Udara lembab sisa hujan menambah kemuraman di area pemakaman sore ini, juga tanah basah yang menempel ke alas kaki saat dipijak. Asha melangkah dengan hati-hati, menghindari beberapa genangan air yang berada di depannya. Ia tidak ingin sendalnya kotor dan malah ikut mengotori mobil Mas Tristan nantinya.
"Loh, Mbah Ojan kok ga ada?" Pertanyaan random itu dilontarkan oleh Reivant saat mereka mencapai gerbang makam. Mbah Ojan adalah pengurus makam yang sudah lumayan dekat dengan mereka karena selama tiga tahun terakhir, mereka menjadi pengunjung tetap TPU Dahiat yang dijaga oleh Mbah Ojan.
"Udah pulang kali. Lagian udah sore juga," jawab Mas Tristan. Ia melangkah mendekati mobilnya yang berada tak jauh dari gerbang makam. Saat ia hendak masuk ke dalam mobil, suara Reivant menginterupsinya.
"Mas, gue ke warnet, ya?"
Mas Tristan berbalik menghadap Reivant dengan tangan yang masih memegang handle pintu mobil. "Warnet mulu lo. Nilai dulu benerin."
Muka Reivant berubah masam begitu mendengar ucapan Mas Tristan. "Bahas nilai mulu, ga asik."
"Kan lo udah janji sama gue abis dapet rapor semester ganjil, kemaren. Katanya lo bakal kurangin ke warnet dan fokus belajar. Bentar lagi lo UN, kan?"
Reivant menyengir, "janji ini terakhir."
Mas Tristan menghela napas, "terakhir, ya?"
Reivant langsung mengangguk bersemangat yang disambut decakan Asha. "Halah, percaya aja Mas sama janji Rei."
Reivant langsung memelototi Asha, mulutnya komat-kamit mengucapkan sesuatu yang tidak bisa dipahami maksudnya oleh Asha. "Hah? Ngapa sih komat-kamit? Lagi mantrain gue, lo?"
Reivant memutar mata mendengar pertanyaan Asha, gadis itu sangat lola dan sangat susah diajak kompromi. "Bego." Ucapnya tanpa suara. Kali ini sepertinya Asha mengerti karena muka gadis itu langsung berubah galak.
"Kalian lagi lomba melotot?" Pertanyaan Mas Tristan mengalihkan Asha. Kini, ia punya sebuah ide cemerlang yang muncul begitu saja di otaknya.
"Mas, aku ikut Rei-"
Asha belum menyelesaikan kalimatnya saat Rei langsung menyela dengan nada tidak santai. "Ngapain lo ikut?"
"Gue mau jajan kenapa emang? Lo pasti mikirnya gue ikut ke warnet, ya? Dih amit-amit, Rei. Trauma gue ketemu Bang Adi."
Mas Tristan mengernyit, "trus mau kemana? Jajan apa? Bareng Mas aja."
"Mau beli aksesori aja sih, Mas. Nah kebetulan nih tokonya di sebelah warnet hehe." Payah banget alesan lo, Sha, Batin gadis itu pada dirinya sendiri. Ia tertawa canggung, takut Mas Tristan curiga kalau sebenarnya itu hanya alasan Asha agar bisa keluar.
"Emang ada toko aksesori di sebelah warnet? Mabok, lo? 5 tahun ye gue nongki di sana ga pernah tuh liat toko aksesori."
Asha langsung melotot dan menendang kaki Reivant. "Anjing." Ucapnya tanpa suara.
"Astaghfirullah, Sha. Berdosa banget mulut lo." Reivant mengelus dadanya dengan wajah terluka.
"Kamu bohong sama Mas?"
Pertanyaan Mas Tristan dan tatapan mengintimidasi miliknya membuat Asha langsung tergagap. "Hah? Ng-nggak kok. Beneran. Tokonya tuh baru buka. Kata Noura, aksesorinya lucu-lucu banget makanya aku mau liat juga." Asha melirik Reivant dengan wajah memelas, berharap Reivant berbaik hati membantunya.
"Jauh amat Noura mainnya." Gumam Reivant yang kembali di hadiahi tendangan oleh Asha. "Aww! Sakit anjir." Reivant mendelik.
"Bantuin dong gimana sih?" Asha kembali bicara tanpa suara pada Reivant. Wajahnya tampak memelas memohon belas kasihan Reivant.
Untungnya, kali ini Reivant peka. "Oh, toko itu? Iya gue inget. Baru buka dua hari, kan ya?"
Meski merasa aneh dengan tingkah adiknya, Mas Tristan memberi izin. "Pulang sebelum jam sembilan, ya? Pulangnya harus bareng Rei."
"Oke!" Seru Asha antusias.
"Rei, lo harus pulang bareng Asha. Dijagain jangan biarin sendiri." Mas Tristan kemudian masuk ke dalam mobil. Ia sempat menurunkan kaca mobil dan kembali mengingatkan kedua adiknya untuk tidak keluyuran dan pulang tepat waktu sebelum benar-benar melajukan mobilnya meninggalkan area makam.
Asha melambai pada mobil Mas Tristan yang menjauh. "Thank you Saudara Tristan yang terhormat." Gumamnya.
"Jujur lo mau kemana?" Reivant menatap Asha dengan tangan yang disilangkan. "Toko aksesori tuh alesan doang, kan? Seinget gue ga ada toko aksesori atau apapun deket warnetnya Bang Adi."
"Ya emang ga ada," Jawab Asha santai.
"Nahkan bohong. Mau kemana?"
"Rumah Noura doang. Buset ribet amat lo." Asha mendelik.
"Yaudah, nanti sebelum pulang kabarin dulu biar pulangnya bareng."
"Oke. Ntar gue kabarin. Oh iya, gausah pulang bareng banget lah."
"Serah dah." Ujar Reivant tak ambil pusing. "Nanti aja dipikirin."
Mereka kemudian berpisah. Reivant pergi ke warnet dimana Laga sudah menunggunya dan Asha menuju rumah Noura.
○○○To Be Continue○○○
Hai>< Mohon dukungannya yaa dengan ketik Laga kirim ke 0208
Ga. Becanda. Kalian bisa support dengan cara vote dan spam di kolom komentar˃ᴗ˂
Next nggak, nih? Kalo iya, spam next ya di sini hehe. Makasih♡
Jangan lupa bahagia👍🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Serein : Absquatulate | Mark Lee
FanfictionDia, yang pergi tanpa pamit di hujan senja yang tenang. Mungkin kalian senang jika membayangkan punya 6 saudara laki-laki. Tapi, percayalah tak semuanya menyenangkan. Seperti Asha misalnya, dia tidak bisa bebas bepergian kemanapun yang ia mau sepert...