Emak Juno tidak bohong dengan perkataannya, ia memang memasakkan sup unta sesampainya Jihan di rumah Juno. Bagi orang sekaya keluarga Zuhayr, tidak sulit bagi mereka untuk mendapatkan daging unta. Kini di meja makan, Jihan tengah menikmati makan malam dengan keluarga Juno. Ada bapak Juno, emak Juno, Yuvia, dan tentunya Juno dan Jihan.
Jihan akui, keturunan keluarga Juno ini cakep-cakep, sangat cakep malah. Sebagai orang kaya, mereka juga tidak pelit, buktinya mereka menjamu Jihan dengan berbagai makanan yang sangat banyak. Bahkan emak Juno sudah membungkuskan makanan untuk Jihan bawa pulang. Entah harus bersyukur atau bagaimana, tapi sepertinya sekarang adalah nasib baik bagi Jihan, meski Juno berulang kali memasang wajah nanar. Jihan bingung sendiri dengan tingkah cowok itu yang tiba-tiba jadi pendiam.
"Mak, udah, ya. Jihan biar Juno anterin pulang." Juno terus merengek kepada emaknya untuk mengantarkan Jihan pulang, padahal Jihan belum selesai makan.
"Temenmu belum selesai makan itu, nggak sopan banget kamu ini."
"Tapi, Mak...."
"Biar Jihan selesaiin makanya dulu. Ini, tambah, Nak, tambah." Emak Juno menyenthongkan nasi lagi untuk Jihan.
Sementara Juno berulang kali mendengus. Kalau seperti itu caranya Jihan tidak akan selesai-selesai makan karena emak Juno terus menyenthongkan nasi lagi dan lagi ke piring Jihan, terhitung sekarang sudah ketiga kalinya.
Yang mengherankan adalah Jihan sama sekali tidak menolak, padahal terlihat Jihan sudah kekenyangan. Sepertinya karena gengsi makanya Jihan tidak menolak. Kalau tidak cepat-cepat Juno selamatkan, bisa bunting perut Jihan gara-gara kebanyakan makan.
"Jihan udah kenyang, Mak. Jangan dipaksa makan terus."
"Kenyang apanya, dia baru makan sedikit."
"Iya, Jun. Kamu ini jangan pelit-pelit sama teman sendiri, biarin dia makan di sini." Bapak Juno menyahut. Pikirannya sama saja dengan emak Juno. Mereka tidak memikirkan Jihan yang sudah kekenyangan.
"Tapi, Pak. Kalian lihat dong, Jihan udah kekenyangan, nih."
"Kamu bener udah kenyang? Atau nggak suka makanannya?" tanya bapak Juno kepada Jihan.
Jihan pun bingung sendiri, tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan ambigu bapaknya Juno.
"Makanannya enak, tapi saya―"
"Nah, kalau enak habisin aja. Sini saya tambahin lauknya." Yuvia ikut-ikutan, kakak Juno itu langsung menyendokkan lauk ke piring Jihan.
"Kak, jangan ditambah-tambahin, nanti Jihan nggak habis makannya."
"Nggak apa-apa kok, Jun. Pasti gue habisin." Jihan memaksakan senyumnya, hingga membuat Juno semakin iba.
"Gitu, dong. Nggak pernah loh ada teman Juno yang mampir ke sini, kayaknya nggak punya teman tuh Juno," ucap emak Juno yang kemudian membuat Jihan giliran menatap Juno karena iba, mengetahui cowok itu ternyata benar-benar tak punya teman sama sekali.
Jihan pun mengangguk-anggukkan kepalanya, mengiyakan ucapan emak Juno, kemudian ia mulai menyuap makanannya lagi. Makanannya sih enak, tapi kebanyakan. Meski Jihan hobi mukbang, kalau sebanyak itu Jihan tidak kuat.
"Sering-sering datang ke sini ya, Jihan. Nanti Tante suguhin makanan yang lebih banyak lagi, kamu tinggal request aja," ucap emak Juno di sela-sela makan Jihan. Jihan pun kembali mengangguk-angguk.
"Iya, Jihan. Nggak usah sungkan, anggep aja kami keluarga kamu," tambah bapak Juno.
"Kalau perlu kita berkeluarga aja sekalian," sahut Yuvia yang seketika membuat Jihan tersedak. "Kan cocok tuh kalian huruf depannya sama-sama J, nanti anaknya dinamain JJ Chayapol."
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART CRUSH
Teen Fiction[HIATUS] Jika biasanya cewek suka sama cowok cakep, ganteng, putih, tinggi, wangi, bin tajir. Beda cerita dengan cewek bernama Jihan yang malah anti sama cowok model kayak gitu. Bukannya Jihan tidak suka cowok ganteng, tetapi menyukai cowok ganteng...