*****Suasana meja makan dipagi hari saat ini benar-benar mecekam. Tidak ada pembicaraan antar satu sama lain. Lelaki paruh baya tampak sibuk dengan sebuah buku fisika kesayangannya, diikuti dengan wanita paruh baya yang sibuk memainkan handphone nya, dan seorang gadis dengan rambut diikat sibuk dengan buku kedokterannya. Padahal menu sarapan pagi ini ialah berbagai sayur, ikan, juga ayam, bukan sebuah buku ataupun handphone.
Arkana Kagendra. Anak kedua dari keluarga Sahroni, salah seorang ilmuwan di salah satu universitas ternama di Indonesia. Tak heran bila Arta, Kakak Arka adalah seorang mahasiswi kedokteran di University of Oxford. Hal itu tentu menjadi sebuah kebahagiaan bagi kedua orang tua mereka, namun tidak untuk Arka. Hal itu akan menjadi ajang perbandingan antara dirinya dengan Arta, padahal sudah sangat jelas bahwa dirinya dengan Arta itu berbeda.
Papa Arka sama sekali tak pernah memberi apresiasi kepadanya, padahal prestasi Arka tak jauh berbeda dengan kakaknya, Arta. Selalu saja Arta lah nomor satu menurutnya, dan Arka nomor dua.
Hal itu membuat Mama Arka selalu menyuruh Arka belajar tanpa henti setiap malam, bahkan hingga waktu fajar. Jam tidur Arka saja tidak kondusif hanya untuk belajar. Padahal, Arka sudah mengerti mengenai berbagai materi. Bahkan saat ini ia sudah mempelajari materi yang dikuasai mahasiswa kedokteran. Ia sudah setara dengan Arta.
"Kayaknya cuma Arka yang gak sarapan buku pagi ini," ucap Arka, sedikit menyindir.
"Lo kan males." Balas Arta, yang membuat Arka sedikit tidak terima. Bahkan tiga jam yang lalu ia baru selesai membaca buku kedokteran yang sama seperti Arta baca sekarang.
"Buku yang lo pegang, udah gue kuasai." Celetuk Arka, membuat Arta terdiam.
"Sudah-sudah. Yuk mulai makan, jangan pada rebut. Pa, bukunya nanti dulu ya. Kita sarapan dulu. Arka udah mau berangkat sekolah, tuh." Sahroni mendengarkan perkataan istrinya, dan meletakkan buku kesayangannya.
"Sebentar lagi kamu UTS kan, Arka?"
"Iya."
"Kamu sudah meyuruhnya untuk mempersiapkan semuanya?" tanya Sahroni pada istrinya.
"Pasti. Arka anak baik, pandai, Mama yakin dia yang juara umum lagi."
Hanya Mama yang mengakui akan kepandaiannya. Hanya saja, cara Mama menyuruhnya belajar amat sangat mengerikan.
"Bagus."
*****
Berada di sekolah cukup menyenangkan bagi Arka, dibandingkan harus dirumah. Walaupun, ia tidak memiliki satu orangpun teman. Tidak, maksudnya teman yang ada disaat Arka sedang susah. Tidak ada. Mungkin ia belum menemukannya.
Seminggu lagi akan diadakan UTS, sudah jelas minggu ini akan sibuk dengan mengulas berbagai macam soal yang diberikan oleh semua guru. Banyak siswa siswi yang mengeluh, tidak paham dengan soal hitung-hitungan, bahkan soal sejarah sekalipun.
Oh ya, Arka saat ini duduk di bangku kelas XI IPA 4, namun ada beberapa mata pelajaran IPS yang dipelajari di jurusan IPA. Sejujurnya, dahulu ia ingin mengambil IPS, karena menyukai pelajar mengenai sosial. Mau bagaimana lagi, tentu kedua orang tua mereka jelas melarang hal itu, yang mana akan menjatuhkan harga diri kedua orang tua mereka. IPA adalah jurusan terbaik, dimata orang tua Arka.
"Help! Arka ganteng, lo kan jago nih di semua mata pelajaran. Gimana kalau semua jawaban lo, ditulis dipapan tulis? Ide bagus bukan?" Seisi kelas berteriak riuh, setuju dengan apa yang dikatakan Selin.
YOU ARE READING
JANGKAU || Park Jisung
Teen Fiction"Gue pernah bilang ke lo, gue takut kehilangan seseorang. Papa. Gue udah kehilangan lelaki yang gue sayang. Dan lo, Lelaki yang gue sayang juga, akhirnya, gue kehilangan lo." Gadis itu menyeka air matanya, sedikit menekan dadanya agar tak terasa ses...