pencuri

2 1 0
                                    

Suasana hening terulang di rumah yang dihuni 4 orang, hanya terdengar jelas ricuhnya suara piring dan sendok yang saling bersenggolan.

"Aishhhh" suara yang terdengar seperti umpatan kesal memecah keheningan suasana sarapan.

"Kenapa sin? Kok kesel gitu?" Sahut lelaki bernama Pram sekaligus ayah dari gadis yang menggerutu itu.

"Sindi kesel aja Pa, kenapa sih kita harus pindah rumah. Jelas-jelas bagusan rumah yang dulu, lebih gede, ada kolam renangnya dan...."

"Cukup Sindi!" Putus Hesti menghentikan ocehan Sindi

"Apa sih. Tante tu cuma belain si Fian terus!😠. (Menghentikan sejenak ocehannya dan menoleh mengarah kepada Fian) Lu Fi, mentang-mentang panggil tante dengan kata 'bunda', bukan berarti dia jadi ibuk Lu!" Cerocos Sindi yang berkelanjutan.

Fian tak menjawab perdebatan itu. Masih menyibukkan diri menarikan garpu dan sendok menghabiskan hidangan di depannya.

"Fi!! Dasar aneh!. Cuma gara-gara Lu ngga suka sama rumah yang dulu terus kita semua jadi harus pindah. Enak jadi Lu ya!" Lagi lagi tak ada balasan dari Fian

"Udah Sindi. Kita ini lagi sarapan!" Balas Hesti kembali berupaya mengembalikan keheningan

"Mbak Hesti, bener kata Sindi, cuma gara-gara orang tua dia (menunjuk Fian) mati di rumah itu, terus kita harus pindah?!, Aissshh (mengumpat dan menoleh menatap Fian) lagian emaklu ngga akan hidup lagi Fi! Ngga bakalan datengin lu, ngga bakalan nungguin rumah itu! Aiiissh!" Lanjut Pram geram dengan keadaan

"DIAM!!!!" kini suasana benar-benar menjadi hening, bahkan sendok, garpu, dan suara piring pun ikut terhenti. Fian teriak membentak perkataan-perkataan tadi.

Matanya memerah dan tampak air menghiasi bola matanya, raut wajahnya berubah, kini berdiri masih memegangi peralatan makannya, menatap kosong dan air di kelopak matanya berhasil terjun bebas beberapa kali. Fian melempar benda yang digenggamnya, melangkah meninggalkan kerumunan itu.

"Kalian ngga tau diri!! Apa yang kalian lakukan!!" Hesti angkap bicara melihat langkah Fian menjauhi ruangan itu.
"Udah lah mbak, kita ini bicara fakta." Sahut Pram tak ingin dikalahkan.

***

Sudah hampir menunjukkan pukul 16:45, Fian berjalan mengikuti rute gang kecil dekat rumahnya, menyumbat kedua telinga denga earphone, mengenakan jaket biru muda, menundukkan kepala melihat langkah kakinya menyusuri jalanan itu.

"Selamat datang😊" sapa ramah pelayan toko melihat kedatangan Fian yang dibalas dengan anggukan kepala.

Memilah-milah barang yang ingin dibelinya, mengambil satu bungkus coklat, permen, beberapa mi instan, sebotol air putih, vitamin, buah-buahan dan beberapa barang lainnya.
Pandangannya menjelajah seisi toko yang mampu di jangkau matanya, terlihat seorang ibu hamil menenteng keranjang belanjaan. Memutar pandangan 180 derajat, terlihat seorang laki-laki memakai jaket hitam seperti kebesaran dilengkapi dengan topi berwarna hitam. Dan di sudut-sudut lain terlihat beberapa pengunjung.

Langkah Fian mendekati kasir, mengantri di deretan pembeli lainnya. Fian masih berdiri di urutan ke tiga dari pengantri pertama. Sontak berbalik badan menghadap pengantri yang ada di belakangnya, mengambil belanjaan orang berjaket hitam itu

"Anjrit, apa-apa an ni!" Ucap lelaki berjaket ketika belanjaannya di rampas oleh Fian.
Sontak seluruh pengunjung memperhatikan momen itu.

Kini Fian menarik jaket hitam yang dikenakan lelaki didepannya, berusaha membukanya, tentu tak mudah, tangan lelaki itu pun tak tinggal diam, berusaha mencekal tangan Fian.

"BREKKK! " Fian berhasil membuka jaket hitam itu. Terlihat beberapa barang terjatuh dari dalam jaket hitam tadi, beberapa bungkus rokok, korek api, parfum dan barang-barang lainnya.

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang