⊰ 06 ⊱ TENTACLED CROCODILE

12 2 0
                                    

Langkah kami terhenti di pinggir sungai di sebuah rawa. Kakiku jadi sangat kotor setelah berjalan di atas tanah yang basah. Kulihat kaki Eunoir lebih kotor dariku, hingga ujung celana panjangnya juga ternodai oleh tanah.

Air sungai berwarna hijau, hampir separuhnya ditutupi oleh lumut. Kulihat banyak tanaman eceng gondok terapung di sana. Pohon-pohon menjulang berliku-liku. Dedaunannya gugur dan terapung di sungai yang tenang. Beberapa burung gagak bertengger di salah satu pohon, menatap kami.

Di pinggir sungai yang jaraknya tidak jauh dari kami, sebuah besar perahu terbengkalai begitu saja tanpa pemilik. Sebuah kebetulan yang bagus. Aku dan Eunoir berlari ke sana. Eunoir mengamati perahu kayu yang terlihat cukup tua. Bagian bawahnya berlumut. Eunoir sama tingginya dengan perahu, sedangkan aku sedikit lebih pendek.

"Aku penasaran siapa monster pemilik perahu ini? Kenapa perahunya ditinggalkan? Apa dia tidak takut akan dicuri?" Eunoir mulai mengoceh lagi.

"Entahlah, mungkin saja sedang buang air di semak-semak. Cukup pertanyaan tidak pentingnya, aku mau cepat pulang ke rumah dan tidur dengan tenang," ucapku dengan nada dingin, lalu bergegas naik ke perahu.

Eunoir berdecih. "Kuharap pemiliknya adalah laba-laba, lalu dia akan datang dan melahapmu hidup-hidup. Kau akan tidur di dalam perutnya yang menjijikan itu." Eunoir memasang tatapan meledek kepadaku.

"Eunoir!" Aku mulai kesal. Jujur saja rasanya aku ingin menjahit mulutnya supaya berhenti bicara dan menendangnya ke luar angkasa. Tak peduli jika dia akan menangis lebih menyebalkan dari bayi.

Eunoir menyusul naik ke perahu. Perahu itu lengkap dengan dua dayung yang tergeletak di lantai. Kuambil salah satu dayung, Eunoir juga mengambil dayung yang lain.

"Ah, padahal aku ingin perahu mesin ... aku malas mendayung." Eunoir cemberut menatap dayung yang ia pegang.

Aku berdegus. "Memangnya kau bisa menggunakan perahu mesin?"

"Tidak." Eunoir menggeleng dan tertawa kecil.

Aku dan Eunoir mendayung sekuat tenaga. Bagianku mendayung sisi kana dan Eunoir mendayung di sisi kiri. Perahu dibawa mengikuti arus sungai. Perlahan tapi pasti.

Angin dingin menerpa wajahku. Tempat ini semakin lama berkabut dan mencekam, membuat jarak pandang kami menipis. Kami berbelok menghindari beberapa pohon yang menghalangi jalan. Semua batangnya berkelak-kelok dan bercabang seperti kilatan petir. Aku harus menunduk beberapa kali menghindari ranting yang yang merunduk lebih rendah.

Aku melihat beberapa lubang di pohon tampak seperti sebuah wajah. Ekspresi mereka ada yang terlihat menyedihkan, rasa takut, dan juga kemarahan. Entah apakah pohon-pohon itu sengaja dibuat begitu atau hanya imajinasiku saja. Atau pohon-pohon ini sebenarnya memiliki perasaan?

"Pareidolia," guman Eunoir mengangguk-angguk pelan.

"Hah?" Aku mengernyit dan menatap Eunoir. Dia mengucapkan kata-kata ajaibnya lagi.

"Adalah fenomena dalam psikologi yang menunjukkan seseorang bisa melihat wajah dalam benda-benda yang dilihatnya," jawabnya santai. Bagiku dia hanya berlagak sok pintar.

Aku mengabaikan Eunoir dan mengamati pemandangan di sekelilingku. Aku terperanjat melihat seekor katak melompat masuk ke perahu, berpisah dari kelompoknya yang sedang berbaur di atas daun teratai. Eunoir berhenti mendayung dan mendekati katak berwarna hijau lumut. Katak itu melompat ke lengannya. Ukurannya hampir menyamai setengah kepala Eunoir.

Eunoir menatap gemas, lalu menjulurkan tangannya ke arahku. Aku mundur selangkah, katak itu menatapku dengan mata besarnya yang mengilap. "Lihat, lucu. Kamu phobia katak juga kah?"

Fallen Realm: Prison Nightmares [PILOT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang