1. Gerbang Pertemuan

19 3 0
                                    

Happy Reading

Azan Subuh berkumandang merdu, tanda panggilannya sudah diperdengarkan ke seluruh penjuru dunia untuk segera ditunaikan. Seorang gadis mengenakan piyama merah dengan motif bunga mawar masih saja terlelap dalam mimpinya.

Kini sahutan ayam berkokok mulai terdengar. Matahari pagi muncul perlahan menciptakan semburat jingga di cakrawala. Tetes-tetes embun masih tersisa di ujung daun, diiringi kicauan burung merdu memanjangkan telinga.

Kring....

Terdengar suara alarm berhasil membangunkan Davina yang tertidur pulas. Dengan terpaksa ia membuka matanya perlahan, sembari mengambil ponsel yang berada di samping telinganya itu. Mulailah mematikan alarm.

"Bibi....!!!"

"Kenapa gak bangunin Davina sholat subuh...!!!" Teriakan itu mengema ke seluruh ruangan di rumah. Hingga sampai ke penjuru halaman.

"Sama, Roy juga gak dibangunin sholat subuh kak, kayaknya orang di rumah pada kesiangan semua!" Roy yang baru saja bangun karena kakaknya berteriak.

Mata Davina mulai berkaca-kaca, sambil melirik foto Ibunya yang terpajang di meja belajar.

"Ma..."

"Kenapa mama pergi secepat ini?"

"Sejak mama pergi, suasana rumah berantakan."

"Gak ada lagi yang teriak bangunin sholat, nyuruh makan, belajar."

"Sekarang Davina udah berubah ma, Davina bukan anak perempuan yang dulunya rajin sholat, ngaji, belajar, penurut."

"Itu semua karena mama."

"Davina rindu mama."

Batin Davina.

Bulir air mata menetes melewati pipi. Diam-diam ia menangis seraya memeluk bingkai foto Ibunya yang sudah tiada.

Dengan rasa terpaksa, gadis itu beranjak dari tempat tidur, lantas membuka tirai jendela dan menatap matahari yang mulai terbit dari ufuk timur. Davina menepis air matanya, kemudian mandi dan menganti pakaian sekolah.

"Gak makan dulu non sebelum berangkat?" Tawar Ella pembantu rumah tangga. Yang mendapati Davina sedang berjalan tergesa-gesa menuruni anak tangga.

"Gak laper!!" Tolak Davina seraya memperhatikan Arman yang sibuk dengan handphone dan segelas teh di tangannya.

Arman menyadari kehadiran putrinya."Ehh Vin." Ujar Arman gugup, ia menutup layar handphone dan beralih menatap Davina.

Meskipun Arman sudah mematikan handphone, Davina sudah lebih dulu melihat foto wanita cantik dengan tubuh mengoda. Sepertinya dia adalah pacar baru ayahnya yang baru jadian tadi malam.

Davina berjalan ke luar rumah, dan menyetatarkan motornya, bersiap untuk pergi dari sana.

Arman merasakan banyak perubahan sifat maupun sikap dari putra putrinya semenjak kepergian Yetri seminggu lalu. Jangankan mereka, ia pun sebagai suami merasa sangat kehilangan sosok istri yang pengertian nan sholehah.

***

Di pertengahan jalan, Davina melajukan kecepatan motor ninjanya tinggi. Saat berkendara dan lagi emosi bercampurkan kesedihan rasanya nikmat sekali. Tapi tidak bernikmat lama saat melihat pintu gerbang sudah tertutup rapat.

"Yeah suatu hal yang sangat menyebalkan adalah menunggu." Ucap Davina santai tanpa rasa cemas. Ia sudah menjadi pujaan hati si buku hitam (buku pencatat siswa terlambat) karena selalu hadir mengisi namanya di setiap lembar buku tersebut.

"Hah...??"

Davina membalikkan tubuhnya ke belakang mencari ke arah sumber suara. Ia mendapati seorang pria menggunakan kacamata ala siswa kutu buku. Dari caranya berpenampilan, dapat dinilai jika pria itu adalah anak IPA-1 (unggul), tapi tidak mengurangi tampangnya yang rupawan.

Anak IPA itu memegang gerbang haru, sepertinya ia sedang berbicara dengan seseorang tapi di sana tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua.

Davina melihat tingkah aneh dari pria itu.

"Please gerbang bukain..!! Gue gak rela mengotori buku hitam dengan nama gue yang suci."

Ia baru menyadari jika pria itu tidak berbicara dengan siapapun, melainkan dengan gerbang. Huh sedikit gila.

"Keren juga ya imajinasi lo, bisa ngomong sama gerbang." Sindir Davina melirik tingkah aneh Haris.

Haris Renata Fadira Alkasmi, siswa cupu dengan segudang prestasi.

Ia tercengang membulatkan mata dan mulutnya, tiba-tiba air matanya menetes. Astaga, ini memalukan sekali. Davina hampir tak percaya jika pria yang ada di depannya ini sebenarnya berjenis kelamin perempuan atau laki-laki jadian.

"Ada apa ini? Mengapa Haris menangis?" Tanya seorang wanita paruh baya yang baru datang. Terlihat dari wajahnya yang glow up seperti baru diolesi bedak ms glow.

"Gak tau tuh buk, dia tiba-tiba nangis, habis ngomong sama gerbang," jawab Davina sembari menggelengkan kepalanya tertawa.

"Haris, katakan ada apa? Davina tidak macam-macam ke kamu kan?"

Ibu guru ini sangat menyayangi Haris. Dari perhatiannya saja sudah menunjukan jika Haris adalah murid kesayangannya. Dan ia tahu banyak hal tentang Haris mulai dari orang tuanya, alamat rumah, nomor handphone, kucingnya bernama Seli pun. Berbeda dengan Davina, ia dikenal para majelis guru bukan karena prestasi melainkan karena siswi IPS paling nakal dan selalu membuat onar. Meskipun SMP dulu pernah menjadi siswi berprestasi dan sang primadona di sekolahnya.

"Saya terlambat bu, saya takut nama saya ditulis di buku hitam. Saya takut nilai saya dikurangi. Saya takut saya gak juara." Lelaki itu semakin mengalirkan air matanya. Sedangkan Davina semakin menguatkan tawanya karena geli.

"Eh Haris Suganda Marpopo, kalo lo gak dapat juara di sekolah. Datangin ke rumah gue biar gue yang kasi penghargaan juara 1 lelaki tercengang tingkat Internasional hahahah."

"Sudah-sudah Davina hentikan bercandamu. Haris tenanglah nak, ini baru pertama kalinya kamu terlambat dan pastinya banyak pertimbangan guru untuk menurunkan nilai-nilaimu. Dari kacamatamu saja saya percaya jika kamu adalah siswa pintar dan juga disiplin, gak mungkin sengaja datang terlambat biar gak ikut upacara. Tidak seperti di belakang kamu itu. Pemalas!" Sindir Bu Firda refleks membuka gerbang dengan kunci simpanannya.

"Yowes ibuk duluan ya, semangat menunggu..!!"

Davina menatap kepergian Buk Firda dengan tatapan permusuhan karena telah menyindirnya terang-terangan di depan orangnya langsung.

"Capek-capek buk kepala sekolah bikin peraturan. Kalo masih ada anggotanya sendiri yang gak mematuhi."

"Kalo pake kunci cadangan mah gue juga bisa."

"Gak adil namanya tuh, siswa-siswi yang terlambat di hukum suruh nunggu pintu gerbangnya dibuka. Tapi gurunya yang terlambat bisa langsung masuk." Davina mendengus kesal.

Dan Haris yang mendengarnya hanya diam dan mematung. Sebenarnya ia tidak setuju dengan pernyataan Davina soal menyalahkan guru dan memiliki sudut pandang yang berbeda. Karena bagaimanapun peraturan hanya berlaku untuk siswa-siswi yang masih sekolah, dan bukanlah guru. Tapi suasana hatinya sedang gundah, ia hanya menganggap pernyataan Davina tadi sebagai angin lewat dan tidak jauh penting dibandingkan dengan kasusnya pagi ini.

***


Jangan lupa tinggalkan jejak berupa komentar dan tekan tombol bintang di bawah ini. Thank you so much😍

Salam hangat author ✍️
Riau, 24 Februari 2022

Rasa yang Terarsipkan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang