Tiga

79 5 4
                                    

# Melihat bintang bersama (Reyna)

Malam ini Reyna akan belajar bersama Kafka sekaligus melihat bintang di teras rumahnya. Tepat pukul tujuh Kafka sudah berada di depan rumahnya. Reyna yang melihat Kafka dari jendela kamarnya, segera turun ke bawah kemudian membukakan pintu untuk Kafka.

“Hai,” sapa Kafka begitu Reyna membuka pintu rumahnya. Tangannya penuh dengan buku-buku tebal yang membuat Reyna penasaran.

“Hei.” Jawab Reyna sambil tersenyum. Kecanggungan melanda, hingga mereka terdiam beberapa lama di depan pintu.

“Reyn, Kafka disuruh masuk dong,” Ucap Mamanya yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Reyna, memecahkan keheningan diantara mereka. Reyna terkesiap kemudian mempersilahkan Kafka masuk ke dalam rumahnya.

“Iya, Tante.” Jawab Kafka mantap. Reyna mengajak Kafka ke teras belakang rumahnya. Teras rumahnya sudah disulap menjadi tempat belajar dengan meja besar dan karpet tebal yang nyaman. Reyna juga sudah menyiapkan cookies-cookies yang ia buat bersama Mamanya tadi siang. Tak lupa juga tersedia orange juice dingin kesukaan Reyna dan Kafka.

“Kamu, bawa buku apa? Kok banyak banget?” tanya Reyna penasaran ketika Kafka menaruh buku-buku tebal yang dipegangnya dari tadi. Kafka memberikan salah satu buku itu kepada Reyna.

“Wow, kamu punya buku ini?” tanya Reyna takjub. Ternyata buku yang Kafka bawa adalah buku mengenai Astronomi: Bintang, Benda Langit yang Bercahaya. Reyna membolak-balikkan buku itu dengan antusias terukir di wajahnya. Setelah membaca bukunya sampai habis, ia teringat sesuatu.

“Aku mau tunjukkin sesuatu.” Ucap Reyna lalu ia berlari masuk ke dalam rumah. Lima menit kemudian, ia membawa sesuatu di tangannya. Sebuah teropong mini.

“Wah, kamu punya ini?” ucap Kafka yang kini takjub. Reyna mengangguk senang lalu menunjukkan teropong mininya pada Kafka.

“Yuk, sekarang kita coba lihat bintang.” Reyna mengajak Kafka keluar teras untuk melihat bintang. Kafka membantunya memasang tripot untuk menaruh teropong mininya. Reyna memutar lensa objektif dan lensa okuler untuk memfokuskan agar bintang terlihat jelas.

“Aku mau lihat, Reyn.” Pinta kafka. Reyna menggeser tubuhnya sedikit, lalu Kafka bergantian melihat bintang menggunakan teropong mini milik Reyna. Sesekali Kafka memutar lensa objektif agar objek terlihat jelas di matanya.

“Reyn, ada bintang jatuh!” pekik Kafka.

“Mana? Aku mau lihat!” Cepat-cepat Kafka berganti posisi.

“Kalau ada bintang jatuh, kita harus mengucapkan permintaan, pasti akan terkabul.” Ucap Kafka yang membuat Reyna mengalihkan pandangannya dari teropong mininya.

“Benarkah?” tanya Reyna antusias. Kafka mengangguk cepat. Kemudian Reyna menutup matanya dan mengucapkan permintaannya dalam hati. Semoga, kita bisa terus seperti ini, Kafka.

.

.

.

# Dia adalah bintangku (Kafka)

Reyna, semoga kamu terus berada disampingku, apapun yang terjadi.

Begitulah yang Kafka ucapkan berkali-kali dalam hatinya. Ya, sebuah permintaan untuk tetap berada disisi Reyna dan menjaga Reyna, selamanya.

“Permohonan kamu apa, Kaf?” tanya Reyna yang mengejutkan  Kafka. Reyna sedang menatapnya dengan ekspresi penasaran, sedangkan Kafka memalingkan wajahnya.

“Ih, Kafka, kasih tau dong,” Rengek Reyna karena Kafka tidak mau memberitahunya. Reyna menggoyang-goyangkan tangan Kafka yang sedang bertumpu pada lantai.

“Nggak mau.”

“Ih, Kafka peliiitt!” Ucap Reyna sebal.

Sudut bibir Kafka terangkat sedikit. “Kamu beneran pengen tau?” Reyna mengangguk cepat, matanya berbinar-binar.

“Aku…” Kafka berhenti sebentar, sengaja berlama-lama untuk membuat Reyna penasaran. “…memohon pada bintang jatuh, supaya…” Kafka menghentikan lagi ucapannya.

“Supaya apa, Kaf?” tanya Reyna tidak sabaran.

“Supaya aku jadi laki-laki yang super ganteng, biar semua perempuan suka sama aku.” Jawab Kafka membuat Reyna melempar bantal ke arahnya. Dengan cekatan Kafka menghindari lemparan bantal dari Reyna kemudian keduanya tertawa bersama.

“Kalau permohonan kamu apa?” tanya Kafka setelah tawa mereka berhenti. Reyna bergerak gelisah, matanya bergerak ke kanan dan ke kiri.

Reyna menarik-narik ujung bantal yang ada  dipangkuannya. Bibirnya dikerucutkan sedikit. “Aku? Hmm….”

“Apa?”

“Rahasia.” Ucap Reyna sambil tersenyum lebar. Pipinya yang tembam membuat matanya menyipit saat tersenyum.

Kafka mendecakkan lidahnya sekali kemudian berbaring menatap kerlip bintang yang bertebaran di langit seperti butiran gula-gula. Reyna yang melihatnya, ikut berbaring di samping Kafka. Sekali lagi mereka melihat kerlip bintang jatuh. Diam-diam Kafka merapalkan lagi permohonannya tadi.

“Kira-kira apa ya yang terjadi saat kita dewasa nanti?” tanya Reyna tiba-tiba yang membuyarkan lamunan Kafka. Kafka melirik Reyna melalui sudut matanya kemudian menghembuskan napasnya pelan.

“Memangnya kenapa?”

“Tidak tahu, rasanya aku tidak punya cita-cita yang harus kucapai. Cita-cita kamu apa?”

Kafka berpikir sebentar. “Jadi pemain basket kelas dunia.” Ucapnya mantap.

Reyna sejenak kagum dengan cita-cita Kafka. Kafka memang pandai bermain basket disaat pelajaran olahraga. Mungkin badannya yang sedikit lebih tinggi dari teman sekelasnya membuat dia lebih percaya diri, dan betapa cekatannya ia memasukkan bola ke ring basket.

“Cita-cita itu seperti impian. Masih banyak waktu untuk tau apa yang kamu impikan. Bersabar saja.” Ucap Kafka membuat hati Reyna sedikit tenang. Semilir angin malam membuat mata keduanya semakin berat, kemudian keduanya terlelap di bawah langit bertabur bintang.

.

Sekarang pukul lima pagi. Kafka terjaga dari tidurnya, merasakan gelap yang masih menyelimuti langit yang masih bertebaran bintang. Semalaman, dia dan Reyna tertidur di teras belakang rumah Reyna. Kafka merasakan tangan kecil Reyna sedang memeluknya, membuat Kafka menggengam jemari mungil Reyna.

Di ufuk timur, sebuah bintang terang membentuk  satu titik di langit. Kafka menyadari apa yang dilihatnya adalah planet Venus, sebuah fenomena alam yang dibacanya di buku Astronomi miliknya. Kafka cepat-cepat membangunkan Reyna dengan mengguncang tubuhnya.

“Reyn, liat ada planet Venus.”

Reyna mengerjapkan matanya berkali-kali kemudian mendudukkan dirinya yang masih menguap lebar. Ia melihat sebuah titik cahaya yang menyilaukan matanya.

Setelah matanya terbuka semua, ia memperhatikan planet Venus berdekatan dengan bulan yang sedang bersinar. Kafka melihat senyum sumringah masih terus menempel di wajah Reyna hingga matahari terbit. Baginya, Reyna seperti planet Venus, bulan dan matahari yang menyinari hari-hari Kafka. Reyna memang sudah menjadi bintang di hatiku, ucap Kafka dalam hati.

.

.

.

To be continue

.

.

.

Gimana guys? Vomment kalo kalian suka ya ;) Arigatou

Junkooo :3

Little Star In Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang