"Apa itu pacar baru Faza sekarang?"
"Kok dia gak cerita sama gue."
"Ya ampun, gue tuh kenapa sih sebenarnya. Terserah dia juga mau cerita apa enggak, itukan haknya."
"Lagian gue juga gak bisa balas cinta dari dia, tapi kok gak rela ya dia jadi milik orang lain." Ujar Davina pada dirinya sendiri.
"Hay?" seseorang menepuk bahunya di belakang. Davina berbalik.
"Eh, lo. Ngapain?" tanya gadis itu berusaha mengerdipkan matanya ke atas, agar ia bisa menahan air matanya.
"Lo ngapain di sini? Belum pulang juga."
"Kepo banget jadi orang, urus aja tuh luka lo."
"Alhamdulillah udah sembuh, lo sendiri gimana?"
"Lumayan, tapi belum bisa bawak motor."
"Terus lo nunggu siapa di sini?"
"Nunggu ojek yang mau anterin gue pulang."
"Oh."
Haris menstatarkan motor matiknya. Davina yang melihantnya hanya pasrah, pasrah untuk ditinggalkan pulang.
"Dasar cowok gak peka, gue gengsian kali mau nebeng." Batin Davina, yang terus memaki-maki nama Haris.
Haris menatap Davina bingung. "Kenapa masih di situ? Gak mau pulang?"
"Dibilangin masih nunggu ojek, kalo bareng sama lo gak ditawarin kok."
Pria itu tersenyum hingga hampir membuat Davina diabetes.
"Emang harus ditawarin dulu biar lonya mau?"
"Ya iyalah, karena kode lo tolol banget, sampe cacing aja gak peka."
"Hahah, udah ah naik."
"Beneran nih? Entar lo jatuhin lagi gue karena balas dendam sama kecelakaan yang kemarin."
"Ehh jangan suzon deh lo, paling gue tinggalin aja di tengah jalan entar."
"Tuh kan, kampret lo. Kalo gak ikhlas bilang aja gak usah sok-sok manis di awal."
"Jangan marah dong, gue bercanda. Cepatan naik. Atau enggak gue tinggal nih biar lonya jadi anti nyamuk."
Davina memanyungkan bibirnya kesal.
"Cepatan naik!!!" Perintah Haris dan Davina pun menurut.
Belum sempet Haris melajukan motornya, terdengar suara teriakan seseorang memanggil nama Davina.
"Vin, lo pulang sama gue aja." Ternyata itu adalah Faza.
"Gak usah, anter aja cewek lo pulang." Jawab Davina tanpa memandang lawan bicaranya yang ada di belakang.
"Dah cepetan pergi dari sini." Ungkap gadis itu, lalu Haris memacu motornya dengan kecepatan sedang.
Di pertengahan jalan, mereka tak henti-hentinya bercerita. Seperti sudah lama akrab.
"Lo juara satu di kelas XII IPA 1 ya?" tanya Davina.
"Iya."
"Keren."
"Biasa aja kali."
"Iyalah itukan bagi lo."
"Maksud dari biasa itu ya gue gak mau terlalu bangga dengan pencapaian yang gue terima sejauh ini."
"Kesal sama saingan lo tadi ga?"
"Dibilang kesal sih engga, tapi lebih kecewa aja."
"Ya gapapa sih, nilai itu cuma angga kali dan bukan angka yang membuat kita sukses."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa yang Terarsipkan
Teen FictionKedekatan Davina dan Haris sudah terjalin sangat lama. Tapi, status hubungan mereka masih belum jelas. Sulit diartikan apakah sebatas bersahabat atau memiliki hubungan spesial? *** Demi mendapatkan cinta Haris, Davina rela menyimpan rasa sakit berta...