Part 2 : Laki-laki Dalam Kenangan

53 4 0
                                    

Sudah sebulan sejak mereka berdua dirawat di rumah sakit setelah kecelakaan yang menimpa. Mereka sudah diijinkan pulang.

Beruntung mereka berdua selamat dengan hanya meninggalkan gegar otak pada Anna dan patah tulang rusuk pada Stief.

Kehidupan Anna kembali seperti semula yang damai dengan pekerjaannya sebagai seorang istri rumahan seorang konglomerat karena Stief tidak mengijinkannya bekerja.

Siang hari selalu terasa lama karena Anna harus menunggu Stief pulang bekerja.

"Ini membosankan dan aku merindukannya" Pikirnya siang itu sembari mengaduk gula dan teh dalam cangkir.

"Tingtong!" Suara bell rumah berbunyi.

"Siapa yang datang siang bolong begini?" Pikir Anna.

"Tingtong!" Suara bell berbunyi untuk kedua kali menunggu dibukakan pintu.

"Tunggu sebentar!" Teriak Anna dari dalam sambil mengucir rambutnya dan berjalan menuju pintu.

"Ckrek". Dibukanya pintu itu.

Angin masuk menghembus seiring terbukanya pintu itu. Dengan tatapan hangat dan membubuhkan senyuman kecil di wajahnya, seorang lelaki yang pernah menjadi bagian dalam hidup Anna muncul.

"Shawn?"

Lirih Anna.

Shawn adalah mantan kekasih Anna yang menjalin asmara pada saat mereka duduk di bangku SMU. Di mata Anna, Shawn yang tidak memiliki apa-apa itu terlihat menawan karena prestasi sekolahnya dan wawasannya yang luar biasa. Shawn lah cinta pertama Anna. Meski orangtua Anna tidak menyukai Shawn karena dia anak buruh pekerja lepas yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, Anna selalu berpikir positif hidup Shawn akan berubah karena Shawn anak yang cerdas.

"Hai Anna. Apa kabar? Boleh aku masuk?" Tanya Shawn mengalihkan sekelebat ingatan Anna pada sosoknya ketika SMU.

"Silahkan". Jawab Anna.

Suara jangkrik dan ngengat di pepohonan sekitar rumahnya siang itu terdengar sangat jelas. Seolah mengolok-olok mereka berdua yang hampir tidak berbicara apa-apa.

"Shawn, dari mana kamu tahu aku tinggal di sini?"

Anna menanyakannya karena penasaran. Hanya ada Mark, Lea dan Dessy yang merupakan sahabat Anna sejak SMU yang tahu rumah yang dibeli Stief untuk mereka berdua tinggal. Rasanya tidak mungkin mereka yang memberi tahu Shawn alamat Anna sekarang mengingat mereka tahu kisah cinta memilukannya di mana Shawn menghilang 3 hari sebelum mereka menikah. Meski baru lulus SMU, Shawn telah melamarnya dengan manis, memberikan kalung dengan cincin yang tergantung dan dia mengaitkannya di leher Anna. Shawn berjanji akan tetap menghidupinya dengan bekerja paruh waktu dan kuliah agar cukup mendapatkan pekerjaan yang baik. Anna setuju dan dia sangat bahagia saat itu.

"Hm.. Katakanlah, aku hanya tahu saja" Jawab Shawn singkat sambil tersenyum.

Menyebalkan. Pikir Anna.

Sambil mengaduk-aduk teh yang dipegangnya meski gulanya sudah larut sedari tadi, Anna mencoba memecah es di antara mereka.

"Kamu tahu aku kecelakaan?" Tanya Anna sambil menatap Shawn, mengecek bagaimana reaksi Shawn.

Shawn tidak terlihat terkejut dan hanya menatap balik. 

Ah, rupanya dia sudah tahu. berita memang cepat menyebar. Pikir Anna.

"Iya, aku sudah tahu". Jawab Shawn singkat.

Anna yang sudah tidak ingin melihat Shawn lagi, menyuruhnya pergi dari rumahnya.

"Kalau begitu kamu tahu kan aku sudah menikah?" Sambil menunjukkan cincin emas di jarinya, dia juga meminta Shawn untuk mengerti bahwa tidak ada lagi ruang kosong untuk Shawn.

Lagi-lagi, Shawn hanya tersenyum dan menjawab singkat.

"Aku tahu".

Anna mulai berkaca-kaca dan segera meminta Shawn untuk pergi.

Apa aku terlihat menyedihkan? Atau kekanakan? Sampai mempertegas seperti itu. Padahal bisa saja dia datang hanya karena ingin menyapa, bukan merebutku. Begitulah pikir Anna saat itu.

Shawn diantar pulang sampai depan pintu.

Di depan pintu, sambil menoleh ke arah Anna, Shawn yang akan melangkah untuk pergi mengatakan sesuatu.

"Festival dekat SMU kita akan diadakan satu bulan lagi. Kamu mau ke sana?"

Tidak masuk akal. Sudah bertahun-tahun dan dia tidak punya malu untuk mengajakku berkencan? Dengan seorang wanita yang sudah menikah? Pikir Anna sambil menatap tajam Shawn.

"Aku anggap kamu menolak". Sahut Shawn seolah dia dapat membaca pikiran Anna.

"Kamu tahu jawabannya. Pergilah". Tegas Anna.

Anna menutup pintunya. Tidak menunggu Shawn untuk melangkahkan kakinya. Pikirannya kemana-mana. Dia terduduk di depan pintu dengan mata berkaca-kaca mengingat kembali betapa hangatnya masa-masa bersama laki-laki itu. Dia mengetahui dengan jelas bagaimana belaian tangannya dan kecup manis di dahinya saat itu. Dia juga mengingat moment saat mereka berkencan di festival sambil naik bianglala berdua. Perlahan, semua memory tentangnya terbuka kembali.

Tidak! Tidak boleh! Aku sudah menikah dan aku akan realistis, bersama Stief, tidak ada yang tidak dapat kubeli. Berbeda dengan Shawn yang bahkan untuk membeli permen kapas pun, dia hanya membelikan satu untuk berdua! Aku harus mempunyai harga diri! Tegas Anna kepada dirinya sendiri.

Siang itu lebih terasa lama daripada hari-hari biasa bagi Anna.

OBSESITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang