6. Magic Shop (JHS)

29 4 1
                                    

Nilai jelek. Seragam lusuh. Penampilan acak-acakan. Tiga ciri khas yang sudah cukup untuk menggambarkan sosok Jung Hoseok. Siapa sih, murid-murid di sekolahnya yang tidak mengenal Hoseok yang seorang preman sekolah sekaligus tukang bolos?

"Hoseok-ah, kalau kau begini terus, aku bisa mati muda," seorang wanita berusia 27 tahun terlihat putus asa dengan surat pemanggilan wali yang ia terima dari sekolah. Ini bukan kali pertama atau kedua ia menerima panggilan dari kepala sekolah. Keluhannya pun selalu sama: adikmu yang preman itu sepertinya bermasalah.

"Mati muda apanya? Kau ini sudah tua, Jiwoo," Hoseok asyik memainkan game tanpa pintu di gawainya tanpa memperhatikan kakaknya sedikitpun.

"Anak gila! Panggil aku noona!" Jiwoo menyabet kepala Hoseok dengan surat yang ia pegang. "Cepatlah bersiap! Kita akan berangkat ke sekolah 10 menit lagi," Jiwoo meninggalkan Hoseok yang masih acuh tak acuh.

***

"A-apa?" Jiwoo berusaha mengatur suaranya yang tiba-tiba membesar.

"Ya, ini adalah peringatan terakhir. Sesudahnya, jika adikmu masih berbuat onar, ia akan benar-benar dikeluarkan dari sekolah ini". Bang-seonsangnim membetulkan letak kacamatanya yang kelihatan lebih mahal dari pada biaya SPP Hoseok per bulan. Jiwoo seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi ia menahannya dan memilih mengangguk sambil tersenyum.

"Ne, aku akan mendidik adikku dengan benar. Kamsahamnida," Jiwoo membungkukkan badanya lalu segera pergi meninggalkan ruangan kepala sekolah.

"Sudah selesai?" Hoseok yang menunggu di luar-masih asyik dengan gawainya-bertanya acuh tak acuh seakan sudah menduga-duga hasilnya.

"Ini peringatan terakhir, Hoseok-ah. Kumohon..." suara Jiwoo tercekat saat mengucapkan kata terakhir. Bulir air mata berjatuhan membasahi pipinya yang putih bersih. "Tidakkah kau ingin punya masa depan yang cerah, saekkia?!"

"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Aku yakin Bang Sihyuk itu tidak akan mengeluarkan murid beasiswa seperti aku". Hoseok mengusap pundak kakaknya dengan pelan. Ia mulai meletakkan gawainya dan mengalihkan semua fokus pada kakaknya.

"Bodoh," kini Jiwoo tertawa getir. Wajahnya terlihat frustasi mendengar perkataan adiknya. "Beasiswa itu tidak pernah ada,"

"Mwo?"

"Aku menghabiskan seluruh tabungan appa supaya kau bisa bersekolah di tempat yang bagus. Memangnya, mana ada sekolah seperti SMA Jeguk yang mau memberi beasiswa untukmu?"

"Kau... gila..." Hoseok merasakan sesak di dadanya. Selama ini ia selalu membangga-banggakan dirinya yang berhasil mendapat beasiswa dari salah satu SMA terbaik di Korea Selatan kepada teman-teman, kakaknya, bahkan kedua orang tuanya yang telah meninggal.

"Kenapa kau tidak pernah bilang?!"

"Peduli apa ka-"

"JAWAB AKU!"

Jiwoo tidak menjawab pertanyaan adiknya, ia malah menangis menutupi wajahnya dengan kedua tanganya. Hoseok mengacak-acak rambutnya, membanting gawai yang selalu dibawanya, dan pergi meninggalkan Jiwoo seorang diri.

***

Jalanan di sepanjang kawasan ruko tidak jauh dari kediaman Hoseok mulai basah akibat hujan yang turun dengan deras, sederas amarah sekaligus rasa kecewa yang dirasakan Hoseok. Ia masih tidak percaya dengan kenyataan bahwa kakak yang selalu ia percayai telah berbohong padanya.

"Kau tidak membawa payung?"

Hoseok menoleh kaget ke arah sumber suara yang menyapanya. Sosok nenek tua berdiri di depan sebuah ruko sempit yang penuh dengan bunga geranium. Hoseok mengernyitkan dahinya, sejak kapan ada toko bunga di sini?

BTS HORROR SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang