Bab 6: Confused

12 0 0
                                    

Setelah insiden pengungkapan cinta yang tak terduga, beberapa hari berikutnya mas Dareen terlihat biasa saja. Sedangkan aku, masih saja salah tingkah kalau-kalau aku berpapasan dengannya di kafe.

Aku masih tidak mengerti, mengapa Mas Dareen bisa mengatakan hal seperti itu kepadaku secara tiba-tiba? Seperti orang waras pada umumnya, tentu saja aku akan menolak pernyataan cinta itu. Bukan apa-apa, hanya saja aku kan tidak mengenal dia.

Bahkan, kami tidak melalui proses pendekatan seperti pasangan jatuh cinta lainnya. Bagaimana bisa aku langsung menerima perasaannya yang tidak jelas itu?

Heem, jadi begini toh perasaan ditembak oleh cowok yang nggak kita kenal. Padahal, selama ini, jika aku menyaksikan drama Korea, aku selalu ingin memiliki kisah yang sama seperti mereka.

Di antaranya adalah, diajak kencan oleh bos perusahaan besar. Namun, kebanyakan pemeran utama wanita di dalam drama tersebut akan menolak mentah-mentah tawaran itu.

Saat itu pula aku selalu merutuki mereka, bagaiaman bisa mereka menolak pria kaya nan tampan itu? Sementara aku, dengan mata menerawang selalu ingin mengencani oppa-oppa Korea itu di dunia nyata.

Ternyata, pada kenyataannya, ketika aku dihadapkan pada situasi ini, aku sama sekali tak paham. Sekarang aku mengerti perasaan para pemeran utama wanita itu, pasti mereka bertanya-tanya.

Seperti diriku, bukannya senang, aku malah merasa tersinggung dengan ajakan kencan itu. Memangnya aku perempuan apaan yang seenaknya diajak berkencan seperti itu? Aku ini, ya.. perempuan baik-baik (mencoba meyakinkan diri-sendiri). Apalagi, sebelumnya kami tidak sedang berada di tahap pendekatan.

Tak hanya itu, aku juga sakit hati karena setelah beberapa waktu berlalu, Mas Dareen malah sama sekali tidak terlihat memperhatikanku, seperti cowok-cowok lain yang niat PDKT denganku.

Ya memang sih, ketampanan Mas Dareen masih belum sebanding dengan aktor Korea populer, seperti Gong Yoo misalnya, atau Kang Dong Won. Namun, kepribadiannya yang pendiam dan misterius itu cukup mirip dengan tokoh Jang Ki Yong dalam drama "Come and Hug Me", salah satu drama thriller romantis favoritku.

Perawakan mas Dareen sih lebih mirip Seo In Guk, dengan tinggi sekitar 180 cm, ditambah dengan mata sipit dan tahi lalat kecil di bawah mata kirinya. Aku akui, Mas Dareen adalah pria tertampan yang pernah mengajakku berkencan.

Kalau aku benar-benar melewati masa PDKT dengannya, aku sudah pasti mati berdiri saat ia mengajakku berkencan saking senangnya. Hanya saja, kali ini situasinya berbeda, dan aku sama sekali tidak mengenalnya.

Bagaiaman jika setelah kami berkencan, tiba-tiba aku baru tahu kalau mas Dareen memiliki kepribadian ganda seperti Ji Sung dalam drama "Kill Me, Heal Me"? Tidak hanya satu, tetapi mas Dareen juga memiliki 7 kepribadian. Membayangkannya saja sudah membuatku merinding.

Aku bukah Oh Ri Jin yang bisa menangani Yuna dan 6 kepribadian lainnya. Lagi pula, saudaraku bukan Oh Ri On atau Park Seo Joon, melainkan mas Ega. Huftt.. aku semakin tidak suka saja dengan skenario ini.

Tanpa sadar aku menghela napas dalam-dalam dan baru sadar sejak tadi mas Radhika telah memperhatikanku dari bagian dapur. Ia tersenyum simpul dan menghampiriku.

"Ngelamun aja Ra?" Aku hanya tersenyum simpul.

"Hehe, banyak pikiran mas."

"Waduh, anak SMA apa sih yang dipikirin?" tanyanya lagi.

Wah, belum tahu pikiran anak SMA rupanya mas Radhika. Meski kami ini tampak seperti makhluk gemar bermain, tetapi kami juga pusing jika harus diusuruh mikirin persamaan Pitagoras dan rumus energi kinetik. Meski aku sudah menghapal semua itu di luar kepala, sih?

Belum lagi masalah universitas mana yang akan kami pilih saat berkuliah nanti. Ditambah dengan omelan mama yang menginginkan aku berkuliah di universitas yang sama seperti mas Ega. Padahal, jujur saja, aku sudah memiliki pemikiranku sendiri terkait jurusan kuliah dan kampus mana yang akan aku tuju saat kuliah tahun depan. Hanya saja, aku belum berani mengungkapkan hal itu kepada mama.

"Complicated mas," jawabku diplomatis. Mas Radhika Cuma terkekeh geli tidak menyangka jawabanku akan serandom itu.

"Oh iya, hari Minggu weekend ini kamu free?" Aku mengangguk mengiyakan. Mengingat, pada hari Minggu Audie yang mendapat jatah piket, sedangkan aku di hari Sabtu.

Memang, aku mendapat jatah libur sehari setiap weekend, kalau tidak Sabtu, ya Minggu. Selain itu, jam buka kafe saat weekend juga cukup singkat. Hanya dimulai pukul 12.00 WIB hingga Pukul 22.00 WIB, berbeda dari hari biasa yang dibuka sejak pukul 09.00 WIB.

"Ngafe yuk!" ajak Mas Radhika.

Aku tertegun mendengar ajakan mas Radhika yang lumayan menggiurkan itu dan spontan langsung mengangguk.

*

Hari ini aku sedang menunggu Mas Radhika datang menjemput usai ia mengajakku ngopi di kafe langganannya. Aku bingung, kenapa ia suka ngafe di tempat lain padahal ia sendiri pemilik kafe kece yang pernah aku temui.

Audie sendiri sudah bersorak heboh saat ia tahu aku akan pergi ngafe dengan Mas Radhika. Awalnya, aku memberi tahu dirinya karena aku memang terbiasa menceritakan semua hal kepada sahabatku itu. Namun, kini ia malah sibuk menggodaku habis-habisan.

Aku sudah siap misuh-misuh dan menyemprotnya dengan sejuta kejengkelan, tetapi Audie keburu menutup teleponnya usai mengucapkan "Have fun ya..!"

Kepalaku sudah mau pecah, urusan Mas Dareen saja belum selesai. Jangan menambah masalah dengan urusan percintaan lainnya, ya meski aku sendiri mengakui bahwa dulu aku sempat mengidolakan mas Radhika, sih.

Tak lama kemudian, Mas Radhika muncul dengan mobilnya di depan rumah. Aku pun langsung masuk ke mobil dan duduk manis di samping Mas Radhika yang saat itu tersenyum simpul ke arahku.

Kini, kami sudah duduk saling berhadapan di sebuah kafe yang jaraknya lumayan jauh dari rumahku. Kali ini, interior kafe di sini berbeda dengan interior di Dreamy Cafe.

Aku curiga, jangan-jangan tujuan Mas Radhika mengajakku ke sini karena ia ingin melakukan study banding demi kemajuan kafenya sendiri, menarik!

"Ngomong-ngomong, ini kafe temenku, hehe.." tiba-tiba Mas Radhika bersuara seolah ia bisa membaca pikiranku. Aku hanya mengangguk-angguk mengerti.

Tak lama setelah pesanan kami datang, Mas Radhika meninggalkanku sendirian di meja tempat kami duduk dengan alasan ia ingin menemui temannya sebentar sekedar berbasa-basi.

Namun, saat aku mengaduk-aduk minuman di hadapanku, matakau tertancap pada sosok yang tiba-tiba menghampiriku. Tentu saja, kemunculan sosok yang tak lain adalah Mas Dareen itu membuatku langsung menahan napas. Kegiatanku mengaduk minuman juga langsung berhenti begitu saja.

*

Café SparksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang