41. Disneyland Paris

4.3K 549 162
                                    

"Untuk mendapatkan apa yang kamu suka, pertama kamu harus sabar dengan apa yang kamu benci."

–Imam Al-Ghazali

***

09.23 AM (UTC+1)
Paris

Menjelajahi kota Cahaya tidak serta merta akan selesai dalam hitungan jam. Paris, adalah tempat yang besar, dengan destinasi yang tidak hanya satu atau dua, maka akan sangat disayangkan jika satu bulan kedepan tidak dimanfaatkan dengan baik. Oleh karena itu, Arhesa mengajak Haisha untuk jalan-jalan, lagi, lebih tepatnya agar perasaannya semakin membaik setelah kejadian kemarin.

Hari ini, Arhesa memakai outer motif floral, dipadukan ruffle berwarna mocca, senada dengan hijab pashmina yang dibentuk syar'i. Darrel? dia sudah diusir sejak beberapa waktu yang lalu. Setelah permainan kemarin, entah mengapa dalam hatinya ia berniat untuk menghindar, bukankah keputusannya baik?

"Kita mau kemana?"

"Hemm, gimana kalau ke Museum orsay, terus ke sungai Seine?" Arhesa memberikan tawaran.

"Boleh."

Setelah mengambil tas di atas meja, Arhesa berlalu ke luar. Wajahnya bersinar, tidak lagi pucat. Sedangkan di ruang sebelah, nyatanya ada seseorang yang terus memperhatikan. Di depan mata, terpampang jelas sebuah hologram besar yang menampilkan banyak data.

"Ikuti dia," perintahnya pada seseorang yang sedari tadi berdiri di sampingnya.

"Baik tuan."

"Apa aku harus mengikuti mereka juga?" Laki-laki dengan tatapan yang sayu bertanya, tangannya mengangkat gelas minuman ke atas, aroma alkohol seketika mencemari seluruh ruangan.

Darrel diam, setelahnya ia mendecih. Adiknya itu sangat menyebalkan untuk beberapa hal. Jelas jika saat ini Aillard tengah mabuk, ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika membiarkan dia mengikuti Haisha, bagaimana jika hilang kendali, dan tentu saja Arhesa akan marah kepadanya. Hei, ia tidak mau.

"Ughh nggak sabar banget buat jalan-jalan lagi, yeayyy!" pekik Haisha girang.

Arhesa tersenyum tipis, ya ia beruntung semuanya membaik, dan tolong jangan ada sesuatu yang buruk lagi, ia tidak ingin menambah kesan trauma. Tangannya bergerak menghentikan sebuah taksi. Setelah mengucapkan alamat yang dituju, sang sopir langsung menghidupkan mesin, mengendarai dengan pelan dan ditemani musik klasik khas Prancis.

Lalu-lalang masyarakat memenuhi setiap sudut kota, daun-daun orange dan cokelat mulai bertebaran. Langit Paris cerah tanpa awan, beberapa orang bersepeda dan berjalan kaki untuk menikmati suasana cerah hari ini.
Sungguh, semua ini sangat indah dan menenangkan. Haisha sesekali mengambil foto di dalam taksi, beberapa kali dirinya juga memeluk sang sahabat untuk ikut serta.

"Kita sudah sampai, Nona," ucap pria dengan wajah yang menua namun semangatnya tidak kalah dengan pemuda zaman sekarang.

"Ah, Merci monsieur," ucap Arhesa dengan ramahnya.

(Terima kasih, bapak)

"De rien." Sang bapak mengangkat sudut bibirnya ke atas, menampilkan kantung mata yang cukup besar.

(Sama-sama)

Arhesa memasuki museum Orsay. Uniknya, tempat ini sebelumnya adalah stasiun kereta api, mengalami berbagai renovasi hingga menjadi tempat yang indah seperti sekarang. Langit-langit dipenuhi kaca besar, matahari bahkan dengan mudahnya memenuhi setiap sudut. Berbagai macam lukisan, patung, hingga jam besar dari stasiun sendiri masih terpajang rapi dan terjaga.

Arhesa [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang