naik ke atas motor.

"Aku bisa naik sendiri!"

Tuhan, kenapa suamiku berbeda?

***

Kami tiba di rumah makan lesehan yang lokasinya tidak jauh dari rumah. Ada banyak sekali squad gamenya. Tidak hanya laki-laki saja, tapi juga ada perempuan. Kata Mas Jagat ada juga yang belum menikah.

"Udah lama, Bro?" Mas Jagat bersalaman dengan semua temannya.

"Engga lama, kita juga banyak yang baru sampai," teman Mas Jagat melirikku, "ini siapa, Gat? Istri lo?"

Mas Jagat merangkulku dengan bangga sambil senyum semringah, "Yoi, bini gue cantik 'kan?"

Suara sorak dengan tawa memenuhi gazebo. Mereka semua sudah memesan makanan termasuk untuk kami.

Jujur saja, teman Mas Jagat sangat banyak. Mungkin aku tidak bisa mengingat semua nama-nama mereka. Di antara mereka semua hanya ada dua orang yang kukenal. Farel dan Tara. Dua orang ini sering berkunjung ke rumah untuk main bersama Mas Jagat, makanya aku tahu.

Wife's AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang