7.1 Dream (KNJ)

10 1 0
                                    

Disclaimer: sebelum membaca bab ini, silakan baca juga bab-bab sebelumnya, ya!
Kenapa, thor?
Supaya 'nyambung', hehe!

Anyway, cerita terakhir ini akan aku bagi ke dalam dua parts, ya!
Gomawo, readers-ku yang baik hati dan rajin menabung!

Don't forget to VOMENT!<3

Kim Namjoon berdiri sedikit cemas. Ia sibuk memandangi arloji tua pemberian kakaknya, takut kalau-kalau waktu berjalan terlalu cepat. Sesekali ia memeriksa bungkusan plastik berisi kotak makan yang dibawanya, memastikan isi di dalamnya tetap hangat. Tiba-tiba, suara langkah kaki mengejutkannya.

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Kiriman makanan untuk Kim Seokjin. Gomapseumnida,"

Namjoon menyerahkan kotak makanan yang dibungkus plastik pada seorang sipir penjara, lalu segera beranjak pergi. Tidak terasa, hal ini sudah menjadi rutinitas di hari Minggu pagi Namjoon sejak setahun yang lalu. Seluruh hidupnya berubah ketika kakak tirinya secara sadar menyerahkan dirinya ke polisi. Mengaku sebagai pembunuh. Mengaku berdosa. Mengaku setengah gila. Mengaku... Namjoon berusaha mengalihkan pikiran itu. Ada hal lebih penting yang patut ia pikirkan sekarang ini.

***

"Namjoon-hyung!" seorang anak lelaki berumur enam tahun menyambut kedatangan Namjoon dengan girang. Namjoon sedikit membungkuk agar anak lelaki di kursi roda itu bisa memeluknya.

"Kau merindukanku, Taehyung-ah?"

"Ne. Bogo sipeoyo! Hari ini aku ditemani Jungkook-hyung melukis awan! Mau lihat?"

"Tentu saja!"

***

Namjoon duduk memandangi lukisan milik Taehyung yang kini ia pajang di ruang pribadinya. Rasanya tenang hanya dengan memandangi lukisan awan yang nampak halus dan bersih, jauh dari kata kasar dan kotor. Tiba-tiba sebuah ketukan membuyarkan lamunan Namjoon.

"Masuk," seru Namjoon.

"Permisi, Kim-sajangnim. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan," seorang wanita berdiri diambang pintu, kelihatan sedikit gugup.

Namjoon memberikan isyarat agar wanita itu duduk di hadapannya. Sedetik kemudian, wanita itu menundukkan kepalanya. Tanpa Namjoon tahu, tangan kanannya sibuk meremas tangan kirinya karena gugup. "Silakan katakan yang ingin kau katakan, Jiwoo-ssi. Dan satu lagi, jangan panggil aku seperti itu," ucap Namjoon lembut.

Jiwoo menarik napas panjang sebelum akhirnya memusatkan pandangannya pada sosok di depannya. "Uang yang tersisa hanya mampu memenuhi semua kebutuhan panti asuhan sampai bulan depan," Jiwoo kembali menunduk, seakan-akan kalimatnya barusan adalah sebuah kesalahan. Terpancar rasa tak percaya di wajah Namjoon. Namun, ia berusaha tetap tenang.

"Bagaimana dengan donatur kita? Aku pikir Min Suga sudah memberikan lebih dari yang kita butuhkan,"

"Sebagian besar habis terpakai untuk membeli kursi roda dan biaya terapi psikologi, Namjoon-ssi," Jiwoo berkata lirih.

"Jangan khawatir, Jiwoo-ssi. Uang tabunganku mampu mencukupi kebutuhan panti asuhan ini bahkan hingga lima tahun ke depan," Namjoon tahu ini konyol. Setidaknya, fake it till you make it, kan?

***

Namjoon menghabiskan sore itu di halaman belakang panti asuhan. Pikirannya kalut dan takut. Takut akan segala beban dan tanggung jawab yang harus ia pikul di usia 25 tahun. Mendiang ibunya memang tidak meninggalkan sepeser pun uang untuknya maupun kakak tirinya. Bukannya miskin, melainkan mendiang ibunya percaya bahwa harta yang ada di dunia ini bersifat fana. Jadi lebih baik digunakan secara penuh untuk kebaikan: menjadikan satu-satunya rumah peninggalan leluhur sebagai panti asuhan.

Kim Seokjin yang lebih tua dua tahun dari Namjoon, menyerahkan panti asuhan itu untuk adiknya agar dapat terkelola dengan baik. Sebagai gantinya, Kim Seokjin berjanji akan mencarikan donatur dengan 'memeras' para orang kaya yang selalu menghindari jeratan hukum dengan melakukan suap.

Namjoon-ah!

Sebentar lagi kekayaan akan menyelimuti panti asuhan kita!

Aku berhasil memeras musisi angkuh itu. Aku tahu dia terlibat dalam pembunuhan kekasihnya.

Bersabarlah!

Kakakmu Tersayang, Detektif Jin

Masih teringat jelas pesan singkat yang dikirimkan oleh Seokjin, seolah-olah masalah mereka dapat terselesaikan begitu saja. Yah, walau benar juga, sih. Seminggu setelahnya, dua koper hitam berisikan uang senilai 16 juta won diletakkan di depan pintu panti asuhan.

***

Lelah. Satu kata yang kini mewakili semua perasaan Namjoon.

Kapan terakhir kali aku bisa tidur dengan nyenyak?

Pertanyaan itu seakan tak pernah menemukan jawabannya. Perlahan, Namjoon memejamkan matanya. Memasuki dunia mimpi yang ringan, jauh dari beratnya permasalahan yang ada.

***

Namjoon...

Namjoon...

Namjoon tersentak kaget. Dalam tidurnya, ia mendengar sesosok suara memanggil-manggil Namanya. "Eomma?" Namjoon mengusap matanya dengan sedikit kasar.

Namjoon...

Suara itu kembali muncul. Namjoon berusaha sadar sepenuhnya. Sekejap kemudian, terlihat sosok wanita berambut panjang bergaun putih lusuh, duduk di tepi tempat tidur Namjoon. Kulitnya pucat. Sangat pucat. Bagaikan orang yang berhari-hari tidak makan dan minum di tengah musim dingin. Jari-jari tangannya panjang dan kurus. Kuku-kukunya tampak runcing dengan warna hitam pekat. Perlahan, sosok itu memutar lehernya ke arah Namjoon. Terdengar bunyi krek setiap gerakan yang timbul.

Krek

Jantung Namjoon berdegup sangat kencang.

Krek

Tolong!

Krek

Sekujur tubuh Namjoon kini mati rasa.

Krek

Ya Tuhan!

Kini Namjoon dapat melihat dengan jelas wajah sosok wanita itu. Wajahnya putih pucat, kedua bola matanya hitam tanpa pupil, dan tidak memiliki satu helai rambut pun di kedua alisnya. Bibirnya menyeringai lebar, memperlihatkan dengan jelas taring-taring di sana. Tajam. Penuh darah.

Hegh

Namjoon berusaha sekuat mungkin untuk berteriak, tetapi yang ada hanyalah kesunyian.

Wanita itu mendekat. Ah, bukan. Lehernya memanjang dan wajahnya hanya beberapa senti dari Namjoon.

"Kenapa kau ketakutan? Aku tidak akan menggigitmu~"

Namjoon berusaha memejamkan kedua matanya. Naas, usahanya sia-sia saja. Semakin ia mencoba, semakin wajah wanita itu mendekat ke arahnya.

"Namjoon-ssi!"

"Bangun!"

Namjoon tersentak dari tidurnya, sekujur tubuhnya dibasahi oleh keringat dingin. Napasnya tidak beraturan. Jari-jari tangannya gemetar hebat. Ia sedikit lega menyadari Jiwoo lah yang ada di hadapannya, bukan wanita mengerikan itu.

"Ya. Ada apa, Jiwoo-ssi?"

"Jungkook! Dia hampir membuat Taehyung tenggelam di bak mandi!"

"Mwo?" Namjoon sungguh tidak mengerti. Tidak cukupkah kegilaan mengganggu di bangun dan tidurnya?

"Ambulans sudah datang. Ta-tapi, Taehyung..." Jiwoo terisak.

Namjoon menarik Jiwoo ke dalam pelukannya. Tubuh wanita yang lebih tua dua tahun darinya itu terasa sangat hangat dan rapuh. Namjoon mengusap pelan punggungnya seraya berbisik, semua akan baik saja selama ada aku.

END OF PART 1

VOTE and COMMENT right here! xoxo

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BTS HORROR SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang