empat

3.8K 432 4
                                    

[RESIGN]

Raffa memulai pekerjaannya sebagai sekretaris direktur utama Sky Cooperation dengan makan siang bersama sang direktur. Sejak tadi Raffa tidak berhenti mengoceh pada sang pengemudi yang tampak menulikan pendengarannya.

"Makan siang kan bisa di kantor setan!!"

Raffa masih enggan menatap Raga yang duduk di kursi pengemudi. Raffa terus mengomel namun melarikan pandangannya keluar kaca yang menayangkan jalanan yang padat kendaraan itu.

"Saya gak biasa makan di kantor Raffa. Toh ini juga bagian dari kerjaan kamu." ucap Raga.

Ada perasaan kesal dalam diri Raffa ketika sang mantan kekasih yang biasanya begitu manja padanya berbicara dengan formal, cukup membuat Raffa murung.

"Yaudah pak terserah bapak saja."

Dan Raga yang tak kalah terkejut ketika Raffa mulai ikut berbicara formal padanya.

Mobil merah yang ditumpangi dua orang itu kembali sunyi. Raffa mencoba mengalihkan perhatiannya pada file hitam yang berisi jadwal kegiatan sang direktur selama satu minggu kedepan.

Matanya menangkap bagian yang cukup membuatnya bingung. Pemuda itu membaca kembali dengan teliti kemudian menatap atasannya yang sedang menyetir.

"Wedding day?"

Pertanyaan yang terlontar dari mulut Raffa sukses menarik perhatian Raga yang tadinya fokus menyetir. Sudut matanya mencuri pandang pada lembar jadwal yang dibuka Raffa.

"Ah Bang Suho ama Kak Irene mau nikah." Raffa menatap tidak percaya ketika mendengar hal tersebut.

Raffa ingat dengan jelas penolakan penolakan yang Irene berikan pada Suho dua tahun yang lalu. Mata rubah yang sejak keluar dari kantor tampak malas dan sebal itu kini tampak bersemangat menatap sang atasan.

"Perjuangan dua tahun yang lalu gak sia sia ternyata."

Jujur saja agak tidak nyaman bagi Raffa untuk membahas hal tersebut mengingat tiga tahun yang lalu kedunya masih menjalin hubungan.

"Mereka pacaran belum setahun. Kak Irene yang kepengen nikah" Raffa membekap mulutnya dengan tangan, tidak percaya bagaimana Irene yang dulu selalu menolak Suho kini menjadi yang lebih dulu ingin menikah.

"Takdir emang surprising banget." Ucap Raffa pelan namun dapat didengar oleh Raga yang hanya berdehem sembari tersenyum menatap pemuda rubah yang kini sibuk dengan ponselnya.

Takdir kita juga. Batin pemuda rubah yang dipaksa kembali mengenang masa masa dimana dirinya masih bersama pemuda yang kini menjabat sebagai atasannya.

***

Keduanya kini duduk berhadapan dimeja restoran yang cukup mewah dengan hidangan full set di depan meraka. Raffa hanya memfokuskan diri dengan makanan di depannya, sementara Raga fokus menonton acara makan Raffa yang makan dengan tenang tanpa sekalipun melirik pemuda di depannya.

"Ada apa pak?" Raffa mendongkak menyadari Raga yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangan darinya. Sorot matanya menuntut jawaban logis dari pemuda di depannya.

Raga yang tadinya membuang muka, bersikap seakan tidak sedang menatap Raffa akhirnya kembali fokus pada sosok manis di depannya itu.

Mata keduanya bertemu, memutar kembali memori memori penuh tawa yang pernah mereka lakukan bersama. Ada perasaan rindu yang datang menyelimuti keheningan tersebut. Dengan Raffa yang berusaha menyadarkan diri untuk tidak jatuh lagi pada pesona pemuda tan itu, pun Raga yang berusaha menahan diri untuk tidak menarik Raffa dalam pelukannya.

"Loh? Raffa sama Raga kan?"

Raffa dan Raga dibuat terkejut dengan kehadiran orang yang kini berdiri tepat disamping meja mereka, membuat keduanya mau tidak mau harus menghentikan adegan tatap menatap dan mengalihkan perhatian pada gadis yang kini tampak menatap keduanya dengan antusias.

"Joy?" Gadis yang ditanyai mengangguk semangat membuat Raffa dan Raga ikut mengangguk angguk paham.

"Duh pacaran dari jaman sekolah sampe sekarang. Langgeng bangeet" Joy yang adalah teman SMA keduanya tampak bersemangat bertemu sepasang kekasih yang pernah menjadi best couple sekolahnya itu.

"Ah.." Raffa menatap ragu pemuda yang duduk di depannya, sementara Raga hanya menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak gatal itu.

"Semoga langgeng terus sampe nikah. Atau udah nikah?" Raffa sukses dibuat tersedak air liurnya sendiri segera disodorkan air minum oleh Raga.

"Hahaha.." Raffa tertawa canggung kemudian meminum air yang ada di depannya, menghiraukan gelas berisi air yang ada di genggaman Raga.

"Duh sorry ya gue jadi ganggu acara ngedate lo berdua." Dalam hati Raffa memaki gadis di depannya itu berharap dia segera pergi dari sana.

"Kalo gitu gue duluan deh ya.." Setelah mendapat anggukan setuju dari keduanya, gadis bernama Joy itu segera pergi meninggalkan Raga dan Raffa dalam suasana canggung mencekam.

Tidak ada yang memulai percakapan. Meja di sudut ruangan itu benar benar hening. Raffa terlalu acuh membiarkan keadaan seperti itu. Pemuda itu kembali fokus pada acara makannya, sementara Raga masih canggung dan enggan menatap sang sekretaris.

Keheningan itu berlanjut hingga keduanya tiba di kantor. Raffa kembali ke ruangannya setelah memastikan sang atasan masuk ke ruangan di seberang ruangannya.

"Haa.."

Sulung dari dua bersaudara itu menghela nafas panjang sembari mendudukkan diri. Kepalanya ia sandarkan pada sandaran sofa berusaha menyamankan diri sebelum akhirnya memejamkan mata rubahnya.

Dia tidak tidur, Raffa hanya berusaha menetralkan detak jantungnya agar kembali normal. Setelah bertemu dengan Joy, pemuda itu banyak memutar kejadian kejadian dua tahun yang lalu, ketika dirinya masih menjadi kekasih sang direktur.

Bagaimana Raga yang selalu menjemputnya untuk ke sekolah, bagaimana Raga yang selalu khawatir sampai menghampirinya di rumah hanya karena terlambat mengangkat telepon atau membalas pesan, bagaimana Raga yang sering mengomel karena dirinya belum makan atau bagaimana manisnya interaksi Raga dengan kedua orang tuanya. Ah juga Raga yang begitu menyayangi sang adik.

Raffa rindu. Dibalik matanya yang terpejam, air mulai mengenang disana membuatnya merutuki diri yang sangat lemah itu.

Masih ada rasa kecewa dalam dirinya ketika Raga tidak muncul di pemakaman orang tua nya dua tahun yang lalu. Ketika Raga yang dia harapkan ada menguatkan dirinya malau berada di club malam bermain dengan perempuan perempuan disana.

Banyak pertanyaan yang terlintas dibenakknya ketika kembali mengingat hari itu.

Apa orang tua gua gak penting buat lo Ga??

Kenapa lo gak ada di samping gua disaat gua butuh lo?

Apa pacaran sama gua empat tahun ngbosenin banget sampe lo harus main sama cewek cewek gak bener kayak gitu?

Lo bosen ama gua Ga?

Dan banyak pertanyaan lain yang Raffa pikirkan, tapi Raffa tidak pernah berani bertanya. Pemuda itu lebih memilih mengakhiri hubungannya dengan pemuda tan itu tanpa meminta penjelasan dari Raga. Raffa terlalu takut jika alasan Raga benar benar muak dengan dirinya.

"Kenapa masih susah buat lupain lo.."

[TBC]

Buat yang masih baca cerita ini, thankyou and loveyou
Anw komentar kalian kubaca semua kok jadi kalo ada saran dan sebagainya boleh banget tulis dikolom komentar

[✅] Re sign || MEANIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang