"Aku tidak percaya kau menerimanya!" Mogan berseru di dalam mobil, sementara aku hanya memandang keluar jendela. Aku tidak ingin mendengarkan ocehan Mogan yang semakin lama semakin menyebalkan.
"Sudahlah, Mogan." Aku menatap Mogan dengan kesal. "Yang penting dia sudah meminta maaf dan dia menyesal." Mogan terlihat terkejut. Aku kembali menatap keluar jendela.
"Semua lelaki itu serigala! Kamu tidak boleh langsung memercayainya!" seru Mogan setengah berteriak.
"Lalu kau ini apa?!" bentakku.
"Maksudku serigala dalam hal lain!" Mogan bertambah kesal. "Argh, mengapa kau sungguh keras kepala?" Mogan menggeram lalu menarik tanganku. Aku terpaksa menatap wajahnya.
"Aku hanya ingin mengenalnya saja," ucapku pelan.
"Dia sudah menghina keluarga kita, Anan," balas Mogan dengan nada serius. Mata Mogan yang berwarna kuning menunjukkan aura tidak menyenangkan. Ini bukan seperti Mogan yang aku kenal selama ini.
"Aku tahu itu." Aku mengalihkan pandanganku. Mogan sangat menyeramkan saat hatinya tidak dalam suasana yang bagus. "Tadi dia berkata dia tidak ingin melukai perasaanku lebih dalam. Dia tahu aku masih membencinya dan dia menerimanya. Aku bisa mendengar suaranya dengan jelas dan tatapan matanya yang bersungguh-sungguh. Walaupun aku belum menerimanya, aku ingin tahu mengapa sifatnya begitu buruk."
Mogan melepaskan tangannya. Dia menghela napas dengan pelan. "Apa kamu selalu menerima seseorang?"
Aku memiringkan kepala. Sebenarnya aku tidak mengerti apa yang dikatakan Mogan. "Sepertinya aku hanya menerima orang yang mau menerimaku lebih dulu," ucapku ragu. "Aku tidak mengerti apa maksudmu."
Mogan tersenyum kecil. "Jadi, kamu mau mengenalnya, ya?"
Aku mengangguk.
"Baiklah, aku akan menemanimu," ucap Mogan dengan setengah hati. Dia bersender sambil menyilangkan tangannya. "Kita tidak pernah tahu jika dia tiba-tiba menculikmu atau melakukan hal buruk lainnya."
"Mogan!" aku memukul pahanya dengan keras. "Terima kasih."
Mogan menarikku ke pelukannya. "Awas saja jika dia berani menyakitimu lagi. Kali ini, aku benar-benar akan membunuhnya."
Aku bersandar di dada Mogan yang hangat. "Dasar bodoh, kau tetap tidak boleh membunuh seseorang."
Mogan bergumam sambil menatap sesuatu di tanganku. "Bagaimana dengan isi kotak itu? Kapan kau membukanya?" tanya Mogan sambil meraih kotak hitam dari tanganku.
"Buka saja jika kau penasaran," ucapku tidak peduli.
"Aku baru tersadar kalau ini kotak dari toko 'OU'," ucap Mogan setelah mengecek kotak itu.
"'OU'? Apa itu?" aku mengubah posisi duduk untuk melihat kotak yang dipegang Mogan.
"Toko perhiasan 'Ordinary U', ibu Rolan yang mengelolanya. Pantas saja dia memberimu hadiah dari toko itu." Mogan memberikan kotak itu padaku. "Kamu saja yang buka, lagipula itu hadiahmu."
"Toko perhiasan, ya? Apa itu terkenal?" tanyaku. Aku tidak pernah mendengar nama toko itu selama tinggal di Okayama.
"Tentu saja. Yah, terkenal untuk kalangan atas. Mereka baru membuka cabang di Kyoto dan Tokyo saja. Yang aku tahu, salah satu cabang di Tokyo baru saja dibuka," jawab Mogan.
Aku bergumam. "Sepertinya sangat mahal."
Mogan menahan tawanya. "Kau ini sangat polos, ya? Ya, mereka juga dikenal dengan kualitas produk yang sangat terjamin. Wajar saja jika mereka menawarkan harga yang fantastis."
KAMU SEDANG MEMBACA
After I Meet You
Teenfikce[Side Story] Sebuah cerita sampingan yang menyuguhkan kehidupan SMA di Jepang bersama tokoh-tokoh utama Silver Goals. Apakah mereka bisa menyelesaikan pendidikan mereka dengan tenang? Ataukah hari-hari mereka akan berisi perselisihan? Sebuah masa ya...