2. Sister (PJM)

613 42 6
                                    

Jadi ceritanya Park Jiwon itu sebagai adeknya Chim.

Selamat membaca! :D

07.15

"Oppa, hari ini aku ada les matematika, jemput aku seperti biasa, ya!" Yeoja manis bernama Park Jiwon berlari menaiki bus sekolah sambil melambaikan tangan ke arah kakaknya, Park Jimin. Air susu dibalas air tuba, yang dipamiti malah asyik terpaku dengan game ML di smartphone-nya.

"Cih," Jimin hanya mendengus kesal. Hari Sabtu ini seharusnya ia bisa bermain sepuasnya tanpa ada gangguan, sekalipun itu berasal dari adiknya. 

12.00

Tring

Notifikasi LINE membuyarkan konsentrasi Jimin yang masih bermain ML. Mengganggu saja, sial.

Awalnya Jimin tidak berniat membukanya, tetapi notifikasi pesan yang masuk malah bertambah banyak dan semakin membuatnya kesal.

Tap

Seketika mata Jimin membulat. Rupanya pesan yang masuk sedari tadi adalah pemberitahuan bahwa ia baru saja memenangkan hadiah utama kompetisi game ML beberapa pekan yang lalu. "Yashhh daebak!!!" Jimin berseru kegirangan, apalagi pihak penyelenggara sudah mentransfer uang tunai di rekening Jimin.

Tidak perlu berpikir lama, Jimin segera mengajak ketiga sahabatnya untuk merayakan kemenangannya di salah satu restoran mewah.

12.30

"Wooo daebak, hyung! Sering-seringlah menang, aku baru pertama kali makan di restoran mewah begini," Guanlin berseru kegirangan dengan mulut yang dipenuhi beef.

"Chukae, Jimin-ah! Aku sebagai mentormu benar-benar bangga!" Baekhyun menepuk pundak Jimin sambil tersenyum.

"Hyung! Joengmal saranghae!" Eunwoo memberikan flying kiss untuk Jimin.

"Hahaha, ara, gomawo gomawo," 

Mereka berempat pun menghabiskan makanan mereka dan lanjut dengan obrolan antar lelaki.

18.50

Tring

Jimin melirik malas lalu membuka notifikasi LINE yang baru masuk.

Oppa, aku sudah menunggu di dekat tempat parkir. Jangan lama-lama, ya! Aku takut menunggu sendiri. Rupanya pesan dari Jiwon.

Jimin segera beranjak dari tempat tidurnya yang empuk. Karena keasyikan bermain ML (lagi) sesudah acara makan-makan dengan ketiga sahabatnya, ia malah lupa untuk menjemput Jiwon. 

Tunggu sebentar lagi. Jimin membalas pesan Jiwon dengan singkat.

20.00

Kemacetan di daerah Gangnam membuat Jimin sampai di tempat les Jiwon lebih malam dari yang diperkirakan. Tempat les matematika paling kondang itu sudah tutup dan tampak sepi. Jimin melihat sekeliling, khususnya di tempat parkir, siapa tahu Jiwon masih menunggu sendirian di situ. Catat, sendirian.

Jimin sedikit gelisah ketika ia tidak dapat menemukan siapa pun di sana. Ia mulai khawatir dengan Jiwon. 

"Kemana adikku yang cerewet dan penakut itu?" Jimin bertanya pada dirinya sendiri.

Ting

Pesan masuk dari Jiwon.

Oppa, tolong aku. Aku takut.

Heol! Di mana kau? Aku akan segera ke sana.

Di belakang kamar mandi dekat tempat parkir...

Aku ke sana.

Oppa! Lelaki itu membawa pisau, aku takut!

Jiwon-ah, jangan bercanda. Ini sudah larut malam dan kau bilang kau ketakutan. Ayolah...

Oppa...

Aku menyayangimu.

Setelah mengirim pesan yang terakhir, tiba-tiba saja Jiwon offline. Jimin sedikit berlari cemas ke tempat yang dimaksud Jiwon.

Di sana. Jimin dapat melihatnya. Sosok adiknya yang meringkuk dengan tubuh gemetar.

"Jiwon-ah! Gwenchanayo? Apa yang terjadi padamu?" Jimin memeluk tubuh adiknya yang entah kenapa terasa lebih dingin dari biasanya. Jimin mengusap rambut adiknya pelan, merasa bersalah.

"Jiwon-ah, maafkan aku. Aku seharusnya menjemputmu tepat waktu, bukan malah membuatmu menunggu seorang diri malam-malam begini. Joengmal mianhae,"

"Oppa, aku menyayangimu."

"Ne, aku juga menyayangimu, Jiwon-ah,"

"Oppa, aku ingin kau berjanji satu hal padaku,"

"Apa itu?" Jimin tampak keheranan.

"Jemputlah aku setiap jam 8 malam, jika tidak... Aku yang akan menjemputmu."

Jimin mengangguk pelan menyanggupi permintaan aneh adiknya ini. "Baiklah,"

Udara terasa bertambah dingin, Jimin masih setia memeluk Jiwon. "Jiwon-ah, jika sudah baikan, ayo pulang. Jangan sampai terkena flu," Sang empu yang diajak bicara diam saja. "Jiwon-ah, kau tidur?" Jimin sedikit menggerakkan badan Jiwon. "Jiwon-ah?"

Tluk

"AAAARRRGGGGGGGGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHHHHH!!!!!!!!!"

Jimin berteriak ketakutan saat menyaksikan kepala adiknya putus dan jatuh di hadapannya. Selain itu, dari ujung kepala sampai ujung kaki Jiwon diselimuti dengan darah merah.

"Ya Tuhan! Jiwon-ah! Jiwon-ah!" 

14.00

Jimin berada di rumah sakit untuk mengetahui hasil otopsi dari dokter terkait kematian adiknya. Dokter bilang, adiknya dibunuh oleh pembunuh berantai dengan sebilah pisau daging dan meletakkan mayatnya di belakang kamar mandi. Motif pembunuhan itu masih belum diketahui.

Hal yang paling mengejutkan adalah adiknya dibunuh pada pukul 19.30. Sebelum pembunuhan itu terjadi, Jiwon sempat menulis pesan kepada Jimin, tetapi sayang, Jiwon tidak sempat menekan tombol send sehingga pesan itu hanya tersimpan sebagai draft.

19.50

Jimin kembali ke tempat itu lagi. Dimana ia memeluk erat adiknya yang ternyata sudah berupa mayat. Ia melewati garis kuning yang dipasang oleh polisi, bermaksud meninggalkan bunga mawar favorit adiknya. Sejenak Jimin memejamkan matanya dan berdoa untuk adiknya.

"Oppa,"

Jimin membuka matanya. Suara itu terdengar familiar. Saat menengok ke belakang, ia melihat Jiwon... tidak, melainkan tubuh Jiwon tanpa kepala. Jiwon membawa kepalanya di tangan kirinya sendiri.

"Akhirnya kau menjemputku,"

***

Budayakan voment, guys!!! Luv u

BTS HORROR SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang