Banyak hal yang berubah semenjak perang melawan dewa kuno pecah di Liyue, termasuk bagaimana Xiao dan Lumine memandang satu sama lain.
***
WN: Ini adalah AU/Fanfiction yang aku tulis di Twitter (@seaestuary) dan sengaja ditaruh di sini juga, jaga-ja...
Tak terasa, festival yang dinanti-nanti telah tiba. Semua orang sibuk mempersiapkan segala hal mulai dari barang dagangan masing-masing sampai membuat dekorasi di dermaga Liyue, pusat festival Lantern of Rite dilaksanakan. Gemerlap lampu lentera menghiasi sepanjang dermaga bersama berbagai stan dagangan mulai dari makanan sampai berbagai permainan pun disediakan.
Di tengah-tengah keramaian Kota Liyue, di sanalah berdiri Lumine yang menikmati setiap momen bersama teman-temannya. Ia sangat senang karena semua orang datang, bahkan film kameranya hampir habis karena terus memotret. Tidak lupa juga ia mencicipi berbagai hidangan makanan khas Liyue bersama Paimon, membuat uangnya hampir habis.
Hari semakin malam, setelah Lumine puas berada di tengah keramaian, ia pergi ke sebuah stan untuk membuat lentera. Bersama Paimon, ia menghabiskan sisa uang untuk membuat dua lampu. "Ayo kita pergi ke Gunung Tianheng!" seru Paimon begitu lampu mereka sudah jadi.
Sesuai janjinya dengan Xiao, Lumine benar-benar pergi ke Gunung Tianheng yang berada tepat di sebelah Kota Liyue, itulah kenapa pemandangan di seluruh kota bisa dilihat dari atas sini.
"Xiao!"
Lumine tertawa melihat Paimon yang terlihat lebih senang begitu menemukan Xiao duduk di salah satu bukit seorang diri. Tidak heran, Paimon memang sosok yang ceria.
"Oh, kamu datang." Xiao menoleh, tidak ada perubahan ekspresi dari wajahnya.
"Ini, Xiao! Lentera ini untukmu!" Paimon memberikan lenteranya pada Xiao, "Lalu Paimon akan kembali mencicipi masakan Xiangling~"
"Loh? Tapi kita baru sampai, Paimon!"
Paimon menggeleng, "Nooo~ kamu tidak perlu ikut! Paimon akan pergi sendiri~" lantas tanpa menunggu jawaban, Paimon sudah terbang menuruni bukit, kembali ke dermaga Liyue.
"Bagaimana keadaanmu? Sudah membaik?" tanya Xiao, masih dengan wajah yang datar meskipun hatinya begitu khawatir.
Lumine pun duduk di sebelah Xiao, "Lebih baik dari kemarin, terima kasih sudah bertanya, Xiao."
Xiao bertanya seperti itu karena ia telah berhasil mengeluarkan kutukan karmanya dari tubuh Lumine. Setelah bertapa dan mendalami ilmu adeptusnya lebih dalam lagi, ia berhasil melaksanakan ritual yang membuatnya harus melawan dan menghabisi kutukan berupa aura jahat itu. Akibatnya tubuh Lumine lemah begitu ia terbangun dari ritual, beruntung ia bisa membaik setelah minum obat dari Farmasi Bubu atau obat buatan Qiqi.
Tentu saja semua itu berlalu dalam waktu yang tidak lama, bahkan Lumine masih butuh waktu untuk sembuh total sejak hari ritual.
"Apa kamu mau menerbangkan lenteranya sekarang?" tanya Lumine, membuka percakapan baru.
Alih-alih menjawab, Xiao justru bertanya, "Menurutmu, kemana lentera-lentera itu akan mendarat? Apa benar di langit, atau jatuh di tengah jalan dan hancur?"
Lumine tertawa, "Wah, kamu terdengar seperti Morax, abahmu. Membicarakan hal-hal yang tidak penting."
"Dck. Benar juga. Aku pasti terdengar aneh, ya?" Xiao menatap ke arah Lumine yang tertawa puas, membuat dirinya ikut senang melihatnya meski tidak ditunjukkan dengan senyuman.
"Tidak, kok. Kamu terdengar... menikmati setiap detik dalam hidup."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.