Tiga

530 98 41
                                    

Warning typo bertebaran, harap maklum 🙂
.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca 🤗








Jiyeon termenung di atas sofa menatap pada hamparan rerumputan yang luas, ladang hijau itu basah oleh rintikan hujan yang turun dari langit. Jika saja terdapat satu jendela nyata di ruangan ini pasti ia dapat merasakan aroma tanah basah yang paling ia sukai.

Jiyeon sangat suka hujan, sejak kecil hingga sekarang. Jika Sojung akan menjerit sebal karena flat kecil mereka akan selalu bocor kala hujan lebat menerjang maka berbeda dengan Jiyeon yang merasakan kebahagiaan berkali-kali lipat.

Sebuah selimut rajut tersampir di bahu kecil Jiyeon, Sehun kemudian ikut duduk di depan sang istri menikmati rintik hujan. Kini sudah genap enam bulan kehidupan pernikahan mereka berlangsung. Selama itu pula Jiyeon mencoba untuk bertahan dengan rasa kesepian yang ia derita. Entah untuk apa, entah karena alasan apa, Sehun selalu berusaha menahannya datang ke Seoul menemui Sojung, mendatangi ke tempat-tempat yang biasanya mereka kunjungi sebelum menikah.

Sehun selalu mengatakan semua yang ia butuhkan ada di dalam rumah mereka. Suaminya itu selalu melarangnya untuk keluar kecuali di halaman rumah mereka. Bahkan untuk menelfon Sojung dan Jennie selalu harus mendapatkan izin dari Sehun, dan suaminya harus ada di dekatnya.

Pernah suatu ketika mereka berdua berdebat karena masalah ini, dan semua berakhir dengan kemurkaan Sehun. Sedikit demi sedikit sekarang Jiyeon mengetahui bagaimana sifat Sehun yang suka sekali mengekangnya juga emosi Sehun yang meledak kala ia mulai membantah.

“Apa yang kau fikirkan?” ujar Sehun, ia membelai tangan Jiyeon dan menggenggamnya erat.

Keduanya bertatapan sejenak sebelum akhirnya Jiyeon kembali mengalihkan tatapan pada jedela. Atau lebih tepatnya diding kaca. Hampir seluruh bangunan di rumah ini terbuat dari dinding kaca alih-alih memasang jendela untuk membiarkan udara atau sinar matahari masuk ke dalam rumah.

“Aku ingin bertemu Sojung” bisik Jiyeon lirih, dirinya menjentikkan kuku telunjuknya dengan ibu jari. Salah satu tanda kecemasan yang sering ia tunjukkan, namun tak banyak disadari oleh orang lain.

“Kemarin kan sudah. Dia bahkan menginap disini, apa masih kurang hm?” Sehun menyentuh rahang kiri istrinya dengan lembut. Tubuh Jiyeon mengurus tapi tak terlalu berlebihan karena Sehun dengan ketat mengawasi setiap asupan yang istrinya makan.

Sehun selalu mengatur apa yang Jiyeon kenakan, apapun yang ada di hidup Jiyeon. Bahkan mungkin udara yang ia hirup harus berdasarkan pemantauan suaminya.

“Aku ingin berkunjung ke apartemen Sojung, aku ingin menginap di sana”

“Jiyeon kita sudah pernah membicarakan ini sebelumnya” Sehun menarik tangannya menatap wanita di depannya dengan tajam. Seolah mengatakan untuk tak membantah sedikitpun perintahnya.

“Kenapa? Apa alasannya? Mengapa kau selalu berusaha mengurungku?” Jiyeon mulai mengkonfrontasi pembicaraan, ia menatap suaminya dengan tatapan sendu.

“Kau tau apa alasannya” Sehun beranjak dari sofa, berniat menghindar dari pertanyaan sang istri. Jiyeon terkekeh miris sejenak, salah satu sudut matanya mulai mengluarkan bulir bening.

“Tidak aku tidak tau” ucapan lirih Jiyeon menghentikan langkah Sehun. Pria yang selalu mengenakan setelan santai itu mengepalkan kedua tangannya erat mendengar isak tangis Jiyeon.

“Kau tak pernah menjelaskan alasannya Sehun. Kau mengurungku”

“Aku tidak!!” Sehun dengan cepat berbalik menatap tubuh istrinya yang bergetar karena isak tangis. Jiyeon meremat ujung selimut yang masing bertengger di bahunya.

EASIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang