Sayup-sayup terdengar suara lirih, beriringan dengan nafas yang memacu. Tubuh Fian mengaku, matanya masih terpejam. Seperti beberapa hari lalu, sepertinya ia bermimpi buruk. Tubuhnya masih kaku, suaranya tertahan, Fian hanya menggelijat seperti orang ingin melepaskan ikatan yang melilit tubuh.
Matanya masih terpejam, terlihat butiran air mata mulai berlinang, Fian menangis.
"Haah!! (Fian terbangun, bangkit dari posisi tidur telentangnya)"
Sorot matanya masih seperti beberapa hari kemarin, menerawang kosong.
Dalam mimpinya, wanita berambut panjang lagi-lagi membelainya, mengusap rambutnya, memegang kencang pergelangan tangannya dan berbisik "Aku kembali..."
Lamunan Fian terpatahkan, tirai jendela kamar Fian berkibas, tertiup angin malam. Fian bangkit dari tempat tidurnya, melangkah pelan menuju jendela.
"Siapa?" Ucap lirih Fian, memastikan apa yang dilihatnya, seperti ada sesosok yang berdiri tepat di luar jendela. Tak ada sahutan dari pertanyaan itu, Fian masih berjalan mendekat jendela, membuka tirai memastikan apakah benar ada seseorang atau tidak.
SREKK! Bunyi tirai yang tersingkap. Tidak ada apa-apa di balik jendela.
"Huftt" Fian menghembuskan nafas yang sepertinya sempat tertahan.
***
Udara sedikit terasa dingin. Mendung hampir memenuhi langit pagi ini.
"Ayuk semuanya sarapan" ajak wanita yang disebut bunda oleh Fian.
Terdengar suara langkah kaki dari lantai dua, menuruni tangga mendekati meja makan. Suasana menjadi hening yang terhias suara piring dan sendok yang saling bersenggolan.
"Ehem, belum mau bagi-bagi warisan Fi?" Tanya seorang pria dewasa yang duduk di salah satu kursi ruangan.
" Kamu itu apa an Pram!!" Jawab geram perempuan yang menyiapkan sajian menu itu.
BRAKk! Garpu dan sendok tergeletak kasar kembali di atas meja, Fian tak melanjutkan sarapan, ia beranjak dari perkumpulan beberapa orang itu.
"apa yang kamu katakan Pram?"
"Kenapa? Mbak Hesti ngga cape ngurus gadis gila seperti Fian, ngga dapat imbalan, ngga dapet warisan, apa mbak ngga bosan?😕" sanggah lelaki yang bernama Pram tadi"Fian itu sudah ku anggap anak, dan kamu itu juga keluarganya, kamu pamannya. Memang siapa yang membiayai hidupmu selama ini, yang memberi tumpangan kamu dan anak mu ini (menunjuk gadis yang masih dengan lahapnya menyantap menu sarapan)?. Fian masi mau menampung kamu, warisan orang tua Fian yang kita gunakan untuk bertahan hidup! Kamu ngga inget? Jangan asal bicara!" Ucap geram Hesti.
***
Menyusuri jalan pinggiran kota, melalui rute seperti biasa, melewati beberapa lampu merah, Fian berangkat sekolah. Memilih berjalan kaki didaduhului besi beroda yang berlalu lalang. Tepat di lampu merah kedua dari rumah, terlihat seorang anak menjinjing kotak berisikan jajanan makanan ringan, air minum dan permen, di seberang jalan. Fian menyeberang melalui zebracross.
Anak itu tersungkur beberapa menit kemudian, bawaannya berserakan, sayangnya tiada seorang pun memperdulikan, bahkan orang yang menabraknya barusan pun tak memperdulikan.
Fian berpapasan dengan lelaki yang membuat dagangan anak kecil itu berserakan, dengan sengaja mendorong lelaki itu mengambil ponsel yang semula di genggam dan di mainkan lelaki tadi, lelaki itu mengumpat menyerocos kasar pada Fian.
"AISshhh sialan (mata melotot melihat siapa yang mendorong dan mengambil ponselnya), hissss he anak kecil, sini HP, Hp gua sini in!😠"
Fian tak membalas cerocosan itu.
PRAKK! tepat setelah lelaki tadi melontarkan kata pada Fian, Fian melempar ponsel yang ia rampas ke jalanan, tergilas sepeda montor yang melaju kencang."Astaga! Hai nak, kau gila! AISHH!! ponselku😠"
Fian beranjak dari hadapan lelaki tadi, namun sepontan lelaki tadi meraih tangan Fian, menahan langkah Fian.
"Hai, ganti rugi ponsel gua yang lu rusakin"
Lagi-lagi tak ada sahutan. Fian berusaha melepas genggaman pada lengannya. Kembali memutar tangan yang menggenggam tangannya, membalas dengan memutarnya."Aisshh!! Dasar gila!!" Ujar lelaki yang tangannya Fian genggam
Kembali Fian mendorong lelaki itu, lantas meninggalkannya. Sekeliling hanya melihat hal yang baru terjadi, saling berbisik.
Langkah Fian terlanjut, melalui bocah kecil yang masih sibuk merapikan dagangannya, yang tadi sempat terjeda terganti dengan memandangi tingkah Fian dan lelaki tadi.
Fian menunduk, jongkok memunguti dagangan yang berserakan, mengumpulkannya dan lekas kembali beranjak melanjutkan langkahnya.
"Mbak😮" sapa bocah kecil itu pada Fian
Fian tak merespon, langkahnya berlanjut menyusuri jalan yang mengarahkannya menuju tujuan.
***
Ruangan kelas masih sama, sahutan ricuh penghuni kelas saling bersahutan. Fian sudah bersarang pada kursinya dengan tenang, kali ini ia merebahkan kepalanya di atas meja, menyembunyikan wajahnya. Sepertinya tertidur.
***
"Aaaaa.." Fian terperanjat, tersadar dari terlelap, tersadar bahwa ia berada di dalam kelas. Teriakannya tadi membuat seisi kelas melihatnya, memandanginya dengan tatapan heran "kenapa wanita itu?" Kurang lebih itulah pertanyaan yang menggambarkan ekspresi seisi kelas.
Fian memilih mengumpulkan kesadaran, mengerjakan aktivitas berulang, membaca buku dan menyumbat telinganya dengan earphone. Tidak bisa terfokus, terbayang jelas wanita yang barusan mendatanginya dalam mimpi singkat, menyeret Fian dalam kegelapan, mencengkram erat lengan Fian, heran saja bekas cengkraman wanita dalam mimpinya membekas nyata, pergelangan tangan Fian memerah. Kenapa?
Lelaki di samping meja Fian menoleh.
"Ehem😆" Dimas mencoba tersenyum pada Fian dan lagi-lagi tidak ada balasan, memutuskan mendekat, duduk di kursi sebelah gadis yang terdiam itu. Dimas melepas earphon yang terpasang di telinga kanan Fian.
Fian menoleh, mengambil dan memasang kembali earphonnya. Tak mau kalah, Dimas kembali mengambil penyumbat telinga Fian, tak tanggung-tanggung juga mengambil buku yang sedang di baca gadis di sampingnya. Fian menoleh.
"😆😆 (Dimas tersenyum)"
Fian berusaha meraih buku yang sedang dirampas lelaki di sampingnya."Hai😆😆" Dimas kembali berupaya mengajak Fian berbicara, dan menyembunyikan buku tadi di belakang punggungnya.
Fian hanya menatap tanpa berkata."Kamu bisa bicara kan?😆, aku Dimas, D I M A S (mengeja huruf penyusun namanya), kamu siapa? S I A P A? (Kembali mengeja), Siapa?"
Tampaknya lawan bicaranya masih enggan melontarkan kata-kata, justru masih sibuk berupaya mengambil buku miliknya.
"Eitss, siapa dulu namamu, baru aku kasi bukunya😆" Dimas kembali angkat bicara.
"Fiany" jawab singkat fian, dengan menyodorkan tangannya, meminta bukunya kembali.
"Ini (menyodorkan buku yang tadi dirampasnya), ngomong napa, ngga cape diem terus? Apa takut lalat masuk kalau buka mulut buat bicara😅 becanda kok😆😆, jangan teriak di kelas nanti bisa-bisa beneran lalat masuk, pas kamu bilang AAaaaa, HAP! lalat masuk deh😆"
Tak ada balasan***
Ri_Zuma
(See You)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Romance"Wanita Gila" persepsi orang kepada Fian Zumaro Al Fiany gadis abstrak, Terlampau rancu untuk di mengerti. Terauma lamanya menyulapnya menjadi wanita kaku,dingin dan ambigu.