Lima

317 58 23
                                    

Sebuah bayangan terpantul di atas meja berwarna putih gading, Jiyeon berdiri dengan ragu di depan telpon rumahnya. Ia melirik sejenak ke belakang, menatap kemungkinan adanya sosok lain yang menyadari perbuatannya.

Mengulurkan jemari menyentuh gagang telpon dan menggenggamnya erat sebelum akhirnya ia memberanikan diri mengangkatnya dan mendekatkan pada sebelah indera pendengaran. Telunjuk rampingnya gemetar menekan sebuah angka, nafas terasa memburu dan pendek.

“Kumohon tersambunglah..” Jiyeon nyaris melemparkan gagang telpon saat melihat Sehun mendekat dengan penampilan yang berantakan. Pria itu baru saja bangun dari tidurnya, dan ini kali pertamanya Sehun bangun terlambat di pagi hari.

“Hai.. aku sangat ingin sekali makan pizza jadi..” tangan kanan Jiyeon menjauhkan gagang ponsel itu dan mencoba menyerahkan pada Sehun. Namun pria itu hanya mengangguk dan berlalu dari sana menuju dapur dan menenggak segelas air putih.

“Halo selamat siang, saya ingin memesan dua buah pizza” Sehun mengamati punggung Jiyeon yang sedang melakukan panggilan. Sehun duduk di ruang tamu dan membuka koran berita terbaru dan membacanya santai.

“Maaf?”

“Ya.. saya ingin em.. satu extra cheese pizza dan tuna pizza” Jiyeon langsung menyela kembali saat seseorang yang tadi menerima panggilannya berusaha untuk menyanggah ucapannya.

“Maaf nyonya tapi anda mungkin salah sambung.. kam—“ Jiyeon cepat menyebutkan alamat rumah Sehun dengan jelas dan pelan, ia bahkan mengulanginya berkali-kali agar orang itu faham akan kode yang ia berikan.
“Apakah anda membuntuhkan bantuan saya nyonya?”

“Yaa.. benar sekali, tolong catat pesanan saya dengan baik” sebuah senyum kelegaan terpancar jelas di wajah Jiyeon. Ia melirik Sehun dengan ekor matanya, keberanian semakin muncul mendorongnya saat Sehun nampak sangat acuh sekali dan tak merasa curiga sama sekali.

“Baik, kami akan segera menuju rumah anda secepatnya”

“Sehun-ah.. mereka menanyakan pembayarannya” Jiyeon menatap suaminya dengan tenang, ia mencoba menutup actinya sebaik mungkin tanpa kesalahan padahal sambungan telpon sudah terputus sejak tadi.

“Katakan saja aku akan membayarnya dengan debit setelah mereka mengantarkannya”

“Oke” Sehun menelisik dengan serius sosok yang memunggunginya sembari kembali bercengkrama dengan seseorang disana. Jiyeon kemudian berjalan riang mendekati Sehun dan mengecup cepat sebelah pipi suaminya.

Sehun beranjak dari duduknya saat Jiyeon sudah pergi dari sisinya menuju kamar mereka. Ia mendekat dan mengangkat gagang telpon rumah, menekan tombol redial sehingga alat itu memutar kembali deratan angka sehingga Sehun dapat mengetahui siapa gerangan yang dihubungi oleh istrinya.

“Dengan Domino Pizza, Selamat siang ada yang bisa saya bantu?”







💜💜💜






Jiyeon menutup pintu walk in closet tempat dimana ia dan suaminya berbagi tempat untuk menaruh pakaian-pakaian dan aksesoris mereka. Cepat-cepat ia meraih tas jinjing dan meraup beberapa potong baju. Harus beradu dengan waktu, pasalnya kemungkinan sekarang bala bantuan akan segera sampai. Setelah ini ia akan terbebas dari belenggu Sehun, ia akan bersembunyi hingga pria itu merenungkan kesalahannya untuk beberapa hari, mungkin satu minggu hingga sebulan kedepan entalahlah, yang jelas hingga ia dapat melihat dengan sendirinya perubahan sikap Sehun.

Tas yang sudah penuh oleh perlengkapan pelarian ditinggalkan begitu saja di karpet bulu. Jiyeon membuka pintu geser itu pelan, ia sudah siap dengan semua resiko yang akan ia terima. Kembali Jiyeon berusaha mengatur ekspresi sebaik mungkin, tidak boleh ketahuan pada detik-detik terakhir. Pelan dan penuh perhitungan Jiyeon mulai menapakkan kakinya melewati tangga marmer yang meliuk menyambungkan lantai dua dengan ruang tamu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EASIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang