Yumeha menggosok-gosokkan kedua tangannya yang terbalut sarung itu, ia merasa, musim dingin kali ini berbeda dengan sebelumnya, lebih dingin. Ia lantas merasa sedih, ia tak suka terlalu dingin seperti itu. Tetapi, ia juga merasa sangat senang, karena sekolah meliburkan murid-muridnya lebih cepat, dikarenakan cuaca yang cukup ekstrim itu.
"Yumeha, kamu kenapa? Sakit? Kok senyam senyum begitu, sih?" tanya Samaya-san dari ambang pintu, penuh perhatian, tetapi sukses membuat Yumeha salah tangkap.
Yumeha memajukan bibirnya sesenti, "Memangnya aku sudah tak waras apa.." gumamnya, "Aku tak apa-apa, kok, Bu !" lanjutnya tersenyum lebar, tambah membuat Samaya-san mengira yang tidak-tidak.
Samaya-san mengerutkan kening, heran, ada apa dengan anak ini? Pikirnya. "Kalau begitu langsung turun, ya." balasnya.
Yumeha mengangguk mantap.
"Sudah siap semua?" tanya Yaito-san.
Yumeha mengangguk, diikuti Samaya-san.
"Kalau begitu kita berangkat." Yaito-san mulai menjalankan mobilnya pelan, hati-hati agar tak terpeleset, mengingat salju yang bertebaran dimana-mana.
- c r e s c e n t L O V E -
Yumeha berlari sambil menengok ke kanan dan kiri dan bergumam, "Shidau.. Shidau.."
Yumeha berhenti sesaat, ia kelelahan, keringatnya bercucuran, padahal ini musim dingin. Ia lelah mencari Shidau, yang tak ia temukan juga dimana-mana. Yumeha menengok ke kiri dan kanan, lagi lagi ia sampai di hutan yang dulu ia pernah nyasar. Ia tak bermaksud pergi ke sana. Karena hari mulai malam, Yumeha segera pulang ke rumah sang Nenek.
Alarm berbunyi nyaring, Yumeha terbangun, segera mencuci muka dan memakai jaket tak lupa syal karena dingin, ia langsung berlari ke luar. Yap, betul. Mencari Shidau.
Kali ini Yumeha memutuskan untuk berjalan, ia tak mau ia kembali ke hutan itu, karena disana sepi sekali. Yumeha mengerutkan kening, ia berjalan memutari sekeliling desa untuk mencari Shidau, tapi tak ketemu. Yumeha tak tahu dimana rumah Shidau.
Seketika kedua mata Yumeha menangkap seorang Ibu paruh baya tengah berjalan tak jauh darinya, dengan cepat ia menghampiri Ibu itu, "A-anu.. Ma-maaf mengganggu.. Tapi.. Apa Ibu tahu keluarga Mikazuki ?" tanya Yumeha.
"Mikazuki ? Tahu, kenapa, nak?" jawab Ibu itu, ditambah bertanya kembali.
"Apa Ibu tahu rumahnya?" tanya Yumeha lagi.
Ibu itu mengangguk, "Tak jauh dari sini, mau diantarkan? Tetapi, percuma kalau kamu datang kerumahnya. Tak apa?"
Mata Yumeha terlihat berkilauan, "Boleh, Bu! Boleh!" serunya bersemangat.
"Kalau begitu ikuti saya, ya." kata Ibu itu, mulai berjalan, dibuntuti oleh Yumeha.
- c r e s c e n t L O V E -
Yumeha terdiam, terpaku, mata coklatnya membesar seakan tak percaya, detak jantungnya berdetak lebih cepat dan kencang, tubuhnya bergetar, ia tak percaya ini. Ia tak percaya ini.
Dilihatnya sebuah rumah yang sudah tak terurus, tanaman hijau tumbuh disekitarnya.
"Ini.. Rumah keluarga Mikazuki?" tanya Yumeha terbata.
Ibu itu mengangguk, "Keluarga Mikazuki telah pindah ke kota, entah dimana, setelah anak sulungnya meninggal dunia."
"Anak sulung? Siapa?" tanya Yumeha, ia menengok ke Ibu tadi.
"Namanya Shidau, ia meninggal kecelakaan di sungai, mayatnya juga belum di temukan. Untuk melupakannya, keluarganya pindah ke kota."
Yumeha tersentak, benar-benar terkejut, matanya membesar lebih besar, mulutnya terbuka sedikit, seakan tak percaya. Shidau tewas? Dengan mayat tak ditemukan? Kalau begitu siapa yang bermain dengannya saat liburan musim panas kemarin?
YOU ARE READING
Crescent Love
Short StoryYumeha, gadis pendiam yang menemukan kawan di desa neneknya. Namanya Shidau, pria paras tampan juga rupawan, suka bercanda dan sangat ceria, berbeda dengan Yumeha yang begitu pemalu. Sampai mereka jatuh cinta satu sama lain. Tapi, apa berjalan lanca...