Chapter 20

26.2K 1.1K 65
                                    

Kia menatap pintu rumahnya sedari tadi yang tertutup rapat. Dia sangat tidak berani memasuki rumah karena itu pasti membuatnya berjumpa dengan ibunya. Dia tidak tahu harus bilang apa kepada ibunya jika ibunya bertanya ke mana saja dia tadi malam sampai tidak pulang ke rumah. Apa yang harus dia katakan? Apakah dia harus jujur? Tidak, itu akan membuat ibunya sangat kecewa. Lalu apa? Apakah dia harus berbohong? Tapi, alasan apa yang harus dia pakai? Dia tidak pandai sama sekali untuk berbohong.

Cklek.

"Kia!" Pintu rumah yang sejak tadi tertutup, terbuka berbarengan ibunya keluar dan langsung memanggil namanya.

Dengan segera Karina menghampiri anaknya yang masih terdiam menatapnya. Setiba di dekat anaknya, Karina memegang kedua bahu Kia dengan raut wajah khawatir, "Kia kenapa baru pulang sekarang? Ke mana aja tadi malam? Ibu khawatir sama kamu. Ajeng semalam datang ke sini sama Alga untuk nyari kamu karena katanya kamu ngilang tiba-tiba di acara ulang tahun," ucap Karina tanpa hentinya.

Kia memandang ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. Melihat ibunya yang sangat khawatir kepadanya membuat hatinya sangat sakit. Apa yang harus dia katakan kepada ibunya Ya Tuhan.

"Kia jawab! Ke mana aja tadi malam?" ulang Karina melihat anaknya yang hanya diam.

Tak kuasa menahan tangisannya, hingga kini satu tetesan air mata telah mengenai pipinya. Dengan cepat Kia menundukkan kepalanya, dan memegang kedua tangan ibunya.

"Maafin, Kia..." lirihnya pelan seraya menangis.

"Kenapa min--" Ucapan Karina terhenti saat melihat tanda merah di samping leher putih anaknya.

"Ta-tanda merah ini apa, Kia?" Karina menyentuh tanda merah di leher anaknya dengan tangan yang gemetar. Rasa takut terselit pada dirinya ketika melihat tanda itu. Anaknya tidak mungkin melakukan hal itu, kan?

Kia terdiam di bawah tundukkannya. Air matanya semakin deras berjatuhan dan mengenai tangan ibunya. Lidahnya terasa keluh untuk berbicara.

"Sayang, jawab ini tanda apa?" Karina seberusaha mungkin untuk tidak berpikir aneh-aneh. Namun, melihat anaknya yang seperti ini membuat Karina semakin takut bahwa anaknya memang melakukan hal hina itu.

Kia mendongak menatap ibunya yang sudah memasang wajah yang sangat risau, "Ki--kia kotor, Bu...Kia hi-na..." Dengan nada gemetar Kia berusaha mengatakan hal jujur pada ibunya.

Karina melepasan tangan anaknya, dia menatap anaknya tak percaya, "Kia nggak ngelakuin itu, kan?"

Kia memanggukan kepalanya pelan, bibirnya sangat gemetar untuk bicara, "Maaf... Kia...Ki-kia.."

Mengerti perkataan dari anaknya, membuat Karina langsung memeluk tubuh Kia. Dia langsung menangis detik itu juga. Sedangkan Kia, semakin bertambah menangis melihat Karina yang langsung memeluknya.

"Apa yang terjadi sama Kia tadi malam, Nak? Kenapa Kia sampai bisa melakukan hal hina itu?" tanya Karina yang masih memeluk tubuh anaknya yang sudah bergetar akibat menangis.

Kia melepaskan pelukan ibunya secara perlahan. Dia menatap ibunya yang sudah menangis sama sepertinya. Hatinya berdenyut nyeri melihat ibunya yang seperti ini gara-garanya. Untuk pertama kali Kia membuat ibunya menangis.

"Kia dipaksa, Kia udah berusaha kabur tapi Kia gak bisa. Maafin Kia, Bu.. Kia minta maaf," ucapnya berusaha menjelaskan meski tak semuanya.

Mendengar penjelasan anaknya, Karina merasakan apa yang Kia rasakan saat ini. Dia tidak mau memarahi anaknya ataupun kecewa, anaknya tidak salah, anaknya di sini hanya korban.

Karina mengusap air matanya. Lalu, menatap wajah anaknya yang sudah merah dan berair akibat banyak menangis, "Siapa dia? Siapa laki-laki yang udah ngelecehin anak Ibu ini?!" ujar Karina bertanya.

MY FAKBOY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang